Jakarta -
Pengguna
media sosial bisa dari segala umur, termasuk yang usianya masih di bawah 13 tahun. Inilah yang enggak jarang bikin banyak orang tua khawatir, sebenarnya si anak sudah siap belum sih bermain media sosial.
Seorang ibu bernama Jackie Goldschneider berbagi cerita ketika ia berbalas komentar dengan teman sekelas anaknya yang masih SD. Awalnya, Goldschneider memposting foto saat dia keluar malam. Betapa terkejutnya Goldschneider ketika tahu si netizen adalah teman sekolah putranya.
"Saya begitu ngeri karena telah berbicara dengan seorang anak lelaki tentang malam liar saya. Di situlah saya bertanya-tanya berapa usia termuda untuk memiliki akun media sosial?" katanya, dikutip dari
North Jersey.Goldschneider juga bertanya-tanya bagaimana orang tua bisa menilai apakah anak mereka sudah siap bermain media sosial. Lalu, bagaimana caranya agar orang tua bisa membuat anaknya bertanggung jawab ketika bermain media sosial. Hmm, Bunda juga punya pertanyaan serupa dengan Goldschneider?
Nah, psikolog remaja, Dr.Anne Rothenberg menyarankan agar orang tua menunda anaknya selama mungkin untuk memiliki akun media sosial. Begitu orang tua mengizinkan anak memiliki akun media sosial sendiri, ada cara untuk mempersiapkan mereka agar lebih bijak dan bertanggungjawab ketika ber-medsos.
Rothenberg mengatakan, beberapa media sosial seperti
Instagram, mengharuskan penggunanya berusia minimal 13 tahun. Tapi kenyataannya, anak-anak yang usianya lebih kecil sudah punya akun
Instagram sendiri.
 Ilustrasi anak main medsos/ Foto: Thinkstock |
"Di bawah usia 12 tahun, ada banyak alasan mengapa seorang anak tidak boleh memiliki akun
medsos sendiri. Salah satunya, anak-anak umumnya belum memiliki kontrol impuls untuk memantau apa yang mereka 'pajang' di media sosial. Lalu mereka belum punya kemampuan untuk mencerminkan apa yang mereka lihat dan belum memiliki kedewasaan untuk menangani negativitas yang mungkin dihadapi," papar Rothenberg.
Misalnya, Bun, anak-anak suka mengatakan hal-hal tanpa berpikir lebih dulu. Makanya, enggak jarang anak mengunggah sesuatu yang bisa saja tak pantas. Untuk itu, Rothenberg menyarankan orang tua mempertimbangkan sejumlah faktor ketika menilai apakah anak sudah siap memilki akun medsos sendiri.
"Yang utama, orang tua harus mem-
follow akun anak mereka dan teman anak mereka. Pastikan juga anak paham betul untuk tidak berbagi hal yang privasi di media sosial. Ingatkan pula anak untuk tak sembarangan mengunggah konten karena apa yang diunggah di medsos bersifat 'abadi'," tambahnya.
Tak kalah penting, ajari anak bagaimana merespons kekecewaannya. Ya, karena segala hal di medsos bisa saja bikin seseorang kecewa. Jika anak kesal, minta mereka mengutarakan perasaannya kepada Bunda atau orang sekitar, jangan justru curhat di medsos karena bisa memperkeruh keadaan. Ajari juga anak tak bereaksi berlebihan ketika ada sesuatu yang enggak mengenakkan mereka dapatkan di medsos.
"Intinya pengawasan orang tua penting. Selalu berikan pendampingan pada anak dan jadilah teman anak yang mengasyikkan di medsos. Sehingga, anak tidak merasa seperti Anda adalah satpam, tapi temannya," tutur Rothenberg.
Beberapa waktu lalu, Anna Surti Ariani, psikolog anak dan remaja dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologo Universitas Indonesia, mengatakan, ketika terpapar informasi-informasi negatif termasuk di medsos, otak anak akan bekerja dan menyimpan info tersebut.
"Nah, suatu saat
otak akan me-recall memori-memori negatif itu. Ini bisa berdampak negatif pada tumbuh kembang anak. Bayangkan, di saat anak belum memiliki filter yang baik mereka harus menerima informasi-informasi yang sifatnya radikal. Jika suatu saat anak dihadapkan oleh masalah, data inilah yang diambil untuk pemecahan masalah," kata wanita yang karib disapa Nina ini.
[Gambas:Video 20detik]
(rdn/rdn)