Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Bunda, Begini Ketatnya Pemberian Izin Edar Vaksin COVID-19 oleh BPOM

Jujuk Ernawati   |   HaiBunda

Rabu, 04 Nov 2020 18:10 WIB

Vaccine and syringe injection It use for prevention, immunization and treatment from COVID-19
Ilustrasi vaksin COVID-19/Foto: Getty Images/iStockphoto/kiattisakch
Jakarta -

Sejumlah negara di dunia tengah mengembangkan vaksin untuk menangani pandemi COVID-19, termasuk Indonesia. Dan demi mendapatkan vaksin yang memberikan khasiat kepada masyarakat luas, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memiliki standar yang ketat untuk memberikan izin edar melalui serangkaian riset dan uji yang komprehensif, Bunda.

BPOM merupakan bagian dari Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) bertugas mengawal proses pengembangan vaksin COVID-19 dengan menjunjung tinggi asas kehati-hatian dan memprioritaskan kesehatan masyarakat luas.

"Sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai lembaga pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan, Badan POM mengambil langkah-langkah strategis pengawalan penyediaan vaksin COVID-19 dengan tetap mengedepankan kepentingan kesehatan masyarakat," kata Plt Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekusor, dan Zat Adiktif BPOM, Togi J Hutadjulu, dikutip dari laman covid19.go.id.

Karena itu, sebelum dinyatakan siap dan aman diberikan kepada masyarakat, vaksin COVID-19 harus melalui tahap penelitian yang panjang. BPOM pun memiliki standar dalam pemberian izin penggunaan vaksin, yakni harus melalui proses uji klinik atau uji kepada manusia untuk membuktikan khasiat dan keamanannya.

Selain itu, mutu produk juga harus dijamin lewat evaluasi persyaratan mutu dan pemastian pembuatan vaksin yang harus sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Setelah vaksin dianggap memenuhi syarat aspek keamanan, khasiat, dan mutu, BPOM baru bisa memberikan izin penggunaan. Izin penggunaan vaksin ini bisa berupa Emergency Use Authorization (EUA) atau izin edar.

EUA merupakan mekanisme registrasi khusus untuk obat dan vaksin pada kondisi darurat seperti pandemi COVID-19, yang mengacu pada pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Nah, bagi industri farmasi yang diberikan EUA memiliki tanggung jawab terhadap mutu vaksin, mulai bahan baku, pembuatan, pelulusan batch vaksin hingga distribusi, dan digunakan pasien.

Togi menjelaskan bahwa untuk mendapatkan izin edar yang lengkap, diperlukan data-data uji klinik yang luas dan waktu yang tidak sebentar. Uji klinik dilakukan untuk memastikan efektivitas, keamanan, dan gambaran efek samping yang sering muncul pada manusia karena pemberian obat.

"Pengambilan keputusan pemberian persetujuan penggunaan darurat dilakukan dengan pertimbangan kemanfaatan yang lebih tinggi daripada resikonya," ujarnya.

Togi menuturkan, Indonesia saat ini sedang melakukan uji klinik vaksin COVID-19 yang dikembangkan Sinovac. Sebelumnya uji klinik ini telah dilakukan di Brazil. Adapun hasil sementara atau interim uji klinik di Indonesia dalam jangka waktu 3 bulan akan rampung pada akhir tahun ini dan laporannya akan diberikan kepada BPOM pada awal Januari tahun depan.

Untuk EUA, kata Togi, ada fleksibilitas tertentu yang diterapkan dalam proses pemberian izin edar. Misalnya untuk keamanan, BPOM bisa menerima hasil uji klinik fase satu dan dua.

"Sedangkan untuk khasiatnya, selain mendapat data kekebalan tubuh yang diproduksi setelah penyuntikan vaksin, BPOM juga menerima data hasil laporan interim selama tiga bulan. Tentunya diharapkan uji klinik ini akan berlangsung terus, sehingga BPOM dapat terus melakukan pengawalan," tutur Togi.

Soal pendistribusian vaksin COVID-19, BPOM juga akan mengawasi demi memastikan mutunya, Bunda. Vaksin memerlukan kondisi penyimpanan khusus, yakni dengan temperatur 2-8 derajat celcius.

"Setelah proses pemberian vaksin dilaksanakan, BPOM terus melakukan pengawasan untuk aspek keamanan melalui program kegiatan pemantauan efek samping atau dikenal dengan farmakovigilans," ucap Togi.

Bila terjadi peningkatan frekuensi efek samping, BPOM berhak meninjau kembali aspek khasiat dan keamanan vaksin tersebut bersama para klinis dan ahli. Jika ditemukan risiko lebih besar dari manfaatnya, BPOM akan memutusakan berdasarkan pemantauan yang akan ditindaklanjuti dengan melakukan komunikasi resiko.

"Kalau memang ditemukan adanya resiko keamanan yang tinggi, akan dilakukan pencabutan EUA," ungkap Togi.

Sambil menunggu vaksin mendapat izin edarnya dan didistribusikan, demi mencegah penyebaran COVID-19, jangan lupa selalu #ingatpesanbunda atau #ingatpesanibu, untuk #pakaimasker, #jagajarak, dan #cucitanganpakaisabun.

Bunda bisa simak cara tepat cegah COVID-19 di ruang publik dalam video berikut:

[Gambas:Video Haibunda]



(jue/jue)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda