Serba-serbi Bayi Tabung: Penyebab Kegagalan dan Efek bagi Pasien

Belakangan ini Bunda mungkin sering mendengar tentang kisah pasangan suami istri yang belum memiliki momongan meski telah menikah selama bertahun-tahun, lalu menjalani program Bayi Tabung atau In Vitro Fertilization (IVF) karena memiliki kondisi kesehatan tertentu yang berkaitan dengan reproduksi. Dikutip dari situs Bocahindonesia.com program IVF atau Bayi Tabung merupakan proses pembiakkan embrio di laboratorium melalui hasil pembuahan sel telur Bunda oleh sperma Ayah di luar tubuh (in vitro). Proses pembuahan diobservasi dengan mikroskop selama 3 - 5 hari. Kemudian, tim dokter akan menganalisis kualitas embrio agar dapat menentukan embrio yang terpilih untuk transfer dan preservasi cryo.

Menurut data dari Perhimpunan Fertilisasi In Vitro Indonesia atau PERFITRI, total siklus program IVF di Indonesia pada 2021 diperkirakan mencapai 10.000 lebih. Artinya, semakin banyak masyarakat yang mencoba mendapatkan kehamilan melalui program Bayi Tabung meskipun sebenarnya harga dari menjalani program ini juga terbilang tidak murah, berkisar mulai dari Rp50 juta bahkan hingga mencapai Rp110. juta, tergantung usia, kondisi kesehatan pasangan suami istri, hingga tempat menjalankan program tersebut. Pusat Fertilitas Bocah Indonesia, salah satu klinik fertilitas di kawasan Tangerang, Banten, mengklaim tingkat keberhasilan dari program Bayi Tabung di sana mencapai 34,3% pada tahun 2021.

Ada yang berhasil dengan kehamilan dan memiliki bayi, namun ada juga yang tidak berhasil karena suatu kondisi tertentu. HaiBunda berkesempatan untuk mewawancarai dua orang dokter dari Bocah Indonesia untuk membahas serba-serbi Bayi Tabung. Kedua dokter ini adalah dr. Beeleonie, BMedSc, SpOG, KFER selaku Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi dan dr. Androniko Setiawan, Sp.And selaku Dokter Spesialis Andrologi. Keduanya adalah dokter yang menangani program Bayi Tabung Anisa Rahma (ex Cherrybelle) dan suami, Anandito Dwis. Simak video berikut ini ya, Bunda!