Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

trending

Isi RUU Ketahanan Keluarga: Kewajiban Istri hingga Larangan Sewa Rahim

Yuni Ayu Amida   |   HaiBunda

Kamis, 20 Feb 2020 06:00 WIB

RUU Ketahanan Keluarga sudah dipublikasi, Bunda. RUU ini mengatur kewajiban istri dan suami, hingga aturan melarang praktik sewa rahim. Simak selengkapnya.
Isi RUU Ketahanan Keluarga: Kewajiban Istri hingga Larangan Sewa Rahim
Poin-poin Rancangan Undang-undang (RUU) Ketahanan Keluarga tengah jadi sorotan. Draf RUU yang telah dipublikasi ini akan segera dibahas di DPR. Perlu Bunda ketahui, RUU tersebut sifatnya masih berupa draf usulan.

"(RUU Ketahanan Keluarga) masih draf. Jadi itu draf diusulkan oleh 5 pengusul. Itu kan diusulkan judul dan naskah akademiknya ketika penyusunan Prolegnas Prioritas 2020 dan itu masuk. Karena sudah disahkan di paripurna (prolegnas prioritas), maka ibarat taksi argonya itu mulai jalan. Tahapan untuk menuju RUU itu sudah bisa dilakukan," kata Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR Achmad Baidowi, dilansir detikcom.

Lima anggota DPR yang mengusulkan RUU tersebut di antaranya Ledia Hanifa (PKS), Sodik Mujahid (Gerindra), Ali Taher (PAN), Netty Prasetyani (PKS), dan Endang Maria Astuti (Golkar). Meski masih berupa draf, poin-poin RUU ini nampaknya menuai pro dan kontra.


Simak juga intimate interview dengan Nuri 'Shaden' dalam video ini, Bunda.

[Gambas:Video Haibunda]



Berikut poin-poin RUU Ketahanan Keluarga, termasuk

Isi RUU Ketahanan Keluarga: Kewajiban Istri hingga Larangan Sewa Rahim/ Foto: ilustrasi/thinkstock

Berikut poin-poin RUU Ketahanan Keluarga, termasuk kewajiban istri dan suami, serta larangan kekerasan seksual, hingga praktik sewa rahim atau surogasi.

1. Donor sperma dan ovum terancam 5 tahun penjara hingga denda mencapai Rp500 juta.

Walaupun untuk keperluan mendapatkan keturunan, seseorang dilarang untuk melakukan donor sperma maupun ovum, Bunda. Ini berlaku untuk yang melakukan secara sukarela maupun komersial.

Pasal 31

(1) Setiap Orang dilarang menjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan secara sukarela, menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan.

(2) Setiap Orang dilarang membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain menjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan.

Pelanggar pasal 31 ini bisa terancam pidana selama lima tahun, hingga denda yang mencapai Rp500 juta.

Pasal 139

Setiap Orang yang dengan sengaja memperjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan secara sukarela, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 140

Setiap Orang yang dengan sengaja membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain menjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

2. Penyimpangan seksual wajib direhabilitasi

Mereka yang melakukan penyimpangan seksual wajib direhabilitasi. Hal ini diatur dalam pasal 85 yang berbunyi:

Badan yang menangani Ketahanan Keluarga wajib melaksanakan penanganan Krisis Keluarga karena penyimpangan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (3) huruf f berupa:

a. rehabilitasi sosial;
b. rehabilitasi psikologis;
c. bimbingan rohani; dan/atau
d. rehabilitasi medis.

Pada pasal 85 ini juga dijelaskan maksud dari tindakan penyimpangan seksual tersebut, di antaranya seperti melakukan sadisme, masokisme, homoseks, lesbian, dan incest. Berikut ini penjelasannya:

Pasal 85
Ayat (1)

Yang adalah dimaksud dorongan dengan "penyimpangan kepuasan seksual" yang ditunjukkan tidak lazim atau dengan cara-cara tidak wajar, meliputi antara lain:

a. Sadisme adalah mendapatkan cara kepuasan seseorang untuk seksual dengan menghukum atau menyakiti lawan jenisnya.

b. Masochisme kebalikan dari sadisme adalah cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual melalui hukuman atau penyiksaan dari lawan jenisnya.

c. Homosex (pria dengan pria) dan lesbian (wanita dengan wanita) merupakan masalah identitas sosial dimana seseorang mencintai atau menyenangi orang lain yang jenis kelaminnya sama.

d. Incest adalah hubungan seksual yang terjadi antara orang yang memiliki hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah, ke atas, atau menyamping, sepersusuan, hubungan semenda, dan hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang untuk kawin.

3. Larangan praktik sewa rahim

Foto: thinkstock

3. Larangan praktik sewa rahim

Ada pula pasal yang mengatur larangan praktik sewa rahim atau surogasi. Hal ini tercantum dalam pasal 32 ayat (1) dan (2), begini bunyinya:

Pasal 32

(1) Setiap Orang dilarang melakukan surogasi untuk memperoleh keturunan.

(2) Setiap Orang dilarang membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain melakukan surogasi untuk memperoleh keturunan.

Perlu Bunda tahu, bagi yang melanggar bisa dikenakan pidana penjara dengan hukuman paling lama 5 tahun, hingga denda mencapai Rp500 juta. Selain itu, yang membujuk juga akan dikenakan hukuman dengan ancaman lebih lama yakni 7 tahun penjara dan denda Rp500 juta.

Pasal 141

Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan surogasi untuk keperluan memperoleh keturunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 142

Setiap Orang yang dengan sengaja membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain agar bersedia melakukan surogasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) untuk memperoleh keturunan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

4. Kewajiban istri dan suami

Kewajiban istri terhadap suami dan juga sebaliknya diatur pula dalam Pasal 25 ayat (2). Dalam pasal ini, suami diwajibkan untuk melindungi keluarga hingga bertanggung jawab menjaga keutuhan keluarga. Begini bunyi selengkapnya:

Pasal 25

(2) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain:

a. sebagai kepala Keluarga yang bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan dan kesejahteraan Keluarga, memberikan keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan bertanggung jawab atas legalitas kependudukan Keluarga;

b. melindungi keluarga dari diskriminasi, kekejaman, kejahatan, penganiayaan, eksploitasi, penyimpangan seksual, dan penelantaran;

c. melindungi diri dan keluarga dari perjudian, pornografi, pergaulan dan seks bebas, serta penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; serta

d. melakukan musyawarah dengan seluruh anggota keluarga dalam menangani permasalahan keluarga.

Pada ayat berikutnya, kewajibab istri juga dipaparkan, yakni mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya, hingga memenuhi hak suami dan anak sesuai norma yang berlaku.

(3) Kewajiban istri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain:

a. wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;

b. menjaga keutuhan keluarga; serta

c. memperlakukan suami dan anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(yun/muf)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda