parenting
10 Cerita Dongeng Zaman Dahulu Kala, Kaya Pesan Moral untuk Diceritakan Sebelum Tidur
HaiBunda
Jumat, 05 Dec 2025 23:50 WIB
Daftar Isi
Sebelum Si Kecil tidur, Bunda bisa membacakan dongeng untuk menemani waktunya beristirahat. Kali ini, ada cerita dongeng pada zaman dahulu kala yang kaya pesan moral dan sayang untuk dilewatkan.
Enggak cuma untuk hiburan saja, cerita dongeng juga bisa jadi bekal untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan Si Kecil sejak dini. Lewat cerita yang ringan, anak pun bisa belajar memahami perilaku yang baik.
Selain itu, membaca dongeng juga dapat menjadi waktu yang hangat untuk Bunda dan Si Kecil. Anak pun akan merasa diperhatikan, didengar, dan mau jika diajak bercerita.
Oleh karena itu, tidak ada salahnya kalau Bunda membacakan cerita dongeng tentang zaman dahulu yang sarat pesan positif untuk Si Kecil. Simak, yuk.
10 cerita dongeng pada zaman dahulu kala yang kaya pesan moral untuk diceritakan sebelum tidur
Mengutip dari berbagai sumber, berikut kumpulan cerita dongeng dari zaman dahulu kala yang sarat pesan moral, cocok diceritakan sebelum anak tidur.
1. Burung Unta yang Malas
Cerita dongeng yang berjudul Burung Unta yang Malas ini dikutip dari buku Kumpulan Dongeng untuk anak 1 karya Stella Ernes.
Dahulu, semua burung bisa terbang, termasuk burung unta. Suatu ketika, Bulan memiliki telur emas raksasa yang menetas menjadi ribuan ayam-ayam emas. Begitu menetas, ayam-ayam emas itu berpencar ke seluruh penjuru langit, terlihat dari bumi seperti bintang.
Matahari ingin mengadakan pesta bagi ayam-ayam emas itu, lalu menulis surat kepada Bulan, ibu mereka, untuk mengabarkan hal ini. Matahari meminta Burung Pipit mengantarkan surat tersebut.
"Tolong berikan surat ini kepada Bulan, pesta akan diadakan minggu depan," kata Matahari kepada Burung Pipit.
"Baik, Matahari, akan kusampaikan surat ini kepada Bulan secepatnya," jawab Burung Pipit.
Perjalanan menuju Bulan sangat jauh dan sulit. Suatu saat, sayap Burung Pipit terluka sehingga ia tidak dapat terbang dan bingung bagaimana surat itu bisa sampai. Ia pun meminta bantuan Burung Unta.
"Burung Unta, tolong gantikan aku menyampaikan surat ini pada Bulan. Sayapku terluka dan aku tidak bisa terbang," pinta Burung Pipit.
Burung Unta menolak dengan malas, sedang bermalas-malasan dan tak ingin diganggu. "Aku besar dan berat, tidak dapat kubayangkan harus terbang sejauh itu. Bisa-bisa sayapku juga terluka," katanya.
Burung Pipit terus memohon hingga Burung Unta mau menolong dengan syarat Burung Pipit ikut dalam perjalanan. Namun, Burung Unta tetap menolak terbang dan mereka melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Perjalanan pun sangat lama karena Burung Unta berjalan sangat perlahan.
Akhirnya surat berhasil sampai ke Bulan, tetapi pesta sudah selesai sehingga Bulan tidak bisa hadir. Matahari pun marah setelah mengetahui alasan keterlambatan surat. "Kalau kau sangat malas terbang, apa gunanya sayap di tubuhmu?" tanya Matahari dengan kesal.
Sejak saat itu, tidak ada burung unta yang bisa terbang.
Pesan moral: Dari kisah ini, kita belajar bahwa rasa malas dan menunda tanggung jawab bisa membuat kesempatan baik terlewat begitu saja.
2. Putri Ular dari Simalungun
Dongeng ini menilik dari buku 101 Dongeng Sebelum Tidur oleh Redy Kuswanto.
Dahulu, di kawasan Simalungun, berdiri sebuah kerajaan yang makmur. Rajanya terkenal arif dan bijaksana. Sang Raja memiliki seorang putri yang amat cantik. Kecantikan sang Putri terdengar pula oleh seorang Raja Muda. Si Raja Muda yang tampan itu pun melamar sang Putri. Ternyata pinangan itu diterima atas persetujuan Raja dan Permaisuri.
"Jagalah diri selalu. Jangan sampai pernikahanmu gagal," pesan sang Raja.
Setiap pagi sang Putri pergi mandi ditemani dayang-dayang. Ia berendam di sebuah kolam di belakang istana.
Usai berendam, sang Putri duduk di atas batu. Ia membayangkan betapa bahagianya saat pernikahan nanti.
Tiba-tiba angin bertiup kencang. Sepotong mengomel kering jatuh tepat mengenai ujung hidung sang Putri. Betapa terkejutnya sang Putri saat melihat wajahnya di cermin. Hidungnya yang mancung kini menjadi pesek. Wajahnya tidak cantik seperti semula. Ia sangat sedih. Raja Muda itu akan mencari calon istri yang lebih cantik, begitu pikiran yang memenuhi kepalanya.
Sang Putri sungguh tertekan.
Hatinya pun semakin bingung. Ia tidak ingin membuat malu dan mengecewakan kedua orang tuanya. Namun, ia tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Sang Putri lalu berdoa, "Ya Tuhan! Hukumlah hamba-Mu yang telah membuat malu kedua orang tuaku!"
Baru saja doa itu terucap, tiba-tiba petir menyambar-nyambar. Kemudian, tubuh sang Putri ditumbuhi sisik.
Ketika sisik mencapai dada, sang Putri memerintahkan dayang untuk memberi tahu ayah dan ibunya di istana. Permaisuri dan Raja tidak melihat sang Putri lagi. Yang tampak hanya seekor ular raksasa. Tak lama kemudian, ular itu masuk ke semak belukar.
Pesan moral: Bersyukurlah dengan apa yang kita miliki dan terimalah diri sendiri apa adanya.
3. Asal Mula Danau Maninjau
Masih dari buku Kumpulan Dongeng untuk anak 1 oleh Stella Ernes, berikut cerita dongeng Asal Mula Danau Maninjau.
Di sebuah perkampungan di kaki Gunung Tinjau, hiduplah 10 orang bersaudara. Mereka terdiri dari sembilan laki-laki dan satu perempuan. Orang tua mereka telah meninggal. Anak tertua bernama Kukuban dan si bungsu bernama Siti Rasani.
Mereka diasuh oleh paman mereka, Datuk Limbatang. Lelaki itu mempunyai seorang putra bernama Giran. Ketika dewasa, Giran dan Sani saling jatuh cinta. Kedua keluarga pun menyambut hubungan mereka dengan kegembiraan.
Seusai panen, warga kampung melangsungkan perayaan adat berupa silat. Semua bersemangat mengikuti, termasuk Kukuban dan Giran. Kukuban berhasil mengalahkan lawan-lawannya. Demikian pula dengan Giran.
Keduanya bertemu pada pertandingan penentuan. Kukuban dan Giran sama-sama kuat. Kukuban menyerang Giran, tetapi tendangannya dapat ditangkis oleh Giran. Kukuban berteriak kesakitan. Ternyata, kaki Kukuban patah. Ia dinyatakan kalah dalam pertarungan. Kukuban pun dendam pada Giran.
Datuk Limbatang ingin membicarakan kelanjutan hubungan Sani dan Giran. Di luar dugaan, Kukuban menentang hubungan itu. Sani dan Giran sangat sedih. Esoknya, mereka pun bertemu di tepi sungai untuk membicarakan nasib hubungan mereka.
Tiba-tiba, kain yang dikenakan Sani tersangkut di ranting berduri dan melukai kakinya. Giran mengobati luka Sani. Ternyata, Kukuban telah memanggil warga untuk mengintai mereka. Melihat ulah Giran, warga berprasangka buruk.
Sani dan Giran diadili. Mereka dianggap telah melakukan perbuatan yang melanggar etika adat. Sidang adat memutuskan Sani dan Giran bersalah. Mereka diberi hukuman harus dibuang ke kawah Gunung Tinjau agar tidak membawa malapetaka.
Tiba di puncak Gunung Tinjau, Giran dan Sani berdoa, "Ya Tuhan, jika kami tidak bersalah, izinkanlah gunung ini. Berilah pelajaran pada mereka." Lalu, keduanya meloncat ke dalam kawah yang sangat panas.
Tak lama kemudian, terjadilah letusan dahsyat. Gempa hebat terjadi, menghancurkan Gunung Tinjau dan pemukiman penduduk. Letusan gunung menyebabkan terjadinya sebuah kawah. Semakin lama kawah itu menyerupai sebuah danau, yang kemudian diberi nama Danau Maninjau.
Pesan moral: Kita tidak boleh menyimpan dendam dan berprasangka buruk terhadap orang lain.
4. Anak yang Berbakti
Dongeng yang berjudul Anak yang Berbakti ini mengutip dari buku Kumpulan Dongeng Anak karya Teguh Setiawan.
Zaman dahulu, di sebuah desa, ada seorang anak bernama Tono. Ayahnya orang miskin. Setiap hari, ia pergi bersama Ayahnya ke hutan untuk memotong kayu, mengeringkan kayu tersebut, dan menjualnya ke pasar. Pada suatu hari, ia dan Ayahnya pergi ke sebuah hutan yang jauh dan belum pernah mereka kunjungi sebelumnya.
"Apa kau sudah pernah ke sini, Ton?" tanya Ayah kepada Tono ketika mereka berada dalam perjalanan.
"Belum, Yah," jawab Tono.
Lalu mereka pun terus melakukan perjalanan hingga masuk sampai ke tengah hutan itu. Di sana, Ayahnya memotong kayu di satu tempat, sedangkan Tono memotong di tempat lain.
Setiap kali selesai memotong, Tono selalu memanggil Ayahnya untuk memastikan apakah Ayahnya ada atau tidak.
"Ayah!" panggil Tono.
"Ya, Ayah di sini," jawab Ayah dengan suara keras. Itu berarti bahwa Ayahnya masih berada dekat dengannya.
Menjelang siang hari, Ayah Tono merasa haus. Ia ingin keluar dari hutan itu untuk mencari air minum. Lalu ia menancapkan kapak yang biasa digunakan untuk memotong kayu di tanah, sambil berkata, "Aku pergi mencari air minum, kalau anakku memanggil, jawab saja, 'Ya, Ayah di sini.'"
Ayah Tono pun pergi mencari air. Ketika Tono memanggil, kapak itu menjawab seperti yang diperintahkan oleh ayah Tono. Hal itu terus berlangsung setiap kali Tono memanggil Ayahnya.
Sementara itu, di tempat lain, Ayah Tono sedang tersesat di tengah hutan sehingga ia tidak dapat kembali ke tempat semula. Namun, ia berpikir kalau anaknya, Tono, sudah kembali ke rumah.
Ketika langit mulai gelap, Tono pergi ke tempat Ayahnya berada. Ia berpikir bahwa ayahnya masih ada. Namun, betapa terkejutnya ia ketika melihat Ayahnya sudah tidak ada. Yang ada hanya sebuah kapak. Ia tahu bahwa kapak itulah yang selama ini menjawab panggilannya.
Ia pun menangis sambil memanggil-manggil Ayahnya. Setiap kali ia memanggil Ayahnya, kapak itu pun menjawab panggilan seperti biasanya. Betapa marahnya Tono ketika itu, lalu dicabutnya kapak itu dan dibuangnya jauh-jauh. Ia terus menangis dan berjalan menyusuri hutan sambil memanggil-manggil Ayahnya. Akhirnya, Tono berhasil keluar dari dalam hutan yang luas itu.
Sementara malam semakin gelap, Tono terus berjalan, tetapi ia tidak tahu ke mana arahnya. Akhirnya, ia sampai di sebuah desa terpencil, dekat sebuah sungai. Di sanalah kemudian ia tertidur sampai pagi karena lelahnya.
Ketika bangun, perut Tono terasa lapar sekali. Namun, percuma saja, saat itu tidak ada makanan yang dapat dimakan. Lalu ia berjalan menuju sungai yang berada di dekat desa itu. Di sana, ia bermain-main lumpur sungai dan membentuknya menjadi patung sapi sebanyak sepuluh ekor, lalu ia berdoa kepada Allah agar patung-patung itu bisa dihidupkan.
Ternyata doa Tono dikabulkan, patung-patung sapi itu bisa hidup seperti sapi-sapi pada umumnya. Kemudian ia menggembalakan sapi-sapi itu dan pada waktu sore hari, ia membawa sapi itu ke desa untuk dimasukkan ke dalam kandang dan diperah susunya untuk diminum. Demikianlah pekerjaan Tono setiap hari, menggembala sapi dan mengambil susunya untuk diminum. Sementara pada malam harinya, ia membuat api unggun di sekitar tempat tidurnya agar binatang buas tidak berani mendekati sapi-sapinya.
Selain menggembala, Tono juga sudah mulai berladang. Ia menanam biji jagung, lalu menyiramnya hingga tumbuh menjadi besar. Dari susu sapi dan jagung itulah Tono dapat bertahan hidup. Bahkan, sekarang Tono sudah mulai memelihara burung. Burung-burung itu ia beri makan dari jagung hasil tanamannya.
Suatu hari, burung-burung itu dikumpulkan. Ada burung merpati, elang, hud-hud, dan lain-lain. Lalu ia berkata kepada mereka, "Hai burung-burung sahabatku, aku hidup sendirian, jauh dari orang tua. Dapatkah kalian membantuku, memberitahukan kepada ayahku bahwa aku berada di sini?"
"Aku akan mengatakan, gak, gak, gak," kata burung gagak itu.
Lalu Tono menanyakan hal yang sama pada burung hud-hud dan burung itu pun menjawab, "Aku akan mengatakan, hud, hud, hud..."
Kemudian ia bertanya lagi pada burung rajawali dan burung itu pun menjawab, "Ssssrruj, sssrruj..."
Akhirnya, ia bertanya pada burung merpati.
Burung merpati itu pun bernyanyi yang isinya berbunyi, "Jika Ayahmu masih hidup dan ada di tempat yang aku ketahui, aku akan datang dan membawamu kepadanya."
Tono senang sekali mendengar jawaban burung itu, lalu ia bertanya, "Wahai burung merpati, aku akan berserah diri pada Allah, kabarkan kepadaku jika kau tahu tentang Ayahku."
Burung merpati pun terbang dan terus terbang hingga tiba di sebuah desa, di tempat Ayah Tono tinggal. Hari itu adalah hari Jumat, tepat waktu salat Jumat. Burung merpati itu pun hinggap di pintu masjid, kemudian bernyanyi seperti yang ia lakukan di hadapan Tono.
Saat itu, Ayah Tono sedang salat Jumat di masjid itu. Ketika keluar dari masjid, ia mendengar ada suara nyanyian burung merpati. Setelah ia memahami isi nyanyian dari burung itu, ia pun berkata dengan gembira, "Hai burung merpati, bawalah aku ke tempat anakku berada."
"Aku akan terbang, silakan bapak berjalan mengikuti di belakangku," ajak burung merpati itu. Maka terbanglah burung itu dan Ayah Tono mengikutinya dari belakang sampai di desa tempat Tono tinggal.
Di sanalah Tono bertemu dengan Ayahnya. Betapa senangnya hati Tono, begitu juga ayahnya. Kemudian mereka kembali ke desa asalnya, membawa binatang ternaknya. Sebagai tanda terima kasih Tono kepada burung merpati itu, ia tinggalkan ladang jagungnya untuk burung merpati dan burung-burung yang lainnya.
Pesan moral: Anak yang berbakti akan selalu mendapat pertolongan dan perlindungan dalam hidupnya.
5. Cerita yang Tiada Akhirnya
Cerita dongeng Cerita yang Tiada Akhirnya ini diambil dari buku Kumpulan Dongeng Anak oleh Teguh Setiawan.
Dahulu kala, ada seorang raja yang suka sekali mendengarkan cerita. Oleh karena itu, banyak tukang cerita dari berbagai negeri yang jauh datang kepadanya untuk membawakan sebuah cerita. Sebagai imbalannya, orang yang berhasil membawakan cerita kepadanya diberi hadiah berupa emas, pakaian, dan uang.
Pada suatu hari, sang Raja menyampaikan sebuah berita bahwa jika ada seorang tukang cerita yang dapat membawakan sebuah cerita yang tak ada akhirnya, ia akan dikawinkan dengan putrinya. Namun sebaliknya, jika cerita yang dibawakan oleh si tukang cerita itu ada akhirnya, ia akan dimasukkan ke dalam penjara.
Para tukang cerita pun bertanya-tanya, apa ada cerita yang tak ada akhirnya? Semua cerita pasti ada akhirnya. Karena itu, banyak di antara mereka yang mengundurkan diri untuk ikut serta dalam sayembara tersebut.
Pada suatu hari, datanglah seorang tukang cerita ke hadapan sang Raja. Ia berkata, "Oh, Yang Mulia, bolehkah hamba menceritakan sesuatu yang tak ada pada akhirnya?"
"Oh, tentu saja, ceritakanlah!" perintah Raja. Lalu, orang itu pun bercerita sepanjang hari. Namun, karena tidak ada ide lagi yang dapat diceritakan, ia pun berhenti di tengah jalan, dan sebagai hukumannya ia dimasukkan ke dalam penjara.
Beberapa hari kemudian, datang lagi seorang tukang cerita. "Oh, Baginda. Aku punya cerita yang tak ada akhirnya," kata si tukang cerita itu dengan sombongnya.
"Apa kau benar-benar yakin kalau ceritamu itu tidak ada akhirnya? Awas, kalau tidak, akan kumasukkan kau ke dalam penjara seperti temanmu itu."
"O, tentu, tentu..." jawab si tukang cerita itu. Kemudian ia duduk dan mulai bercerita. Namun, setelah satu minggu bercerita, ia pun kehabisan bahan. Oleh karena itu, ia juga dimasukkan ke dalam penjara.
Setelah beberapa hari, datang pula tukang cerita yang lain, dan berkata kepada sang Raja, "Izinkanlah hamba untuk menceritakan sesuatu yang tak ada pada akhirnya."
"Baiklah, aku akan mendengarkan ceritamu. Tapi jika gagal, kau akan kumasukkan ke dalam penjara seperti orang-orang yang datang sebelumnya," jawab sang Raja.
Si tukang cerita itu pun mulai bercerita. Hari ke hari ia lewati, minggu ke minggu lalu. Namun, di penghujung bulan pertama, ia berhenti bercerita. Entah apa alasannya. Lalu dimasukkanlah ia ke dalam penjara.
Setelah itu, ada lagi tukang cerita yang lain. Ia berhasil bercerita sampai enam bulan namun berhenti. Ada juga yang mampu bercerita sampai satu tahun, tetapi berhenti juga. Semuanya dimasukkan ke dalam penjara. Begitulah seterusnya, hingga tidak ada lagi tukang cerita yang datang untuk mengikuti sayembara itu.
Pada suatu hari, ketika sedang duduk-duduk di istana, sang Raja mendengar kabar dari pengawal istana bahwa ada seorang petani yang ingin masuk ke dalam istana. Meski sudah dilarang, petani tersebut tetap bersikeras untuk masuk. Akhirnya, sang Raja menyuruh pengawalnya untuk membawa masuk petani itu.
"Aku punya cerita yang Baginda inginkan," kata petani itu.
"Hai petani miskin, apa kau sudah siap menanggung akibatnya? Jika cerita yang kau bawakan itu ada akhirnya, akan kumasukkan kau ke penjara seumur hidup," ucap sang Raja.
"Ya," jawab petani itu sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, pertanda ia setuju dengan syarat-syarat yang diberikan oleh sang Raja tadi, lalu ia pun mulai bercerita.
"Pada zaman dahulu kala, ada seorang raja yang zalim. Ia suka mengambil penghasilan rakyatnya dan menghukum rakyat tanpa sebab yang jelas. Raja itu pun membangun sebuah gudang yang sangat besar dan luas, melebihi besar dan luasnya kota. Gudang itu ia gunakan untuk menyimpan hasil tanaman yang ia ambil dari rakyatnya. Karena takut isi gudang dicuri orang, tak ada satupun pintu atau jendela yang ia buat untuk dapat masuk ke dalamnya, kecuali sebuah lubang yang sangat kecil, yang hanya bisa dilalui oleh seekor lebah. Pada suatu hari, secara tidak diduga-duga, gudang itu diserang oleh jutaan lebah sehingga permukaannya tertutup. Lebah-lebah itu keluar masuk gudang, mengambil hasil tanaman yang ada di dalamnya. Karena lubangnya hanya cukup untuk satu lebah, maka masing-masing lebah bergantian mengambil hasil tanaman itu. Setiap ekor lebah mengambil satu biji gandum, kemudian keluar. Lalu masuk lagi yang lain dan keluar lagi. Antreannya pun memakan waktu yang lama."
Setiap kali seekor lebah masuk, petani itu mengucapkan kata-kata, "Seekor lebah masuk mengambil satu biji gandum, lalu keluar lagi, dan masuk lagi yang lain, lalu keluar lagi..." sehingga sang Raja bosan mendengar kata-kata itu.
"Lalu bagaimana kelanjutan dari cerita itu?" tanya sang Raja.
"Sabar Baginda, hamba belum bisa meneruskan kelanjutan dari cerita itu sebelum hamba habis menghitung lebah-lebah ini karena jumlahnya sangat banyak," jawab petani itu sambil terus mengulang kata-kata, "Seekor lebah masuk, membawa biji gandum, kemudian keluar lagi, lalu masuk lagi yang lain, dan keluar lagi..." Setiap kali sang Raja menanyakan bagaimana kelanjutan dari cerita itu, petani pun menjawab, "Sabar Baginda, Allah bersama orang-orang yang sabar."
Akhirnya, sang Raja pun lelah mendengarkan cerita yang kata-katanya itu saja, seekor lebah masuk, membawa biji gandum, kemudian keluar lagi, lalu masuk lagi yang lain, dan keluar lagi. Lalu ia berkata kepada petani itu, "Cukup, cukup, tak usah kau teruskan lagi cerita itu. Kalau begitu terus tidak ada akhirnya."
"Benar, Yang Mulia, cerita ini memang tidak ada akhirnya," jawab si petani itu dengan tenang.
Sang Raja itu pun mengakui kehebatan si petani yang bisa membawakan sebuah cerita yang tak ada akhirnya, lalu ia pun dinikahkan dengan putrinya. Setelah menikah dengan sang putri Raja, semua pencerita yang dipenjara oleh sang Raja dibebaskan oleh si petani itu. Setelah sang Raja wafat, si petani itu pun dinobatkan menjadi seorang raja dan hidup bersama istrinya dengan bahagia.
Pesan moral: Kesabaran dan ketekunan akan membawa keberhasilan dan penghargaan dalam hidup.
6. Kisah Si Raja Tidur
Cerita ini menilik dari buku 101 Dongeng Sebelum Tidur karya Redy Kuswanto.
Raja dan Permaisuri di Tanah Renjang mempunyai seorang putri yang bernama Putri Serindu. Raja dan Permaisuri menginginkan putrinya segera menikah. Namun, sang Putri hanya ingin menikah dengan si Raja Tidur.
Akhirnya, sang Raja mengadakan sayembara untuk mencari si Raja Tidur. Banyak orang yang mengikuti sayembara itu, termasuk seorang pemuda desa bernama Lumang. Ia pemuda yatim piatu. Pekerjaannya membuat bubu (alat penangkap ikan yang terbuat dari anyaman bambu) dan dijual ke pasar.
Lumang membuat bubu sambil mengikuti sayembara. Ia telah menyiapkan semua perlengkapan. Ketika lomba dimulai, semua peserta mulai memejamkan mata. Namun, Lumang justru membuat bubu.
Ketika semua peserta sudah tidur pulas, bubunya belum selesai juga. Ia baru bisa menyelesaikannya saat subuh. Setelah itu, Lumang tak langsung tidur. Ia membereskan sisa-sisa pekerjaannya. Saat pekerjaannya selesai, kantuknya tak tertahankan lagi.
Putri Serindu berkeliling untuk menilai semua peserta. Ia melihat bubu yang indah. Putri Serindu pun terpesona. Ia juga sempat melihat perlengkapan membuat bubu milik Lumang. Putri Serindu yakin pemuda ini membuat bubu sebelum tidur.
Tentu, pemuda itu kelelahan dan bisa tidur nyenyak. Ia pemuda yang rajin, pikir Putri Serindu. Ia pun bahagia menemukan tambatan hatinya. Sang Raja menikahkan Putri Serindu dan Lumang. Mereka pun hidup bahagia.
Pesan moral: Ketekunan dan kerja keras akan membuahkan hasil yang baik dan mengantarkan kebahagiaan.
7. Asal Muasal Raja Negeri Jambi
Dikutip dari sumber yang sama, yaitu buku 101 Dongeng Sebelum Tidur oleh Redy Kuswanto, simak cerita dongeng Asal Muasal Raja Negeri Jambi.
Pada zaman dahulu, Jambi terdiri dari lima desa, yaitu Desa Tujuh Koto, Sembilan Koto, Petajin, Muaro Sebo, dan Batin Duo Belas. Kelima desa itu membutuhkan seorang raja yang mampu memimpin dan mempersatukan semua desa.
Para sesepuh dari setiap desa bermusyawarah. Mereka menentukan syarat raja yang akan dipilih. Setiap calon raja harus diuji melalui empat ujian, yakni dibakar, direndam di dalam air mendidih, dijadikan peluru meriam, dan digiling dengan kilang besi.
Siapa pun yang berhasil, dialah yang berhak menjadi raja. Waktu ujian pun tiba. Setiap desa mempersiapkan wakilnya masing-masing. Utusan dari Desa Tujuh Koto mulai diuji. Namun, pada ujian terakhir, tulang-tulangnya hancur. Utusan desa-desa berikutnya, semua berhasil pada ujian ketiga, tetapi gagal pada ujian keempat.
Para sesepuh dari kelima desa itu kembali mengadakan musyawarah. "Kita cari calon raja dari luar daerah saja," ucap seorang sesepuh. Semuanya setuju dan bertekad untuk mengarungi samudra di ujung Pulau Sumatera.
Lalu, mereka tiba di Negeri Keling di India. Mereka bertemu dengan seseorang yang terkenal memiliki kesaktian yang tinggi. Setelah dicapai kesepakatan, rombongan itu segera membawa calon raja pulang ke Jambi.
Seperti calon-calon raja sebelumnya, orang Keling itu menjalani ujian. Semua berhasil dilalui dengan mulus. Pada ujian terakhir, semua mata dibuatnya terbelalak. Kilang besi besar yang menindas tubuhnya justru hancur berkeping-keping.
Para sesepuh dan penduduk setuju orang Keling itu menjadi raja mereka. Beberapa bulan kemudian, berdirilah sebuah istana yang indah. Orang Keling dari India itu pun dinobatkan menjadi Raja Jambi.
Pesan moral: Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menghadapi berbagai ujian.
8. Dua Gadis dan Ibu Kucing
Cerita Dua Gadis dan Ibu Kucing dilansir dari buku 101 Dongeng Sebelum Tidur karya Redy Kuswanto.
Dahulu, hidup kakak beradik yang cantik jelita bernama Sulung dan Bungsu. Tidak seorang pun tahu, ibu mereka adalah seekor kucing. Padahal, banyak pemuda yang tertarik dengan mereka.
Suatu hari, datang dua pemuda yang ingin meminang Sulung dan Bungsu. Sebelum menikah, Sulung dan Bungsu menyuruh mereka untuk meminta restu kepada ibunya. Kedua gadis itu kemudian memanggil ibu mereka yang sejak tadi belum menemui dua pemuda itu.
Betapa terkejutnya kedua pemuda itu ketika yang muncul adalah seekor kucing. Mereka tidak bisa menerima ibu Sulung dan Bungsu yang ternyata seekor kucing.
Akhirnya, mereka membatalkan lamaran. Mereka tidak mau memiliki ibu mertua seekor kucing. Sulung dan Bungsu begitu malu dan kecewa. Mereka menyesal memiliki ibu seekor kucing. Akhirnya, mereka berpikir untuk mencari ibu baru yang lebih pantas.
"Maukah kau menjadi ibu kami?" pinta mereka pada Matahari. Namun, Matahari menolak. Matahari tidak sehebat yang mereka kira. Matahari akan terhalang saat awan datang. Maka, Sulung dan Bungsu pun menemui awan. Mereka berharap awan mau menjadi ibu mereka. "Aku tidak bisa menjadi ibu kalian," tolak Awan. Ia akan terhempas ke gunung jika angin datang. Lalu, gunung akan menghalanginya.
Akhirnya, Sulung dan Bungsu pergi mencari Gunung. Ternyata, Gunung pun menolak. Meskipun Gunung bertubuh besar, di tubuhnya banyak lubang. Tikuslah yang melubanginya.
Sulung dan Bungsu akhirnya pergi mencari rumah Tikus. Mereka masih tetap berharap dapat menemukan seorang ibu yang hebat untuk mereka. Mereka berhasil menemukan Tikus. Tetapi, Tikus pun ternyata menolak. "Aku saja bisa dimakan kucing," ucap Tikus. Tikus yang mereka anggap kuat, ternyata takut pada seekor kucing.
Setelah itu barulah Sulung dan Bungsu sadar. Ternyata ibu merekalah yang paling hebat. Mereka sangat bersalah pada sang ibu. Sulung dan Bungsu sadar, lalu menyayangi ibunya untuk selama-lamanya.
Pesan moral: Kita seharusnya menghormati dan menyayangi orang tua kita apa pun kondisinya.
9. Abdullah dan Keempat Sahabatnya
Dongeng Abdullah dan Keempat Sahabatnya menilik dari buku Kumpulan Dongeng Anak tulisan Teguh Setiawan.
Dahulu, ada seorang anak namanya Abdullah. Anak ini seorang yatim dan miskin. Pada suatu hari, ia keluar dari rumahnya untuk mencari pekerjaan, lalu ia bertemu dengan seekor keledai. Suaranya lemah sekali.
"Hai keledai, tampaknya kau sedang ada masalah?" tanya Abdullah.
"Majikanku sudah tidak mau mempekerjakan aku lagi. Katanya aku sudah tua dan akan mati," jawab keledai itu.
"Kalau begitu marilah ikut bersamaku, kita berserah diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Semoga Allah membantu kita. Aku akan membawamu ke hutan dan menghadiahkan rumput hijau yang segar," ucap Abdullah, lalu ia pergi bersama keledai itu.
Perjalanan Abdullah jauh sekali. Dalam perjalanan ia bertemu dengan seekor anjing yang sedang kehausan. "Hai anjing, sepertinya kau sedang sedih," tanya Abdullah.
"Ya, dulu ketika aku masih muda, majikanku suka sekali kepadaku, aku disuruh menjaga rumah dan ternak. Tapi sekarang, setelah aku tua, ia tidak menginginkanku lagi," jawab anjing itu.
"Oh, kalau begitu, jangan sedih sahabatku. Mari ikut bersamaku. Kita berserah diri kepada Allah, aku akan pergi ke hutan dan mencarikanmu sesuatu yang dapat kau makan," ajak Abdullah.
Lalu Abdullah pun berjalan bersama dan memelihara anjing itu. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seekor kucing tua.
"Mengapa kamu menangis, hai kucing tua?" tanya Abdullah kepada kucing tua itu.
"Dulu, aku tinggal di sebuah rumah, memburu tikus-tikus yang ada di dalam rumah itu dan membasmi serangga. Sekarang, setelah aku tua, majikanku mengusirku, tidak ada lagi yang dapat aku makan," jawab kucing itu.
"Hai kucing tua, marilah ikut bersama kami. Kita berserah diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, semoga Allah membantu kita semua. Aku akan ke hutan, mencarikan kau sesuatu yang bisa kau makan," ajak Abdullah.
Abdullah, anjing, dan kucing pun berjalan bersama-sama. Dalam perjalanan, mereka bertemu dengan seekor ayam yang sedang kebingungan.
"Hai ayam, mengapa kau gelisah?" tanya Abdullah.
"Aduh gawat, sahabatku. Kudengar, kalau ayam sepertiku sudah gemuk, majikannya akan segera memotong dan memakanku. Betulkah begitu? Lalu bagaimana dengan nasibku?" kata ayam betina itu.
"O, itu yang menyebabkanmu gelisah. Kalau begitu, ikutlah bersama kami. Kita berserah diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Semoga Allah menolong kita. Apakah kau mau ikut? Kami akan pergi ke hutan. Di sana, kau bisa hidup dengan aman," ujar Abdullah kepada ayam itu.
Lalu ayam betina itu pun ikut dalam rombongan Abdullah. Mereka terus melanjutkan perjalanan menuju ke hutan. Akan tetapi, mereka berhenti di tengah perjalanan karena malam sudah tiba. Mereka sepakat untuk menginap di suatu tempat sampai tibanya waktu pagi.
Suatu saat, ketika mereka hendak tidur, anjing mendengar ada sebuah suara yang muncul dari dalam hutan, lalu ia katakan hal itu kepada Abdullah. Kemudian Abdullah menyuruh kucing untuk naik ke atas pohon melihat keadaan di dalam hutan itu. Ketika turun, ia berkata kepada teman-temannya, "Hai, teman-teman. Aku melihat ada sebuah rumah di hutan. Rumah itu bercahaya dan ada suara di dalamnya."
Ayam merekomendasikan untuk segera mengunjungi rumah itu. Setelah dirembukkan, akhirnya mereka pun berangkat menuju rumah itu. Ketika berada di dekat rumah itu, mereka melihat ada cahaya yang masuk dari jendela, tetapi mereka tidak dapat melihat apa yang ada di dalamnya.
Anjing mengusulkan untuk naik ke atas punggung keledai agar dapat melihat bagian dalam rumah melalui jendela, tetapi tidak sampai. Kemudian, kucing mengusulkan untuk naik ke punggung anjing agar bisa lebih tinggi, tetapi masih belum sampai juga. Lalu ayam mengusulkan untuk naik ke punggung kucing. Akhirnya, terlihat juga apa yang ada di dalam rumah itu.
"Aku melihat ada sekelompok orang sedang membagi-bagikan emas," kata ayam.
"Mungkin mereka pencuri emas yang sedang membagi-bagikan hasil curiannya. Sebaiknya kita coba mengambil emas itu. Aku hitung sampai tiga, setelah itu kita teriak bersama-sama dengan suara yang keras!" perintah Abdullah, kemudian ia memberikan aba-aba untuk berteriak.
Ketika mendengar suara yang keras itu, para pencuri itu pun kabur meninggalkan emas hasil curiannya. Abdullah dan para sahabatnya gembira sekali. Namun, beberapa saat kemudian, datang lagi salah seorang dari pencuri itu, tampaknya ia ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di rumah itu.
Abdullah dan para sahabat pun tidak kehilangan akal. Mereka mematikan lampu tempel yang ada di rumah itu, lalu bergerak menuju ke tempat mereka masing-masing sesuai dengan rencana.
Dalam keadaan gelap seperti itu, si pencuri tidak dapat melihat apa pun. Oleh karena itu, kucing ditempatkan di depan pintu rumah. Jika pencuri itu menginjaknya, ia akan berteriak dan menggigit kaki si pencuri itu. Anjing ditempatkan di belakang pintu.
Jika kucing berteriak, ia melompat ke punggung pencuri itu dan menggigitnya. Sementara itu, keledai dan ayam ditempatkan di luar rumah. Jika si pencuri lari ke luar rumah, keledai harus menendangnya, dan ayam menjerit sekuat-kuatnya agar pencuri itu takut.
Ketika pencuri itu masuk, mereka pun melakukan aksinya. Kucing sengaja menyodorkan ekornya ke arah kaki pencuri itu agar terinjak. Karena gelapnya, si pencuri pun tidak bisa memilih-milih jalan untuk tidak menginjak ekor kucing itu, maka terinjaklah ekor kucing itu.
Pada saat ekornya terinjak, kucing berteriak sekuat tenaga dan menggigit kaki si pencuri itu. Karena sakitnya, pencuri itu membungkuk, memegangi kakinya. Pada saat itulah, anjing beraksi melompat ke punggung pencuri itu dan menggigitnya.
Pencuri itu kesakitan dan lari ke luar rumah sambil memegangi kaki dan punggungnya. Dalam keadaan terseok-seok, keledai berlari ke arahnya dan menendang perutnya. Dalam waktu yang bersamaan, ayam berteriak sekuat-kuatnya hingga pencuri semakin ketakutan dan lari terbirit-birit.
"Rumah itu banyak orangnya, yang satu menusuk kakiku, yang satu lagi menusuk punggungku, yang lain menendang perutku," cerita pencuri itu sambil terengah-engah. Mendengar cerita temannya, pencuri yang lain pun segera melarikan diri ke luar hutan.
Dari emas yang didapat itu, Abdullah membeli rumah yang bagus dan hidup bersama para sahabatnya dengan bahagia.
Pesan moral: Persahabatan dan kerja sama bisa membantu mengatasi kesulitan dan mencapai kebahagiaan.
10. Dongeng Keong Mas Singkat
Cerita dongeng berjudul Keong Mas ini dirangkum dari buku Dongeng Mini Nusantara Keong Mas, penerbit Bhuana Ilmu Populer.
Dahulu kala di Kerajaan Daha, ada dua putri bernama Galuh Ajeng dan Candra Kirana. Galuh Ajeng iri pada Candra Kirana yang bertunangan dengan Pangeran Inu Kertapati.
Disuruhnya nenek sihir jahat untuk mengutuk saudaranya menjadi keong mas.
Suatu hari, seorang nenek tua mencari ikan di sungai. Bukannya ikan yang ditangkap, justru seekor keong mas yang didapat. Keong mas itu lantas dibawa pulang dan dipelihara dengan aman.
Esok harinya si nenek mencari ikan lagi. Nasib baik belum datang, si nenek pulang ke rumah dalam keadaan lapar. Namun alangkah terkejutnya ia ketika melihat banyak makanan telah tersedia di meja makan.
Berkali-kali keajaiban ini terjadi. Hingga suatu saat si nenek berpura-pura pergi, lalu ia kembali dan mengintip. Ternyata, keong mas yang didapatkan itu berubah wujud menjadi seorang putri yang cantik.
Di sisi lain, Pangeran Inu Kertapati bingung karena tunangannya telah hilang. Ia lantas menyamar menjadi seorang rakyat jelata untuk mencari Putri Candra Kirana. Kakek Sakti kemudian memberitahu sang pangeran bahwa sang putri berada di Desa Dadapan.
Pangeran Inu Kertapati akhirnya berhasil menemukan sang pujaan hati. Begitu mereka bertemu, kekuatan sihir pun hilang. Pangeran lantas memboyong Putri Candra Kirana ke istana dan mereka hidup bahagia selamanya.
Pesan moral: Kejujuran dan kesetiaan hati akan selalu mengalahkan tipu daya dan iri hati.
Itulah berbagai cerita dongeng pada zaman dahulu kala yang kaya pesan moral untuk diceritakan sebelum Si Kecil tidur.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ndf/fir)TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT
Parenting
Mengenal Dongeng Sage yang Bisa Bunda Ceritakan pada Anak
Parenting
Bacakan Dongeng Bikin Anak jadi Pemalas, Benarkah Bunda?
Parenting
5 Jenis Dongeng Anak Indonesia Terfavorit, Yuk Kenali Apa Saja
Parenting
Bunda Ngantuk Berat tapi Anak Minta Dibacakan Dongeng, Harus Bagaimana?
Parenting
Bingung Kenapa Anak Suka Dibacakan Dongeng yang Sama Sebelum Tidur, Bunda?
9 Foto
Parenting
9 Potret Keseruan Anak-anak Lombok saat Mendengarkan Dongeng
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda
17 Pantun Hari Anak Nasional yang Penuh Makna & Lucu, Bisa Dibagikan sebagai Ucapan
5 Contoh Cerpen Bahasa Indonesia Singkat untuk Pelajaran Sekolah
10 Cerita Pendek untuk Anak TK Beragam Tema yang Menarik & Kaya Pesan Moral