Jakarta -
Menjadi orang tua dari anak berkebutuhan khusus (ABK) termasuk
autis bukanlah hal yang mudah. Sayangnya, kadang penampilan anak dengan autisme yang berbeda jadi alasan orang lain untuk menghakimi orang tua si anak, tanpa tahu bahwa si kecil lahir dengan autisme.
May dan John (bukan nama sebenarnya), bisa jadi satu dari orang tua anak dengan autisme yang sering dihakimi dan dianggap nggak becus merawat anak mereka oleh orang lain, tanpa si orang lain itu tahu kalau si anak autis. Anak May, Jhonny yang berumur 5 tahun didiagnosis autis saat berumur 3 tahun.
Jhonny punya masalah dengan sensorinya. Makanya, dia sering mengalami sensory meltdown yaitu reaksi berlebih anak saat nggak mampu menerima informasi sensori akibat ada masalah sensori. Nah, suatu hari, nenek Jhonny datang. May dan John pun mengajak Jhonny main ke taman. Biasanya, butuh perjuangan buat pasangan itu memakaikan diaper dan baju putranya. Tapi kali ini Jhonny justru memilih celananya sendiri dan mau dipakaikan sweater, Bun.
"Jhonny memilih celana yang sedikit kekecilan tapi dia nyaman memakainya. Kami membiarkan dia memakainya karena kami menghargai itu. Sampai di taman, Jhonny bermain di dermaga bersama suami saya, dia melempar-lembar batu. Ya, itu adalah aktivitas favoritnya. Sementara itu, saya dan ibu saya mengambil beberapa foto Jhonny," kata May kepada Washington Post.
Selama di taman, May tahu kalau orang-orang memperhatikan mereka. Terlebih Jhonny, bisa jadi terlihat aneh dengan celana yang agak kekecilan, bicara yang belum lancar, dan rambut blonde yang berantakan. Rambut Jhonny yang berantakan bukan tanpa alasan, Bun. Bocah ini termasuk sensitif terhadap sentuhan di rambutnya. Sampai-sampai, May bilang cuma sang neneklah yang bisa jadi tukang potong rambut Jhonny.
Setelah beberapa lama bermain di taman, keluarga ini pulang karena ada jadwal Jhonny terapi. Dalam perjalanan ke mobil, ada dua orang polisi yang menghampiri mereka. Si polisi bilang ada orang yang melaporkan tentang Jhonny dan menganggap May serta John nggak bisa mengurus anak mereka dengan baik. Ya, karena penampilan Jhonny yang dianggap aneh dengan celana yang agak kekecilan plus rambut berantakan.
"Saya marah. Saya bilang ke polisi itu kalau anak saya
autis dan dia punya masalah sensori sehingga kami sulit untuk menyisir dan memotong rambutnya. Ibu saya juga ikut marah. Setelah dapat penjelasan kami, polisi itu permisi dan menyampaikan maaf," kata May.
Sebagai ibu, perasaan May hancur, Bun. Orang lain bisa dengan mudah menghakimi dia hanya karena penampilan sang anak tanpa mereka tahu apa yang terjadi di baliknya. Padahal, kata May dia dan John selalu fokus dan melakukan yang terbaik untuk putranya. May jadi ingat pengalaman sang suami ketika susah payah mendudukkan Jhonny di car seat-nya.
"Kemudian saya sendiri, berusaha mendudukkan anak saya di car seat sedangkan saya cuma pakai celana pendek. Itu terjadi di tempat parkir gereja," ujar May.
Menurut psikolog anak dan remaja dari RS Mayapada Jakarta Selatan, Adisti F Soegoto, beberapa anak dengan autisme memang bisa mengalami masalah sensoris misalnya hipersensitivitas. Untuk mereka, sentuhan yang menurut kita nggak terasa, bisa jadi amat menyakitkan.
Begitu juga paparan cahaya yang menurut kita biasa aja, Bun, buat beberapa anak dengan
autisme bisa sangat menyilaukan. Soal suara, kadang suara yang menurut kita nggak berisik bisa jadi sesuatu yang bising buat anak. Apapun yang terjadi, memang kita nggak sepatutnya untuk menghakimi orang tua lain ya, Bun. Terlebih ketika kita nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi, penghakiman hanya akan jadi sesuatu yang amat menyakitkan.
(rdn)