Washington DC, AS -
Sejak kecil, keempat anak ibu bernama Eva Mazrieva ini sudah tinggal di Amerika Serikat. Meski begitu, wanita asal Aceh tersebut tetap mengajarkan si kecil
berpuasa sampai sekarang mereka udah terbiasa menjalani puasa di negeri Paman Sam, Bun.
Menurut Eva, dia dan suaminya M Haryo Dewanto nggak mengalami kesulitan mengajarkan anak-anak berpuasa karena sudah mencontohkannya secara langsung sejak mereka masih kecil. Jadi, anak-anak Eva yaitu si kembar tiga Aditya Harimurti, Aisya Anjani, dan Artha Pradipta yang kini berusia 12 tahun serta si bungsu Adinda Rania (10) sudah mulai belajar puasa 3 tahun lalu.
Kata Eva, Aditya, Aisya, Artha dan Adinda melihat langsung gimana orang tuanya sahur, berbuka, salat tarawih bahkan membayar zakat fitrah. Jadi karena anak-anak melihat sendiri mungkin mereka pengen ikut melakukannya sehingga kendala yang ditemui Eva saat mengajarkan si kecil puasa nggak terlalu berarti. Nggak cuma itu, Eva dan suami juga sering mencontohkan ke anak-anaknya kewajiban lain sebagai Muslim kayak salat Jumat, mengaji atau bersedekah.
 Foto: dok.pribadi |
Nah, tiga tahun lalu anak-anak Eva mulai belajar
puasa. Awalnya setengah hari dulu, Bun dan bertahap durasi berpuasanya di tambah. Di tahun 2016, empat anak Eva udah berpuasa penuh, meskipun pada hari-hari di mana ada ujian atau kegiatan ekstrkurikuler yang sangat padat, mereka puasanya setengah hari.
Selama anak-anak puasa, apa yang biasanya mereka keluhkan? Eva bilang, biasanya puasa berlangsung pas masa-masa ujian akhir tahun dan berbagai perayaan menjelang berakhirnya tahun ajaran sekolah. Contohnya tahun ini, puasa dimulai tanggal 16 Mei, sementara Standar of Learning atau SOL (semacam ujian akhir tahun) dilakukan tanggal 7-25 Mei. Ujian ini mencakup matematika, sains, sejarah atau ilmu sosial, menulis dan membaca yang dikerjakan lewat komputer dan hasilnya langsung masuk ke dinas di kabupaten.
"Alhamdulillah pihak sekolah dan kabupaten memahami betul kesulitan siswa-siswa Muslim mengikuti ujian di tengah puasa panjang yang mencapai 16 jam sehari. Sebulan sebelum ujian, tepatnya tanggal 13 April, pihak sekolah dan kabupaten mengirim surat ke setiap siswa Muslim dan memberi kesempatan mereka mengikuti ujian lebih pagi sehingga masih dalam kondisi prima," kata Eva waktu ngobrol sama HaiBunda.
Di surat itu disampaikan bahwa Fairfax County of Public School FCPS (Otorita Sekolah Umum Distrik Fairfax) di Virginia berupaya mengakomodir kepentingan seluruh siswa dari beragam latar belakang untuk memperoleh hasil ujian yang maksimal.
 Foto: dok.pribadi |
"Saya beneran menangis haru lho menerima surat itu. Nggak menyangka kami yang minoritas ini begitu diperhatikan. Di SD anak-anak, dari 755 siswa taman kanak-kanak hingga kelas VI, hanya ada 12 siswa Muslim. Empat di antaranya adalah anak-anak kami," lanjut Eva.
Kadang, Eva juga sering merasa haru kalau teman anak-anaknya menyisakan makanan, permen, atau kukis saat ada perayaan di sekolah karena Aditya, Aisya, Artha dan Dinda lagi puasa. Eva bersyukur teman-teman anak-anaknya juga jadi belajar empati dengan ibadah yang harus dijalankan teman Muslim mereka.
Di tahun 2015, Eva sempat pulang kampung ke Indonesia sehingga si kembar tiga dan Adinda ngerasain juga puasa di Indonesia. Kata Eva, anak-anaknya ini lebih suka berpuasa di Indonesia karena waktunya lebih pendek dan suasananya terasa lebih hangat. Ya, ada adzan dan pengajian yang terdengar dari pengeras suara di masjid-masjid dekat rumah, ada keluarga besar yang datang dan mengajak berbuka bersama, dan yang pasti ada jajanan yang luar biasa enak. Hal-hal itulah yang nggak mereka dapatkan di Amerika.
 Foto: dok.pribadi |
Contohnya Aisya nih, Bun, anak kedua dari si kembar tiga. Jadi, pas di Indonesia, adik Evasering memanjakan anak-anak Eva dengan mengajak berkeliling Pasar Kopro di Tanjung Duren. Udah pasti, mereka beli aneka makanan untuk buka puasa kayak pisang goreng Kalimantan, bubur ketan hitam, serabi, kelepon, atau onde-onde.
Pokoknya empat bersaudara itu puas banget deh. He-he-he. Nah, tahun ini Aisya rupanya kangen tuh sama pisang goreng Kalimantan yang pernah dibelikan om dan tantenya. Hmm, kalau bicara soal anak-anak, apa sih yang beda ketika mereka puasa di AS dan Indonesia?
"Ketika berpuasa di AS harus lebih banyak sabar. Puasa dimulai jam 04.20-an sampai 20.20 atau berarti 16 jam. Dan pas berbuka, langsung diburu salat Maghrib, lanjut tarawih dan salat Isya yang begitu selesai sudah tengah malam. Baru tidur 2-3 jam, sudah harus bangun lagi untuk sahur. Begitu seterusnya hingga puasa berakhir. Jadi memang terasa lebih berat. Apalagi karena kami minoritas, harus siap berada di lingkungan yang tidak berpuasa," kata Eva yang berprofesi sebagai wartawan Voice of America (VOA) ini.
Misalnya di sekolah anak-anak tetap duduk di kafetaria pada jam makan siang, padahal mereka berpuasa. Nah, baru dua tahun terakhir mereka dipindahkan ke perpustakaan di jam makan siang setelah Eva mengirim email pemberitahuan ke pihak sekolah. Jadi memang harus banyak sabar, Bun, kata Bunda Eva.
Selama ini, Eva selalu mudik ke Jakarta meski orang tuanya berasal dari Aceh. Ya, Eva memang belum pernah mudik dan
berlebaran di Aceh. Rencananya, Eva sekeluarga akan mudik ke Aceh tahun 2019 mendatang. Ini bukan berarti Eva dan keluarga nggak rindu tanah air. Sudah pasti rasa rindu pada tanah kelahiran ada. Tapi, mengingat harga tiket pesawat terbang Washington DC-Jakarta yang sangat mahal, hampir nggak mungkin mudik tiap tahun.
"Coba bayangkan, kalau tiket pesawat bolak-balik sekitar Rp 25 juta, dikali enam orang, wah kami harus menabung bertahun-tahun sebelum bisa mudik. Kerinduan ini sedikit terobati dengan video call atau skype dengan keluarga. Meski tentunya lebih enak jika kami bisa berpelukan atau makan pisang goreng Kalimatan secara nyata dibanding melihatnya di layar telepon atau laptop ya, he-he-he," pungkas Eva.
 Foto: dok.pribadi |
(rdn)