Jakarta -
#dearRiver,Kira-kira tiga setengah tahun yang lalu, Mama berangkat pagi-pagi ke pasar naik sepeda. Seingatku itu hari Jumat, kalau tak salah. Pasar dari rumah kita memang tidak terlalu jauh, kira-kira empat kilometer saja. Sepulangnya dari pasar, ada sedikit insiden. Ibumu ditabrak motor sampai
nyungsep di aspal.
Urusannya tidak diperpanjang karena yang menabrak seorang kakek-kakek. Padahal lukanya lumayan. Alhamdulillah, waktu itu Mama masih bisa jalan dan menggowes sepedanya pelan-pelan untuk pulang sendiri. Mama langsung ke rumah Tante Dian, dokter di kompleks kita. Ayah menjemputnya di situ. Ayah lihat lutut dan wajahnya bengap. Sepedanya juga sedikit rusak dan bengkok. Untuk menutupi bengkak di wajahnya, seharian itu Mama pakai masker.
"Takut dikira korban
KDRT," katanya.
"Bilang aja korban KDLL", kata Ayah. 'Kekerasan dalam Lalu Lintas...''
Hikmahnya, karena tahu ibumu sakit, kamu jadi lebih mandiri. Bangun sendiri, mandi sendiri, dan tidak rewel. Namun ada hal yang tidak kita tahu waktu itu. Ternyata sudah ada adik Rain di perut ibumu. Mama tidak tahu kalau saat itu dia sedang hamil, karena tidak ada ciri-ciri khusus seperti morning sickness atau apa. Emosinya juga stabil. Kadang-kadang sih ngambek, tapi masih bisa di-handle. Persis seperti saat di awal Mama mengandung kamu dulu.
Beberapa hari setelah kejadian itu, ada sedikit ujian kesabaran lagi. Kita pulang dari menghadiri acara di Bekasi. Saat lewat di Bintaro, mobil kita disambar pengemudi yang nyalip dari kiri dan tiba-tiba belok kanan. Bemper samping kiri depan baret dan penyok sedikit.
Pelakunya
pasutri muda yang sepertinya mau pindah rumah. Barang bawaan di mobil Peugeout-nya banyak banget. Untungnya dia beritikad baik berhenti dan membereskan masalah.
"Mau dibawa ke bengkel enggak, Yah?" kata Mama. Ayah bilang tak perlu.
Selama tak memengaruhi fungsi, biarin aja. Artinya, mobil masih bisa jalan dengan baik, pintu masih bisa dibuka, dan lain-lain. Dari kejadian itu, kami berusaha memetik hikmah lagi. Agak berat memang, tapi waktu itu kami anggap itu pelajaran agar tidak terikat pada materi dan lahiriah.
Baret di kendaraan adalah semacam rekam jejak dokumentasi perjalanannya menemani kami mencari nafkah. Itu battle scars-nya. Memaksa mobil untuk tetap mulus kira-kira seperti memaksa istri tetap langsing tanpa
stretch mark dan selulit setelah melahirkan.
Atau, memaksa suami tetap
sixpack (padahal memang tidak pernah) setelah 5 tahun menikah. Padahal, semuanya adalah penanda bagaimana kebaikan-kebaikan dalam hidup menghampiri kita.
Fauzan MukrimAyah River dan Rain. Menulis seri buku #DearRiver
dan Berjalan Jauh,
juga sebuah novel Mencari Tepi Langit.
Jurnalis di CNN Indonesia TV
, dan sedang belajar membuat kue. IG: @mukrimfauzan (rdn/rdn)