KEHAMILAN
Hukum Meminum Obat Penunda Haid Sebelum Umrah & Puasa Ramadan dalam Pandangan Islam
Annisa Karnesyia | HaiBunda
Rabu, 27 Mar 2024 19:20 WIBObat penunda haid dapat digunakan untuk tujuan medis dan dianggap aman. Selain urusan medis, banyak pula yang menganggap obat penunda haid boleh diminum sebelum pergi haji, umrah, atau menjalankan ibadah puasa.
Obat penunda haid dianggap bisa menghentikan sementara darah menstruasi, sehingga muslim perempuan dapat menjalankan ibadah full selama di Tanah Suci atau saat bulan Ramadhan. Lalu bagaimana hukum meminum obat penunda haid sebelum umrah dan puasa dalam Islam? Apakah boleh seorang muslim mengonsumsi obat ini dengan tujuan ibadah?
Sebelum mengetahui jawabannya, Bunda perlu pahami dulu bahwa penggunaan obat penunda haid termasuk aman dari segi medis. Dilansir laman Medical News Today, penelitian di jurnal Pediatric Annals tahun 2015 menunjukkan bahwa mengurangi frekuensi perdarahan menstruasi tidak menimbulkan bahaya fisiologis apa pun dan memiliki potensi keuntungan jangka pendek dan jangka panjang.
Meski begitu, potensi risiko dan efek sampingnya tetap bisa dirasakan, Bunda. Misalnya, penggunaan obat penunda haid seperti norethisterone mungkin tidak cocok untuk perempuan dengan riwayat pembekuan darah.
Minum obat penuda haid juga bisa menimbulkan efek samping. Beberapa di antaranya adalah sakit kepala, mual, muntah, diare, hingga gangguan suasana hati.
Minum obat penunda haid dalam Islam
Dalam Islam, ada beberapa pendapat yang menjelaskan soal penggunaan obat penunda haid. Dikutip dari buku Fiqih Shiyam Ramadhan karya Tim Ulin Nuha Ma'had Aly An-Nur, berikut beberapa poin terkait hukum meminum obat penunda haid sebelum umrah dan Ramadhan:
1. Beberapa ulama menegaskan, perempuan boleh mengonsumsi obat pencegah haid ketika bulan Ramadhan atau saat berhaji selama tidak membahayakan, baik risiko yang bersifat sementara maupun permanen. Pendapat ini ada di dalam fatwa Lajnah A-Da'imah.
Sementara itu, Syaikh Al-Utsaimin menambahkan, penggunaan obat juga harus dengan persetujuan suami.
2. Bagi perempuan yang mengonsumsi obat penunda haid, ia dihukumi suci bila benar-benar kering atau tidak ada darah yang keluar. Akan tetapi, jika setelah menggunakan obat pencegah haid masih keluar darah, maka ia dihukumi haid, meski datah yang keluar sedikit. Hal tersebut sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Musthafa Al-Adawi.
3. Tidak dianjurkan bagi para perempuan untuk menggunakan obat pencegah haid, sekalipun untuk tujuan beribadah bersama masyarakat. Sebab, sikap semacam ini kurang menunjukkan kepasrahan terhadap kodrat yang Allah tetapkan bagi kaum hawa.
Dalam sebuah hadis disebutkan, Rasulullah SAW pernah menemui Aisyah di kemahnya ketika haji Wada'. Ketika itu, Aisyah telah melakukan ihram untuk umrah, namun tiba-tiba datang haid sebelum sampai ke Mekkah.
Nabi lalu menemui Aisyah yang sedang menangis. Sang suami yang baik bertanya, "Apa yang menyebabkan kamu menangis?", Aisyah menjawab bahwa ia sedang sakit. Nabi lalu menasihatinya, "Ini adalah keadaan yang telah Allah tetapkan untuk para putri Adam."
4. Sejatinya, perempuan yang haid masih bisa mendulang sejuta pahala selama Ramadhan, sekalipun ia tidak berpuasa atau salat. Syaikh Al-Utsaimin mengatakan,
"Hendaklah para perempuan bersabar dan bermuhasabah. Jika ia memiliki udzur untuk tidak berpuasa dan salat karena haid, sejatinya pintu berzikir, bersedekah, berbuat baik kepada orang lain dalam perkataan dan perbuatan masih terbuka."
Pendapat lain dari ulama yang memperbolehkan
Perbedaan pendapat ulama terkait minum obat penunda haid ini juga dipaparkan dalam buku Ternyata Wanita Lebih Mudah Masuk Surga karya Iis Nur'aeni Afgandi. Abdullah Abdul 'Aziz bin Baz dalam kitab Fatawa Tata'alluq bi Ahkam al-Hajji wa Al-Umrah wa Al-Ziyarah mengatakan, seorang perempuan boleh menggunakan pbat pencegah haud pada waktu haji karena khawatir akan kebiasaannya (haid).
Akan tetapi, ia terlebih dulu harus berkonsultasi dengan dokter, karena hal ini terkait dengan kesehatan dan keselamatannya, Bunda. Pendapat ini juga berlaku bagi perempuan yang ingin menjalankan ibadah puasa Ramadhan.
"Demikian pula pada bulan Ramadhan, dapat mengonsumsi pil penunda haid apabila berkeinginan untuk berpuasa bersama-sama dengan masyarakat umum," tulis Iis Nur'aeni Afgandi.
Sedangkan menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah, penggunaan pil untuk menunda haid diperbolehkan asal tidak menimbulkan mudharat bagi kesehatan wanita dan tujuannya hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Hal tersebut sesuai dengan kejadian pada masa Umar Ibnu Khattab, di mana beliau ditanya seseorang tentang hukum seorang perempuan haid yang meminum obat agar tidak mendapat menstruasi, lantaran ingin mengerjakan tawaf. Maka, beliau memperbolehkan hal tersebut.
Yusuf Qardhawi, seorang ahli fiqih kontemporer berpendapat sama. Meminum obat atau pil penunda haid boleh saja asalkan memenuhi syarat sebagai berikut:
- Kekhawatiran haji dan puasanya tidak sempurna jika ia tidak menggunakannya.
- Kekhawatiran akan mengalami kesulitan dalam meng-qadha puasa kelak.
- Obat penunda haid tersebut tidak membawa efek mudharat baginya.
Hukum minum obat penunda haid menurut MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebenarnya telah menjelaskan hukum penggunaan obat penunda haid dalam sidang fatwa 12 Januari 1979, Bunda. Berikut penjelasannya, seperti melansir dari Instagram MUI @muipusat:
- Penggunaan pil anti haid untuk kesempatan ibadan haji hukumnya mubah.
- Penggunaan pil anti haid dengan maksud agar dapat mencukupi puasa Ramadhan sebulan penuh, hukumnya makruh. Akan tetapi, bagi perempuan yang suka meng-qadha puasanya pada hari lain, hukumnya mubah.
- Penggunaan pil anti haid selain dari dua hal tersebut di atas, hukumnya tergantung pada niatnya. Bila untuk perbuatan yang menjurus kepada pelanggaran hukum agama, hukumnya haram.
Demikian penjelasan mengenai hukum meminum pil penunda haid sebelum menjalankan ibadah umrah atau puasa Ramadhan. Semoga informasi ini bermanfaat ya, Bunda.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ank/ank)