Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Terungkap Pramoedya Ananta Toer Sempat Diusir Istri, Sebabnya?

Zika Zakiya   |   HaiBunda

Senin, 30 Sep 2019 10:44 WIB

Kemampuan Pramoedya Ananta Toer dalam bidang sastra sudah masuk ke level begawan, tapi soal cinta? Haduh, ternyata tidak seindah dalam novel.
Pramoedya Ananta Toer/Foto: Instagram
Jakarta - Harumnya nama Pramoedya Ananta Toer di bidang sastra tentu tidak diragukan lagi. Ia menjadi penulis buku legendaris dengan 20 lebih karya sastra, belum termasuk essay, dan karya peliputan.

Tapi siapa sangka jika Pram, sapaan karibnya, termasuk kurang beruntung dalam masalah percintaan? Dalam buku Pramoedya Ananta Toer Luruh dalam Ideologi karya Savitri Scherer, Pram menikah dengan istri pertamanya, Arfah Ilyas, pada 15 Januari 1950. Mereka mengikat diri setelah saling mengenal ketika Pram dalam tahanan setelah Agresi Militer Belanda II.

Arfah diketahui bekerja untuk Palang Merah Indonesia, sementara Pram saat itu berstatus penyunting sastra modern di penerbitan pemerintah, Balai Pustaka. Pada bulan Mei di tahun yang sama, penulis tetralogi Bumi Manusia itu harus kembali ke tanah kelahirannya di Blora karena sang ayah sakit.

Inilah yang akhirnya menjadi sumber bara dalam rumah tangga Pram. Ia harus rela meninggalkan pekerjaannya dan mengambil alih tugas kepala rumah tangga setelah sang ayah wafat. Uang tak ada, sedangkan yang dinafkahi banyak, cekcok tak terhindari.

Pramoedya Ananta ToerPramoedya Ananta Toer/ Foto: dok. pribadi Pramoedya

Di akhir 1951, Pram nekat mendirikan agensi sastra bernama Duta. Meski pemasukan tak seberapa, agensi ini membidani lahirnya Gulat di Jakarta. Atas produktivitasnya di bidang sastra, Pram diundang ke Belanda sebagai tamu Yayasan Kerjasama Kebudayaan.

Sekembalinya dari Belanda di Januari 1954, novelis yang terkenal dengan quotes 'Kita sudah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya,' akhirnya menyadari bahwa tak mampu lagi menjalankan Duta. Tak butuh waktu lama sebelum akhirnya Pram tidak bisa memberi nafkah istri.


Pram, yang menulis novel Perburuan, diusir istri di pertengahan tahun 1954. Barang yang ia bawa keluar dari rumah hanyalah peralatan menulis.

Beruntung buat Pram, pesonanya sebagai sastrawan mampu menarik hati perempuan lainnya, Maimunah Thamrin. Nama yang disebut terakhir ini adalah keponakan dari pemimpin nasionalis, Husni Thamrin. Ia menjadi perempuan yang menemani Pram hingga akhir hayat.

[Gambas:Video Haibunda]

(ziz/rdn)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda