KEHAMILAN
Kisah Haru Kaisar Naruhito saat Menemani Permasuri Masako Melahirkan, Patahkan Semua Kebiasaan Pria Jepang
ZAHARA ARRAHMA | HaiBunda
Kamis, 01 May 2025 08:30 WIBMomen Kaisar Naruhito mendampingi Permaisuri Masako saat melahirkan menjadi catatan bersejarah yang menggugah dalam sejarah kekaisaran Jepang. Di tengah kuatnya norma dan stigma yang menempatkan pria jauh dari ruang persalinan, Kaisar Naruhito justru hadir penuh kasih di sisi istrinya.
Kisah ini diungkap oleh Osamu Tsutsumi, dokter kandungan yang menangani kelahiran Putri Aiko, buah hati pasangan kekaisaran, 24 tahun lalu. Dia mengenang keduanya sebagai pasangan yang hangat dan penuh perhatian. Bukan hanya sebagai calon orang tua, tetapi juga sebagai suami istri yang saling menopang.
Mengutip dari The Asahi Shimbun dan IOL, berikut kisah menyentuh dari Kaisar Naruhito dan Permaisuri Masako di balik kelahiran sang putri tercinta. Yuk, simak kisah lengkapnya, Bun!
Tak pernah absen temani Masako check-up kehamilan
Dalam wawancara eksklusif bersama The Asahi Shimbun, dr. Tsutsumi mengungkapkan betapa besar dedikasi Kaisar Naruhito saat mendampingi Permaisuri Masako menjalani kehamilan pada tahun 2001.
Meski dibebani jadwal resmi yang padat, Kaisar Naruhito tak pernah melewatkan satupun kunjungan ke Rumah Sakit Keluarga Kekaisaran. Kehadirannya di setiap janji temu medis menjadi pemandangan langka pada masa itu, terutama dari seorang suami yang merupakan keturunan kekaisaran.
Permaisuri Masako sendiri sangat teliti dalam menjaga kehamilannya. Dia mencatat berat badan setiap hari, membaca buku panduan ibu hamil hingga hampir hafal isinya, dan rutin berolahraga selama 30 menit sesuai anjuran dokter.
Dr. Tsutsumi menyaksikan betapa kuat ikatan emosional pasangan ini terhadap calon anak mereka. Saat jenis kelamin bayi mulai bisa diketahui, dia bertanya kepada Kaisar Naruhito apakah ingin mengetahuinya.
Dengan tenang, Kaisar Naruhito menjawab, “Tidak, saya tidak perlu tahu.”
Jawaban sederhana itu memicu diskusi luas tentang kemungkinan Jepang memiliki kaisar perempuan. Namun menurut Tsutsumi, keputusan Kaisar Naruhito tampaknya dilandasi keinginan untuk menjaga ketenangan hati Permaisuri Masako selama masa kehamilan.
Hindari serangan pertanyaan dari awak media
Kaisar Naruhito, yang kala itu berusia 41 tahun, adalah putra sulung dari Kaisar Akihito dan Permaisuri Michiko. Dia memiliki dua saudara: Pangeran Akishino dan Putri Sayako, yang saat itu belum menikah.
Masako, sebelum menjadi bagian dari keluarga kekaisaran, adalah seorang diplomat cemerlang. Dia menempuh pendidikan di Harvard dan Oxford, menguasai lima bahasa asing, dan sempat dipandang sebagai harapan baru yang akan membawa angin segar ke dalam sistem kekaisaran Jepang yang kaku dan sarat tradisi.
Sejak meninggalkan kariernya di Kementerian Luar Negeri demi menikah dengan Kaisar Naruhito, Masako tampil rendah hati. Dia jarang tampil secara publik dan bahkan menyebut suaminya bukan dengan nama, melainkan sebagai 'Pangeran'. Namun di balik ketenangan itu, pasangan ini hidup di bawah sorotan media yang intens.
Tekanan luar biasa itu berujung pada tragedi. Melansir dari IOL, Masako mengalami keguguran pada tahun 1999. Banyak pihak menuding liputan media yang berlebihan sebagai penyebab stres yang memperburuk kondisi kehamilannya.
Sejak saat itu, Kaisar Naruhito mulai mengambil langkah tegas. Dia melindungi istrinya dari tekanan media, bahkan meminta staf medis untuk tidak membuka informasi kepada wartawan, termasuk soal tanggal perkiraan kelahiran.
Dr. Tsutsumi, dokter kandungan yang menangani Masako, sangat merahasiakan informasi, bahkan dari pejabat tinggi Kekaisaran. Dia hanya memberi tahu Kaisar Naruhito dan Masako tentang tanggal kelahiran yang diperkirakan.
Kehati-hatian pun menjadi prioritas. Keputusan mengenai waktu rawat inap Masako harus sangat tepat. Jika terlalu lambat, dikhawatirkan proses persalinan bisa berlangsung tanpa kesiapan logistik dan keamanan.
Namun, jika terlalu cepat, publik bisa curiga dan spekulasi bisa muncul. Untuk itu, digunakan alat kardiotokografi jarak jauh, yang memantau kontraksi dan detak jantung janin. Data dikirim melalui internet agar Tsutsumi dapat menentukan waktu terbaik untuk membawa Masako ke rumah sakit.
Akhirnya, pada 1 Desember 2001. Sehari setelah Masako dirawat, tangisan pertama sang bayi menggema. Dengan penuh kasih, Masako menggendong putrinya untuk pertama kalinya.
“Seorang putri. Masako dan bayi perempuanmu baik-baik saja,” kenang dr. Tsutsumi kepada Kaisar Naruhito, yang menunggu di ruangan terpisah.
Segera ucapkan terima kasih kepada dokter
Sesaat setelah mendengar kabar bahagia dari dr. Tsutsumi, Kaisar Naruhito tidak langsung bergegas menemui bayi perempuannya. Sebagai seorang ayah baru, wajar jika dia ingin segera melihat sang buah hati. Namun, dia memilih untuk mendahulukan satu hal penting, yakni menghormati sang dokter.
Dengan tenang dan penuh hormat, Kaisar Naruhito berdiri tegak dan berkata, “Semua berjalan seperti yang Anda katakan. Saya bisa mempercayakan semuanya kepada Anda tanpa rasa cemas. Saya sungguh senang Anda yang menanganinya. Terima kasih.”
Bagi dr. Tsutsumi, itu bukan sekadar ungkapan sopan, melainkan bentuk penghargaan yang tulus dari seorang pemimpin yang baru saja menjadi ayah. Sikap Kaisar Naruhito menyentuh hatinya dan menjadi momen yang tak terlupakan.
Kenangan hangat lain datang dari Permaisuri Masako. Ketika dia keluar dari rumah sakit beberapa hari kemudian, dia sempat melontarkan komentar tak terduga kepada dr. Tsutsumi.
“Sangat menyenangkan melahirkan,” ujar sang permaisuri sambil tersenyum.
Ucapan sederhana itu begitu membekas. “Selama ini banyak orang berkata bahwa melahirkan itu berat,” kenang dr. Tsutsumi.
Dia melanjutkan, “Tapi dari beliau, saya justru belajar bahwa proses ini bisa jadi pengalaman yang indah. Terutama bila dijalani dengan kesiapan dan cinta.”
Kelahiran Putri Aiko membawa angin segar di Era Reiwa
Kelahiran Putri Aiko tak hanya menjadi momen membahagiakan bagi keluarga kekaisaran, tetapi juga simbol perubahan sosial di Jepang.
Setelah Permaisuri Masako melahirkan, mulai terlihat pergeseran. Semakin banyak pasangan suami-istri yang menghadiri pemeriksaan kehamilan bersama. Sungguh sebuah kebiasaan yang sebelumnya jarang terjadi.
Teknologi pun berkembang seiring waktu. Kardiotokografi jarak jauh, yang kala itu digunakan untuk memantau kondisi janin Permaisuri Masako, kini telah menjadi praktik umum, terutama di wilayah terpencil di Jepang.
Kini, dua dekade telah berlalu. Putri Aiko, yang sudah berusia 24 tahun, telah mulai menjalani tugas resmi sebagai anggota dewasa keluarga kekaisaran. Bagi dr. Tsutsumi, menjadi saksi awal kehidupannya sebagai dokter kandungan adalah sebuah kehormatan.
“Saya merasa bahagia bisa menyaksikan pertumbuhan Aiko dari lahir hingga dewasa,” katanya.
Dia menutup pernyataannya dengan harapan hangat, "Saya berharap pasangan kekaisaran dan keluarga mereka akan terus hidup bahagia, dan semoga Era Reiwa (pemerintahan Kaisar Naruhito) tetap menjadi era yang damai.”
Itulah kisah menyentuh dari perjalanan Kaisar Jepang Naruhito dan Permaisuri Masako dalam menyambut kelahiran putri pertama mereka, Aiko. Persiapan keduanya sungguh inspiratif, ya, Bunda!
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!