Jakarta -
Kadang Bunda suka nyinyir nggak? Di saat-saat tertentu, saya juga sih, Bun. Apa-apa dikomentari. Tapi kalau ada anak di dekat kita, sebaiknya kita tahan ya Bun.
"Kalau kita ngomentari atau ngatain orang lain di depan anak, anak akan berpikir 'oh jadi nggak apa-apa ya ngatain orang lain'. Sehingga mereka menganggap itu wajar dan biasa," kata psikolog anak, Ajeng Raviando, baru-baru ini.
Jadi misal nih Bun, kita menjadikan ciri fisik seseorang sebagai bahan
nyinyir atau bahan candaan, maka jangan heran kalau kelak anak akan melakukan hal yang sama. Duh, amit-amit ya anak-anak kita jadi orang yang gemar nyinyir.
Tapi emang bener sih, agar anak nggak
nyinyir , maka kita sebagai orang tuanya juga harus membuang jauh-jauh kebiasaan nyinyir ini. Sebaliknya, kalau ada orang yang berbeda, utamanya secara fisik, kita bisa mengajarkan anak untuk berempati.
"Bahwa ada orang yang berbeda, nggak cuma beda agama dan suku aja, tapi orang yang misal nggak punya anggota tubuh lengkap, kita perlu menanamkan toleransi ke anak. Jangan sampai karena secara fisik berbeda membuat kita jadi nggak bertoleransi," sambung Ajeng.
Terkadang penampilan fisik orang lain yang berbeda memang dianggap aneh oleh anak. Jika anak sudah menyadari perbedaan anak, artinya anak cukup siap mendapat pemahaman bahwa nggak semua orang sama.
"Penjelasannya tentu harus sesuai sama usia anak ya. Kalau masih balita kita perlu pakai bahasa sederhana yang dia pahami," imbuh Ajeng.
Yuk, Bun, kita berkomitmen hempaskan nyinyir, demi anak kita.
(Nurvita Indarini/rdn)