Jakarta -
#dearRiver,Sebuah
laboratorium di Harvard University pernah menjadi saksi bisu penemuan besar. Sekadar info, Nak, Harvard ini salah satu universitas bergengsi di Amerika. Kalau tempo hari kita dengar Maudy Ayunda sampai bingung ketika dihadapkan pilihan mau masuk Harvard atau Stanford, wajar itu. Karena kampus ini memang sangat prestisius. Mudah-mudahan nanti kamu juga ada rezeki buat masuk ke sana.
Mau jadi mahasiswa kek, jadi turis, atau jual teh botol di kantinnya, yang penting masuk Harvard. Nah, di awal tahun 1944 itu, gineokolog Harvard, John Rock, menjadi orang pertama yang menyaksikan langsung proses pembuahan pada sel telur. John Rock bersama asistennya, Miriam F. Menkin, mengambil sebuah sampel sel telur dari ovarium seorang wanita dan menempatkannya dalam sebuah cawan.
Setelah itu, ia memasukkan sperma hidup di dalamnya. Objek itu lalu dibiarkan selama satu jam dalam suhu kamar dan kemudian ditempatkan di kultur serum darah. Dalam kurun waktu 40 jam, sel telur tunggal yang dibuahi itu membelah diri menjadi dua sel. Penemuan John Rock ini menjadi salah satu
milestone penting dalam upaya membuka tabir ilmu kandungan.
Setelahnya, para saintis berlomba-lomba membuat penemuan demi kemaslahatan umat. Ada yang berkontribusi untuk pembatasan kelahiran, termasuk John Rock yang kemudian mengembangkan pil kontrasepsi. Yang lain berupaya membuat penyubur kandungan. Apa pun yang mereka upayakan, tujuannya sama: ingin memastikan semua anak lahir dalam keadaan sehat dan memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensi dengan maksimal.
Ilustrasi sperma /Foto: iStock |
Begitulah pengetahuan baru bermunculan, meski beberapa hal tetap menjadi misteri. Pertanyaan seperti bagaimana agar cepat
hamil, posisi berhubungan intim apa yang paling bagus, bagaimana supaya bisa hamil anak perempuan, dan sebagainya, banyak memenuhi rubrik konsultasi di media massa maupun di ruang periksa dokter kandungan. Pertanyaan-pertanyaan itu sejauh ini tidak pernah bisa dijawab secara ilmiah.
Jawaban yang beredar pada umumnya
testimonial based (berdasarkan pengakuan), bukan
evidence based (berdasarkan bukti). Misalnya, ada anggapan kalau ingin cepat hamil, maka posisi misionaris yang paling bagus dan istri harus rajin mandi hujan. Kalau mau hamil anak perempuan, istri harus lebih 'aktif' saat berhubungan intim. Atau, kalau mau hamil anak laki-laki, suami harus 'turun' dari sebelah kiri. Istrinya mungkin dikira semacam angkot.
Karena pertimbangan usia, Nak, kamu bisa mengabaikan paragraf-paragraf di atas. Biarlah itu jadi bahan diskusi Ayah dengan para Om dan Tante. Kalau sudah besar nanti, hal yang Ayah tuliskan di atas bisa kamu baca lebih lanjut di buku
Growth terbitan Life Science Library. Itu buku lama, mungkin tidak akan terbit lagi. Bukunya ada di ruang kerja Ayah. Sampulnya warna cokelat.
Ada hal yang ingin Ayah ceritakan padamu, yang menurut Ayah cukup penting. Bahwa sebagai manusia, kita menjalani zona waktu masing-masing. Semua sudah ditentukan. Tak ada yang lebih cepat atau lebih lambat. Soal punya anak juga begitu. Ayah dan Mama, Alhamdulillah, termasuk yang moderat. Enggak terlalu cepat, enggak terlalu lama juga. Teman-teman Ayah ada yang langsung hamil tak lama setelah menikah, tapi ada yang harus menunggu lama seperti Alanis Morisette.
Ada juga teman Ayah yang tidak hamil-hamil bahkan setelah bertahun-tahun menikah... karena dia laki-laki. Penting untuk memahami ini, Nak, bahwa kita bergerak sesuai zona waktu (
time zone) masing-masing. Jangan memaksakan diri bergerak dengan zona waktu orang lain.
Ilustrasi sperma /Foto: iStock |
Yang perlu kamu tahu, jauh sekali di proses awal kehidupan kita, ada peristiwa agung yang terkonfirmasi oleh sains. Ketika itu, sekitar 300 hingga 500 juta sel hidup bergerak bersama-sama di saluran uterus seorang ibu. Bentuknya seperti cebong atau berudu. Kepalanya oval dan mengandung sedikit cytoplasma. Cytoplasma ini di dalamnya ada paket kromosom, yang nanti akan menjadi penentu genetik, termasuk jenis kelamin.
Sedikit di belakang kepala 'cebong' ini, ada bagian lebih kecil yang berisi mitokondria.
Mitokondria ini semacam sumber tenaga yang menggerakkan ekor kecil dari kiri ke kanan, kanan ke kiri, sampai sel bisa bergerak. Kira-kira seperti propeler yang mendorong kapal. Konon, mereka bergerak dengan kecepatan rata-rata 0,25 sentimeter per menit.
Di antara ratusan juta sel yang dikenal dengan nama sperma itu, hanya satu yang berhasil mencapai sel telur (ovum) ibu di sebuah tempat bernama tuba fallopi. Hanya satu, yang lain melemah kehabisan tenaga. Tak ada penjelasan ilmiah kenapa satu sel itu yang menang, sementara lainnya kalah. Setidaknya, sampai tahun 1982, hal itu masih menjadi misteri Ilahi.
Satu sel sperma itulah yang kemudian membuahi sel telur ibu dan menjadi calon manusia. Menjadi Ayah, menjadi Mama, menjadi kamu, menjadi adik, menjadi kita semua.
Sehingga kalau misalnya sekarang kamu menghadapi masalah kehidupan dan merasa akan menyerah, ingatlah lagi.
Bahwa pada suatu ketika, kamu adalah sebuah sel mirip
cebong yang sangat kompetitif. Kamu berhasil mengalahkan ratusan juta saingan di lintasan uterus. Kamu pernah juara, tak layak kalau sekarang jadi gampang menyerah.
Fauzan MukrimAyah River dan Rain. Menulis seri buku #DearRiver
dan Berjalan Jauh,
juga sebuah novel Mencari Tepi Langit.
Jurnalis di CNN Indonesia TV,
dan sedang belajar membuat kue. IG: @mukrimfauzan (rdn/rdn)