HaiBunda

PARENTING

Pertolongan Pertama saat Anak Alami Keracunan Makanan

Azhar Hanifah   |   HaiBunda

Minggu, 28 Sep 2025 08:10 WIB
Pertolongan pertama anak keracunan makanan/ Foto: Getty Images/KatarzynaBialasiewicz

Keracunan makanan bisa dialami siapa saja, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Kondisi ini biasanya muncul setelah mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri maupun virus. Gejalanya sering kali membuat tubuh terasa sangat tidak nyaman, seperti mual, muntah, dan diare.

Menurut data Centers for Disease Control and Prevention (CDC) yang dikutip dari laman Healthline, sekitar 48 juta orang di Amerika Serikat mengalami keracunan makanan setiap tahunnya, dengan lebih dari 128 ribu kasus harus dirawat di rumah sakit. Artinya, kondisi ini cukup sering terjadi sehingga penting bagi kita untuk mengenali tanda-tandanya dan mengetahui cara mengatasinya.

Meski sebagian besar kasus bisa pulih dengan sendirinya, keracunan makanan tetap perlu ditangani dengan benar agar tidak menimbulkan komplikasi serius, terutama pada anak-anak, ibu hamil, dan orang lanjut usia. Untuk itu, simak penjelasan lengkap mengenai penyebab, gejala, hingga pertolongan pertama saat mengalami keracunan makanan berikut ini ya, Bunda.


Apa itu keracunan makanan?

Keracunan makanan adalah kondisi ketika seseorang sakit akibat mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri, virus, atau racun. Gejalanya bisa muncul dalam hitungan jam hingga beberapa hari setelah makanan dikonsumsi.

Melansir laman Yale Medicine, Dr. Karen Jubanyik, seorang spesialis gawat darurat, menjelaskan bahwa sebagian besar orang sehat bisa pulih dengan sendirinya.

"Orang tidak perlu panik, jika kamu adalah orang yang sehat, tubuh akan mengatasi sebagian besar penyakit ini dengan sendirinya," jelas Dr. Jubanyik

Namun, pada kelompok rentan seperti lansia berumur 65 tahun ke atas, ibu hamil, dan orang dengan imunitas lemah, keracunan makanan dapat menjadi jauh lebih serius.

Penyebab keracunan makanan

Keracunan makanan umumnya disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu bakteri, parasit, dan virus. Ketiga penyebab ini dapat menempel pada makanan yang kita konsumsi sehari-hari. 

1. Bakteri

Bakteri merupakan penyebab paling umum dari keracunan makanan. Jenis bakteri yang sering membuat keracunan antara lain E.coli, Salmonella, Listeria monocytogenes, Campylobacter, dan Staphylococcus aureus. 

Dari berbagai jenis tersebut, Salmonella menjadi penyebab terbanyak dengan jutaan kasus keracunan makanan setiap tahunnya. Menurut CDC, setiap tahunnya terdapat sekitar 1,35 juta kasus keracunan makanan akibat infeksi Salmonella, dengan sekitar 26.500 kasus di antaranya harus menjalani perawatan di rumah sakit.

2. Parasit

Meski tidak sebanyak kasus yang disebabkan bakteri, parasit juga bisa menjadi sumber keracunan makanan. Contohnya Toxoplasma gondii, Giardia lamblia, berbagai jenis cacing pita seperti Tenia saginata (cacing pita sapi) dan Taenia solium (cacing pita babi), hingga cacing hati dan cacing paru-paru.

Infeksi parasit dapat bertahan lama dalam tubuh tanpa adanya gejala, namun berisiko serius bagi ibu hamil dan orang dengan daya tahan tubuh lemah.

3. Virus

Selain bakteri dan parasit, virus juga dapat memicu keracunan makanan. Beberapa di antaranya adalah norovirus, rotavirus, astrovirus, sapovirus, hingga hepatitis A. Norovirus menjadi penyebab terbanyak, dengan jutaan kasus diare setiap tahun.

Proses memasak biasanya mampu membunuh kuman, namun makanan yang dikonsumsi mentah atau kurang matang lebih berisiko menimbulkan keracunan. Selain itu, makanan juga bisa terkontaminasi jika pengolahannya tidak higienis, misalnya ketika seseorang yang sedang sakit menyiapkan makanan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.

7 Gejala keracunan makanan

Gejala keracunan makanan bisa muncul beberapa jam setelah mengonsumsi makanan terkontaminasi, bahkan hingga berhari-hari kemudian. Berikut beberapa gejala jika mengalami keracunan makanan:

  1. Kram perut
  2. Diare
  3. Mual dan muntah
  4. Nafsu makan yang hilang
  5. Demam ringan
  6. Sakit kepala dan lemas

7. Gejala berat yang meliputi:

  • Diare yang berlangsung lebih dari tiga hari
  • Demam lebih dari 38,9 derajat Celcius
  • Kesulitan melihat atau berbicara
  • Dehidrasi berat
  • Urine berdarah

Pertolongan pertama saat alami keracunan makanan

Pertolongan pertama sangat penting untuk mencegah kondisi semakin parah. Berikut langkah-langkah yang bisa Bunda lakukan:

1. Perbanyak minum cairan

Pastikan tubuh tidak kekurangan cairan. Minum air putih atau larutan elektrolit untuk menggantikan mineral yang hilang akibat muntah dan diare.

2. Istirahat yang cukup

Biarkan tubuh beristirahat yang cukup agar sistem imun dapat bekerja melawan infeksi.

3. Konsumsi makanan yang lembut

Setelah kondisi mulai membaik, pilih makanan ringan seperti nasi putih, pisang, atau roti.

4. Hindari konsumsi makanan tertentu

Hindari makanan pedas, berlemak, kafein, dan produk susu sampai pencernaan pulih.

5. Jangan menahan muntah atau diare

Dengan muntah atau diare, tubuh mengeluarkan zat beracun, karena itu adalah cara alami untuk membersihkan sistem pencernaan.

6. Konsumsi obat bila perlu

Obat pereda demam atau nyeri dapat digunakan sesuai dengan aturan. Namun, hindari obat anti diare untuk anak-anak tanpa rekomendasi dari dokter.

7. Segera ke dokter jika gejala semakin parah

Jika gejala tidak membaik dalam 2-3 hari, atau muncul tanda serius seperti darah pada tinja, dehidrasi berat, atau demam tinggi, segera periksakan ke dokter.

Cara mencegah keracunan makanan

Mencegah tentu lebih daripada mengobati. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko keracunan makanan antara lain:

  • Masak makanan hingga matang sempurna agar bakteri atau parasit mati.
  • Cuci tangan sebelum makan dan mengolah makanan.
  • Simpan bahan makanan dengan benar, hindari membiarkannya terlalu lama di suhu ruang.
  • Hindari konsumsi makanan kadaluarsa atau yang terlihat sudah tidak segar.
  • Cuci buah dan sayuran meskipun terlihat bersih atau berlabel "pre-washed"

Menurut Dr. Karen Jubanyik, makanan yang sudah dipotong seperti melon sebaiknya segera dikonsumsi maksimal dalam dua jam, atau satu jam jika suhu ruangan panas, karena bakteri dapat berkembang dengan cepat.

Deretan obat keracunan makanan dari yang alami hingga medis

Sebagian besar kasus keracunan makanan dapat pulih dengan sendirinya dalam beberapa hari. Namun, ada kondisi tertentu yang membutuhkan bantuan obat, baik yang alami maupun resep dokter.

Beberapa obat keracunan makanan dari yang alami hingga medis:

1. Obat alami di rumah

Selama pemulihan, tubuh memerlukan cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare. Minuman elektrolit atau air putih dapat membantu mengganti cairan yang hilang.

Bunda juga dapat membuat teh herbal yang dapat membantu untuk meredakan sakit perut, seperti kamomil, peppermint, dandelion.

Disarankan juga untuk mengonsumsi makanan yang lembut dan mudah dicerna, seperti pisang, bubur nasi, kentang rebut, roti, dan oatmeal. Sebaliknya, hindari makanan berlemak, pedas, terlalu manis, serta minuman berkafein, beralkohol, maupun bersoda karena bisa memperburuk kondisi lambung.

2. Obat medis tanpa resep

Beberapa obat yang dijual bebas, seperti loperamide, pepto-bismol untuk mengurangi diare serta pirantel pamoat (obat cacing kremi), bisa digunakan sesuai kebutuhan. Namun, disarankan untuk tetap berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi obat-obatan tersebut.

3. Obat dengan resep dokter

Penggunaan obat dengan resep dokter biasanya dianjurkan bagi lansia, orang dengan daya tahan tubuh lemah, atau ibu hamil. Apabila diperlukan, dokter umumnya akan meresepkan jenis obat tertentu sesuai penyebab keracunan makanan yang dialami, seperti:

  • A. lumbricoides (cacing gelang), Trichinella: albendazole (Albenza), atau menbendazole (Enverm)
  • Campylobacter: antibiotik azithromycin (Zithromax)
  • Cryptosporidium: nitazoxanide (Alinia) untuk mengatasi diare
  • D. latum (cacing pita ikan): praziquantel (Biltricide)
  • G. lamblia: nitazoxanide, metronidazole (Flagly), parmomycin, quinacrine, furazolidone, atau tinidazole (Tindamax)
  • L. monocytogenes: antibiotik ampicilin
  • Opisthorciiidae (cacing hati): praziquantel (Biltricide) atau triclabendazole (Egaten)
  • Shigella: azithromycin (Zithromax) atau ciprofloxacin
  • T. gondii: kombinasi antara pyrimethamine (Daraprim) dengan sulfadiazine, atau spiramycin sebagai obat tunggal

Keracunan makanan memang bisa pulih dengan perawatan sederhana di rumah, namun Bunda tetap perlu waspada jika gejala berlanjut. Menjaga kebersihan makanan dan cara penyimpanan yang benar juga menjadi kunci utama dalam pencegahan.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(rap/rap)

Simak video di bawah ini, Bun:

7 Pertanyaan Menyambut Anak Pulang Sekolah & Waktu Terbaik Menanyakannya

TOPIK TERKAIT

ARTIKEL TERKAIT

TERPOPULER

Mantan Menlu Retno Marsudi Mudik ke Depok, Intip Potretnya Habiskan Waktu Bareng Cucu

Mom's Life Annisa Karnesyia

Cerita Enno Lerian saat Jadi Artis Cilik, Dapat Surat Berkarung-karung hingga Susah Keluar Rumah

Mom's Life Amira Salsabila

Viral Perusahaan Luncurkan Produk Es Krim Rasa ASI, Simak Fakta di Baliknya

Menyusui Dwi Indah Nurcahyani

Kenali Waktu Pemberian, Manfaat & Contoh Sumber Probiotik Alami untuk Bayi

Parenting Ajeng Pratiwi & Fauzan Julian Kurnia

Pertolongan Pertama saat Anak Alami Keracunan Makanan

Parenting Azhar Hanifah

REKOMENDASI
PRODUK

TERBARU DARI HAIBUNDA

Cerita Enno Lerian saat Jadi Artis Cilik, Dapat Surat Berkarung-karung hingga Susah Keluar Rumah

Viral Perusahaan Luncurkan Produk Es Krim Rasa ASI, Simak Fakta di Baliknya

Kenali Waktu Pemberian, Manfaat & Contoh Sumber Probiotik Alami untuk Bayi

Mantan Menlu Retno Marsudi Mudik ke Depok, Intip Potretnya Habiskan Waktu Bareng Cucu

Pertolongan Pertama saat Anak Alami Keracunan Makanan

FOTO

VIDEO

DETIK NETWORK