Washington DC -
Adakah bunda yang nggak pernah
marah ke anak-anak? Ibu-ibu yang marah ke anaknya bukan berarti karena tak sayang. Terkadang semua berawal dari rasa tertekan dengan tugas sehari-hari. Seperti yang dialami ibu tiga anak ini, Meredith Ethington. Katanya, sejak menjadi ibu, ia harus berjuang terus-menerus melawan amarah.
Misalnya begini, Bun, pada suatu pagi Meredith dihadapkan kesulitan membuka bungkus sabun untuk mandi. Ia sampai bermenit-menit berjuang membukanya. Saat itu ia mulai merasakan tekanan darahnya naik sambil bergumam mengapa bungkus saja susah dibuka hingga membuang waktu.
Ia sadar, itu hanya sebatang sabun tapi rasanya seperti ada beban dunia hanya untuk membuka bungkusnya saja. "Saya kesal. Saya merasakan kemarahan yang meningkat dalam diri saya. Dan itu hanya contoh kecil dan rasa kecemasan saya di setiap harinya," kata Meredith seperti dilansir ScarryMommy.
Sejak menjadi ibu, sambung Meredith, ia berjuang terus-menerus untuk melawan kemarahan yang dirasakan di sekitar tugasnya sebagai ibu dan tanggung jawab menjalankan rumah tangga. Kemarahannya pun membuatnya menjadi memukul, berteriak, dan terkadang membuat orang di sekitarnya sengsara.
"Tidak ada yang menginginkan ibu yang marah-marah. Dan saya tentu saja tidak ingin menjadi ibu yang pemarah," imbuhnya.
 Rasa Cemas Bikin Seorang Ibu Gampang Marah/ Foto: Ilustrasi/ Thinkstock |
Setelah marah apa Meredith lega? Nggak, Bun, ia malah merasa frustrasi karena terkadang kemarahannya tampaknya terlalu berlebihan. Kadang-kadang, ia bertanya apa mungkin ini semua karena dirinya nggak cocok menjadi ibu?
Nggak hanya itu, Meredith pun sering bertanya-tanya apakah anak-anaknya akan lebih baik jika hidup dengan ibu yang nggak gampang marah dan tergesa-gesa menyuarakan amarahnya.
"Saya berharap mereka tidak melihat saya sering menangis setelah saya mengatakan sesuatu yang tidak benar-benar saya maksudkan dan marah pada hal-hal sederhana. Pada kenyataannya, mereka hanya belajar tentang dunia di sekitar mereka dan tidak berusaha membuat hidup saya sengsara," tutur Meredith.
Marah-marah tentu bisa membuat anak tersakiti, tapi ia berharap tak perlu meminta maaf karena marah. Sebenarnya, Meredith ingin sekali tenang dan rileks. Tidak terbebani dengan tugas rumah yang harus dikerjakan yang membuatnya marah-marah akibat membenci diri sendiri serta bereaksi berlebihan dengan setiap hal kecil.
Nah, menurutnya, semuanya itu berawal dari rasa cemas. Namun kecemasan tidak semuanya tentang stres dan serangan kepanikan. Baginya, ia mudah marah-marah karena sering tertekan dengan tanggung jawab.
"Sehingga saya tidak dapat melihat lurus dan hasilnya adalah kata-kata yang dingin, marah, pahit, dan banyak meminta maaf," tambahnya.
Ketika emosinya memuncak, Meredith merasa mustahil mengendalikannya. Kata-kata saat marah itu begitu cepat terucap ketimbang bisa menahannya.
"Itu karena otak saya berjalan dengan terlalu bersemangat, terus-menerus menjalankan daftar hal-hal yang harus dilakukan oleh ibu yang mengharuskan saya untuk terus mengikuti. Hal yang paling kecil yang membuat saya bingung," papar Meredith.
Kelelahan membuatnya mudah marah dan Meredith khawatir bisa menghabiskan seluruh harinya dengan rasa kesal tanpa alasan nyata, kecuali karena kegelisahan dirinya sendiri.
"Hati saya hancur ketika saya melihat anak-anak saya memandang dan memohon agar saya tidak marah ketika mereka membuat kesalahan kecil. Sungguh memilukan melihat mereka khawatir dengan kemarahan saya," ucap dia.
Meredith hanya ingin keluarganya tahu bahwa ia mencintai mereka. Ia ingin anak-anaknya tahu ketika amarah menguasai dirinya, itu bukan karena ia marah pada anak-anak.
"Bahkan, kadang-kadang apa yang paling saya butuhkan pada saat-saat marah adalah belas kasih, pelukan, atau kata-kata yang baik. Dan beruntung bagi saya, anak-anak saya pandai memaafkan," katanya.
Meredith juga berharap bisa menjelaskan ke anak-anak, bahwa ia sangat ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Meski faktanya, hal itu yang membuatnya stres, cemas, dan kewalahan. Anak-anak baginya layak mendapatkan ibu yang bukan pemarah hanya karena susu tumpah.
Kata Meredith, ia ingin orang tahu di balik kemarahan seorang ibu itu ada rasa sedih. Kesedihan karena nggak mampu mengendalikan amarah dan menyakiti orang yang paling disayangi, serta tak ingin disakiti.
"Dan dengan kesedihan, muncul keinginan yang mendalam untuk memperbaikinya. Meskipun kadang-kadang kita tak merasa kita bisa," imbuhnya.
Ibu marah, bukan berarti tak ingin berubah. Meredith juga sudah melakukan semua hal yang benar untuk mengatasi amarahnya. Ia melakukan terapi dan meminum obat. Ia juga berusaha menjadi orang tua yang baik, dan melepaskan banyak hal yang memicu kecemasannya.
"Saya telah belajar memeluk dengan mengatakan 'Saya minta maaf,' dan mengakui ada banyak kedamaian yang dapat ditemukan dalam diri sendiri. Kebenaran saya adalah kecemasan saya membuat saya marah dan marah dengan orang-orang yang paling saya cintai. Saya cukup beruntung karena mereka bersedia memaafkan saya lagi dan lagi. Saya hanya berharap saya bisa belajar memaafkan diri saya juga," bebernya.
Marah-marah Butuh Me TimeIbu bekerja atau tinggal di rumah, pastinya masing-masing ibu memiliki tugas dan tanggung jawab yang bisa saja membuatnya penat. Ini yang bisa bikin mudah marah. Nah, karena itulah menurut psikolog klinis dari klinik TigaGenerasi, Sri Juwita Kusumawardhani MPsi, Psikolog atau akrab disapa Wita, bunda butuh
me time.Dalam keseharian, kadang kala ada tanda di mana ibu sebenarnya sudah membutuhkan me time. Hanya saja, ibu kerap mengabaikan tanda tersebut.
Ketika sudah mulai mudah merasa tegang, mudah marah, atau mudah sedih, menurut Wita itu sudah bisa menjadi tanda ibu membutuhkan me time.
"Jika seperti itu, sebaiknya ibu segera melakukan kegiatan yang menyenangkan atau sesederhana mengambil waktu untuk menenangkan diri dari keseharian yang melelahkan," kata Wita seperti dikutip dari detikHealth.
(nwy)