Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

kehamilan

7 Tradisi Hamil dan Melahirkan di Jepang, Bisa Makan Sushi tapi BB Tak Boleh Naik

Annisa Karnesyia   |   HaiBunda

Senin, 29 Apr 2024 18:06 WIB

Ilustrasi Ibu Hamil
Ilustrasi Ibu Hamil di Jepang/ Foto: Getty Images/iStockphoto
Daftar Isi
Jakarta -

Tradisi hamil dan melahirkan di setiap negara biasanya berbeda. Di Jepang, Bunda yang hamil dan melahirkan diperbolehkan melakukan hal tertentu yang kerap dilarang di negara lainnya.

Tetapi, ada pula tradisi melahirkan di Negara Sakura yang dianggap tak biasa. Hal tersebut bahkan menjadi perdebatan di kalangan calon Bunda.

Lantas, apa saja tradisi hamil dan melahirkan di Jepang yang terbilang unik dan sangat berbeda dari negara lain? Simak penjelasannya berikut ini.

Tradisi hamil dan melahirkan di Jepang

Berikut telah HaiBunda rangkum dari beberapa sumber, 5 tradisi hamil dan melahirkan di Jepang:

1. Boleh makan sushi tapi BB tak boleh naik

Banyak dokter tidak menyarankan ibu hamil makan sushi. Makanan asli Jepang ini dianggap berbahaya karena terbuat dari daging mentah atau belum matang.

Namun di Jepang, ibu hamil diperbolehkan makan sushi Di negara ini, tidak ada dokter yang memberikan sanksi pada ibu hamil yang makan sushi. Sebaliknya, ibu hamil justru disarankan untuk mengonsumsi berbagai makanan untuk memastikan nutrisinya dan bayi cukup.

Tetapi, ada satu hal yang perlu diperhatikan ibu hamil bila ingin makan sushi. Mereka perlu menjaga kenaikan berat badan, Bunda. Demikian seperti dilansir laman Japan Today.

Ibu hamil biasanya akan melakukan penimbangan berat badan pada saat pemerikaan kke dokter. Banyak ibu hamil sering dimarahi karena berat badannya bertambah terlalu banyak.

Salah satu teori mengapa penambahan berat badan selama kehamilan menjadi masalah di Jepang karena memiliki bayi yang lebih kecil dianggap dapat mengurangi risiko melahirkan secara caesar.

2. Tidak dianjurkan mempertanyakan kredibilitas dokter

Orang Jepang sangat menghormati profesi dokter, Bunda. Mempertanyakan kredibilitas atau sering bertanya ke dokter dianggap sebagai sesuatu yang tidak pantas dilakukan.

Dokter di Jepang sering kali tidak menjelaskan detail kondisi pasiennya. Tetapi, pasien terutama ibu hamil di Jepang sering kali dengan senang hari mengikuti setiap instruksi yang diberikan dokter. Mereka juga menyerahkan semua keputusan terkait kehamilan kepada dokter.

"Banyak teman saya yang pernah memiliki bayi dapat membuat rencana melahirkan dan mengomunikasikan keinginan ereka untuk melakukan hal tertentu, termasuk memilih posisi persalinan dan merekam kelahiran," kata seorang narasumber yang tidak disebutkan namanya.

"Namun, saya segera menyadari bahwa di Jepang, dokter lah yang mengambil keputusan dan Anda tidak perlu melakukan apa pun, terutama yang dapat mengalihkan perhatiannya selama persalinan."

Ilustrasi Ibu HamilIlustrasi Ibu Hamil/ Foto: Getty Images/iStockphoto

3. Menyimpan tali pusat bayi setelah dilahirkan

Tradisi lain di Jepang yang mungkin aneh bagi sebagian orang adalah menjaga tali pusat bayi. Tali pusat dapat melambangkan ikatan antara ibu dan anak, sehingga harus disimpan dan dirawat dengan baik, Bunda.

"Saya agak terkejut ketika disuguhi sepotong tali pusat yang sudah keriput dan penuh darah, serta sebuah kotak kayu khusus untuk menyimpannya. Bidan mengatakan pada saya bahwa secara tradisional orang tua menyimpan tali pusat. Namun karena ada risiko hilang, maka rumah sakit mempunyai kebijakan untuk secara khusus memotongnya segera setelah melahirkan untuk diberikan kepada ibu," ujar narasumber tersebut.

"Rupanya, talu pusat melambangkan ikatan antara ibu dan anak, dan harus dirawat dengan baik," sambungnya.

4. Tak boleh pakai anti-nyeri saat melahirkan

Dikutip dari Tokyo Review, Jepang merupakan negara dengan tingkat kelahiran tanpa rasa sakit yang rendah di antara negara maju lainnya. Menurut laporan, hanya 5,2 persen ibu melahirkan yang diberikan anastesi epidural (anti-nyeri) pada 2016.

Japan Society for Obstetric Anesthesia and Perinatology mendata, hanya ada 160 rumah sakit dan klinik di Jepang yang menawarkan epidural atau atau gabungan anestesi epidural tulang belakang.

Ya, berdasarkan tradisi, sebagian besar wanita di Jepang memiliki tujuan untuk melahirkan tanpa obat penghilang rasa sakit. Tradisi ini berawal dari sebuah kepercayaan kuno Budha. Demikian seperti melansir dari laman The Bump.

Menurut kepercayaan Budha, nyeri persalinan harus dirasakan seorang wanita sebagai ujian untuk mempersiapkan diri menjadi ibu. Ini berarti kebanyakan wanita di sana tidak akan mempertimbangkan anastesi epidural, bahkan bila dokter merekomendasikannya.

5. Suami tak boleh temani istri melahirkan

Di Jepang, suami juga tidak diperbolehkan menemani istrinya di ruang bersalin, kecuali dia telah mengikuti kelas prenatal. Tetapi, kini beberapa fasilitas kesehatan telah mengizinkan suami menemani istrinya melahirkan.

Selain suami, dokter laki-laki juga sering kali melakukan pemeriksaan ibu hamil 'di belakang tirai' karena alasan kesopanan. Pemeriksaan yang dilakukan ini umumnya berupa pemeriksaan panggul. Tetapi saat persalinan, dokter tentu harus berhadapan langsung dengan pasiennya.

"Pada saat mencapai titik itu (melahirkan), semua kesopanan hilang dan dokter akan menangani persalinan di hadapan seorang perempuan dan siapa pun di ruangan itu," kata narasumber.

6. Ibu baru melahirkan tinggal di rumah orang tuanya

Jepang juga memiliki tradisi unik terkait ibu yang baru melahirkan. Setelah bayi lahir, seorang ibu baru harus tinggal di rumah orang tuanya setidaknya selama sebulan.

Ia dianjurkan beristirahat selama 21 hari untuk memulihkan diri dan menjalin ikatan bonding dengan anaknya. Sementara itu, anggota keluarga yang lain dapat membantu melakukan pekerjaan rumah.

7. Dapat voucher bersalin

Menjalani kehamilan di Jepang bisa mendapatkan keuntungan lho, Bunda. Jepang menawarkan voucher bersalin untuk memberikan dukungan finansial kepada keluarga.

Voucher bersalin ini pada dasarnya adalah voucher diskon yang dapat digunakan di rumah sakit dan klinik untuk mengurangi biaya pemeriksaan rutin selama kehamilan. Besaran uang dan cakupan kompensasi voucher ini berbeda-beda di setiap daerah.

Demikian 7 tradisi hamil dan melahirkan di Jepang yang dianggap unik dan berbeda dari negara lainnya.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(ank/ank)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda