Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

kehamilan

Benarkah IUD Non Hormonal Bisa Sebabkan Perdarahan Seperti Ashanty? Ini Kata Dokter

Annisa Karnesyia   |   HaiBunda

Jumat, 10 Feb 2023 15:37 WIB

Titi DJ dan Ashanty saat ditemui di acara di Grand Sahid.
Mengenal KB IUD yang menyebabkan Ashanty alami perdarahan/ Foto: Pool/Noel/detikFoto
Jakarta -

Belum lama ini, Ashanty membagikan kondisinya yang mengalami perdarahan usai menggunakan alat kontrasepsi IUD non hormonal. Bunda dua anak ini sampai harus mendapatkan perawatan medis karena kondisi yang dialaminya.

Sebelum pakai IUD non hormonal, Ashanty menceritakan bahwa ia sempat 7 tahun menggunakan IUD hormonal. Selama itu pula, ia tidak mengalami haid atau hanya muncul flek sesekali.

Pemasangan IUD, baik yang hormonal atau non hormonal sebenarnya tidak berbeda, Bunda. Namun, cara kerja keduanya dapat berbeda pada tubuh. Hal ini dijelaskan oleh Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan, Dr. dr. Liva Wijaya, Sp.OG.

"Kalau itu (Ashanty) bisa ditanya ke dokter yang menangani ya, penyebabnya apa saya tidak tahu. Tapi kalau secara general saya bisa jelaskan apa beda IUD hormonal dan IUD non hormonal," kata Liva saat dihubungi HaiBunda, baru-baru ini.

IUD atau Intrauterine Device merupakan salah satu alat kontrasepsi yang memang dapat mencegah kehamilan. IUD atau juga dikenal KB spiral adalah alat berbentuk 'T' yang dipasang di dalam rahim.

IUD terbagi menjadi dua, yakni IUD non hormonal dan hormonal. Kenali perbedaan dan cara kerjanya berikut ini ya, Bunda.

IUD non hormonal

IUD non hormonal berisi tembaga yang dapat dipakai selama 5 sampai 10 tahun. Tapi lama masa pakai ini akan tergantung dari jenisnya (merk).

Bunda yang menggunakan IUD non hormonal terkadang bisa mengalami haid yang lebih panjang, lebih banyak, muncul rasa sakit saat haid, dan munculnya keputihan. Kalau tidak berlebihan atau masih ditolerir, IUD dapat dìlanjutkan. Menurut Liva, hal ini dapat terjadi karena IUD non hormonal berisi tembaga yang merupakan benda asing, Bunda.

"Karena isinya tembaga atau benda asing, jadi rahim otomatis merangsang lebih banyak darah keluar saat haid," ungkapnya.

"Misal, normalnya haid 3 hari, tapi kalau pakai IUD non hormonal bisa 5 hari, atau misal normalnya ganti pembalut 2 sampai 3 kali per hari, bisa jadi 4 sampai 5 kali bila mengunakan non hormonal."

Kalau memang Bunda tidak bisa mengatasi darah haid yang keluar terlalu banyak, Liva menyarankan untuk mengganti metode KB lain. Sampai saat ini, banyak pilihan metode KB di Indonesia, seperti suntik KB, implan, dan minum pil KB.

"Kalau tidak bisa mengatasi, sudah ganti saja metode KB yang lain, kan enggak harus IUD, banyak pilihan KB yang lain. Tidak ada yang lebih baik antara satu dan lainnya. Cuma memang setiap KB punya kelebihan dan kekurangan masing-masing," ungkapnya.

Cara kerja IUD non hormonal

IUD non hormonal bekerja dengan cara membuat peradangan/inflamasi non infeksi di dalam rongga rahim. Kondisi ini membuat rahim menjadi kurang baik untuk konsepsi.

"Jadi ini membuat radang tapi bukan infeksi, sehingga keadaan di dalam rongga rahim itu menjadi tidak baik untuk konsepsi. Intinya merubah keadaan di dalam rahim, supaya sperma yang lewat menjadi kurang baik, atau tidak mendukung untuk implantasi/ penempelan embrio," ujar Liva.

IUD hormonal

IUD hormonal berisi progesteron. Sekitar 80 persen pasien yang menggunakan IUD ini biasanya tidak haid atau jarang haid. Sisanya tetap bisa haid ya, Bunda.

Liva mengatakan, IUD hormonal biasanya jarang ditawarkan untuk orang awam di Indonesia karena harganya yang cukup mahal. Biasanya, dokter menawarkan IUD hormonal pada kondisi tertentu atau sesuai kebutuhan pasien.

"Ini ditawarkan pada pasien yang ingin menggunakan KB IUD tapi jumlah darah haid sebelum pasang IUD itu sudah banyak dan nyeri, atau memiliki kelainan adenomiosis atau ada miom dan kelainan lain yang memerlukan intervensi hormonal jangka panjang," ungkap Liva.

Perlu diketahui, setelah pemasangan IUD hormonal tidak langsung dapat menghentikan haid. Bunda tetap bisa mengalami perdarahan, bahkan setelah pasang IUD hormonal.

"Banyak juga kok yang dipasang IUD hormonal mengalami perdarahan tak berhenti," kata Liva.

Cara kerja IUD hormonal

Kandungan progesteron di IUD hormonal bekerja dengan cara menekan pertumbuhan lapisan rahim, sehingga tidak terjadi haid dan mencegah kehamilan. Cara kerja KB ini hampir sama dengan KB suntik 3 bulan dan pemasangan implan, Bunda.

Bedanya, efek IUD hormonal hanya terjadi secara lokal atau di rahim. Sedangkan efek suntik KB dan implan bisa sistemik ke seluruh tubuh.

IUD non hormonal vs IUD hormonal

IUD non hormonal dan IUD hormonal sama-sama baik. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Sebelum memilih IUD, Bunda sebaiknya konsultasi dulu ke dokter. Dokter biasanya akan menyarankan metode KB sesuai kebutuhan dan kondisi Bunda.

"Jadi kalau ditanya bagus yang mana, ya tergantung pasiennya kebutuhannya apa. Tapi kalau untuk sehari-hari, bisa disarankan IUD non hormonal karena affordable (harga terjangkau) dan itu terbukti efektif," ujar Liva.

Penggunaan IUD non hormonal sebenarnya sudah lebih awal dikenal masyarakat ketimbang IUD hormonal. IUD non hormonal sendiri bahkan masuk dalam program KB Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

"BKKBN membuat IUD non hormonal, sehingga itu affordable banget. Jadi jangan sampai masyarakat awam berpikir bahwa IUD non hormonal itu tidak baik. Kalau ditanya efek samping pada saat pemasangannya, itu sama saja dengan IUD hormonal," kata Liva.

"Apakah penggunaan IUD hormonal setelah dipasang tidak perdarahan? Tetap bisa perdarahan, karena kita memasukkkan sesuatu ke dalam rahim dan efeknya berbeda pada setiap orang," sambungnya.

Risiko pemasangan IUD non hormonal dan IUD hormonal adalah perdarahan dan infeksi. Bila Bunda mengalami demam, keputihan abnormal, hingga nyeri perut hebat, kemungkinan itu disebabkan karena infeksi.

Bila efeknya ini berlebihan dan mengganggu, Bunda sebaiknya segera periksa ke dokter. Bisa saja perdarahan bukan disebabkan efek IUD, melainkan infeksi saat pemasangannya.

"Kalau habis dipasang ini kamu mengalami perdarahan banyak dan hebat, kamu datang lagi ke dokter. Kalau tidak cocok ya ganti saja," ucap Liva.

Setelah pasang IUD hormonal atau non hormonal, Bunda disarankan untuk kembali kontrol ke dokter. Kontrol dapat dilakukan setelah haid pertama dan sekali dalam 6 sampai 12 bulan untuk mengecek posisi IUD dan efek samping.

Bunda, yuk download aplikasi digital Allo Bank di sini. Dapatkan diskon 10 persen dan cashback 5 persen.

Simak informasi mengenai KB IUD seperti yang dikenakan Aliya Rajasa lainnya dalam video di bawah ini:

[Gambas:Video Haibunda]



(ank/rap)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda