
trending
FSGI Ungkap 49,36% Guru Setuju Sekolah Tatap Muka Januari 2021, Ini Alasannya
HaiBunda
Jumat, 01 Jan 2021 20:08 WIB

Pandemi COVID-19 membuat segala hal jadi terhambat, termasuk proses belajar mengajar di sekolah. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah membuat kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau belajar online dari rumah.
Hanya saja, kebijakan PJJ ini pun menimbulkan pro dan kontra, Bunda. Melalui rilis yang HaiBunda terima dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), beberapa hal yang memberatkan PJJ di antaranya seperti tidak terbiasanya siswa belajar online, terkendalanya internet seperti jaringan lelet maupun tidak memiliki kuota karena kurang biaya.
Tak hanya itu, banyak siswa merasa terbebani dengan banyaknya tugas yang diberikan guru. Minat dan motivasi belajar siswa pun turun akibat rasa bosan. Stres atau tekanan pada diri siswa bahkan meningkat, yang berakibat adanya peristiwa bunuh diri oleh beberapa peserta didik di tahun 2020 di beberapa daerah di Indonesia.
"Kalaupun ada kebijakan paket internet gratis yang dibagikan oleh Kemendikbud RI, FSGI mengapresiasi langkah tersebut namun fakta dilapangan tidak seluruhnya digunakan oleh siswa dan guru. Hal ini terkendala pada input data handphone siswa oleh operator sekolah ke dapodik karena setiap siswa tidak semuanya memiliki gawai," kata Eka Ilham, Kepala Divisi Litbang FSGI yang juga Ketua Serikat guru Indonesia (SGI) Kabupaten Bima.
Para orangtua juga cemas terhadap efek jangka panjang pada anak-anak akibat terisolasi di rumah, kehilangan hak bermain, kesempatan bersosialisasi dan terlalu lama beristirahat dari kegiatan akademik dan ekstrakurikuler di sekolah.
PJJ dianggap sebagai hal baru bagi anak, orangtua, ataupun sekolah. Bisa dikatakan, tidak ada satu pihak pun yang punya cukup bekal untuk menjalaninya. Itu sebabnya, tidak heran jika Survei KPAI dengan FSGI yang disebarkan melalui jaringan SGI di seluruh daerah Indonesia terkait PJJ fase pertama berjalan tidak efektif dan 77,8 persen responden siswa mengeluhkan kesulitan belajar dari rumah.
Rinciannya yakni, 37,1 persen siswa mengeluhkan waktu pengerjaan yang sempit sehingga memicu kelelahan dan stres, 42 persen siswa kesulitan daring karena orangtua mereka tidak mampu membelikan kuota internet, dan 15,6 persen siswa mengalami kesulitan daring karena tidak memiliki peralatan daring, baik handphone, komputer PC, apalagi laptop.
Lebih lanjut, FSGI juga melakukan survey singkat terkait rencana pemerintah membuka sekolah pada Januari 2021. Survei dilakukan pada 19 hingga 22 Desember 2020. Dengan diikuti oleh 6.513 responden guru dari sejumlah provinsi, yaitu provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, D.I.Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Bengkulu, Jambi, NTB, NTT, Papua dan Papua Barat.
Dari 6.513 responden guru, 49,36 persen setuju dengan keputusan sekolah tatap muka pada 2021. Sementara itu 45,27 persen tidak setuju dan yang menyatakan ragu-ragu sebesar 5,37 persen.
Rupanya ini alasan para guru tersebut setuju dengan sekolah tatap muka.
Klik halaman selanjutnya
Simak juga tips belajar online efektif selama pandemi dalam video ini:
Alasan Setuju & Tak Setuju Sekolah Tatap Muka
Ilustrasi/ Foto: iStock
Jumlah responden yang menyatakan setuju dengan sekolah tatap muka 2021 sebanyak 3215 orang. Alasannya pun beragam, Bunda.
Di antara alasan tersebut yakni, sebanyak 22 persen mengatakan jenuh mengajar jarak jauh, 54 persen mengaku materi sulit diajarkan dan praktikum tidak bisa diberikan secara daring. Sebanyak 9,3 persen mengaku terkendala lantaran siswa yang mereka ajar tidak memiliki alat daring, sehingga tidak mengikuti PJJ.
Selain itu, 5,8 persen mengaku sinyal tidak stabil sangat mengganggu PJJ. Dan 8,9 persen alasan lain-lain, seperti wilayah responden mengajar merupakan wilayah kepulauan yang masuk zona hijau atau kuning.
"Para guru merasakan bahwa peserta didiknya pasti mengalami kesulitan untuk mengerjakan materi pelajaran dengan tingkat kesulitan tinggi, karena materi seperti itu tidak optimal diberikan secara daring, tetapi harus melalui pembelajaran tatap muka, minimal seminggu sekali," ujar Mansur, Wakil Sekjen FSGI.
Lebih lanjut, responden yang menyatakan tidak setuju berjumlah 2948 orang. Adapun alasannya yakni, 40,70 persen menyebut kasus COVID-19 masih tinggi, 27,74 persen merasa khawatir tertular COVID-19 di sekolah, 10,44 persen merasa sudah tua dan berusia di atas 50 tahun ditambah memiliki penyakit penyerta.
Sebesar 14,31 persen juga mengatakan infrastruktur dan protokol kesehatan atau SOP Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di sekolahnya belum memadai. Lainnya sebesar 6,8 persen. Jawaban lainnya di antaranya adalah belum ada sosialisasi protokol kesehatan dari pihak sekolah dan tidak memiliki kendaraan pribadi, sehingga harus naik angkutan umum yang rentan tertular COVID-19.
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT

Trending
Dukung Istri Mengajar Online, Suami Rela Lakukan Hal Tak Terduga Ini

Trending
Viral Cara Guru Mengajar: Unik & Niat Banget, Bun!

Trending
Kuota Belajar Kemendikbud Mulai Maret 2021, Begini Cara Ceknya Bun

Trending
Duh! Menteri Nadiem Kena Masalah Lagi, Kali Ini Akibat Kuota Internet Gratis

Trending
Demi Belajar Online, Bocah Asal Thailand Bongkar Celengan untuk Beli HP


6 Foto
Trending
6 Potret Mendiang dr Michael dan Calon Istri, Penuh Sukacita dan Kenangan
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda