
moms-life
Aksi Heroik Cut Nyak Dhien Pimpin Pasukan Lawan Belanda usai Teuku Umar Meninggal, Rela Tinggal di Hutan
HaiBunda
Rabu, 16 Aug 2023 22:30 WIB

Cut Nyak Dhien merupakan pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang ikut berjuang melawan Belanda pada 1880 silam. Ia menjadi tokoh perempuan inspiratif yang bisa dijadikan teladan.
Lahir pada 12 Mei 1848, Cut Nyak Dhien dibesarkan di keluarga bangsawan. Perjuangannya melawan Belanda bermula dari kisah cintanya bersama Teuku Umar yang juga dikenal sebagai pahlawan.
Cut Nyak Dhien menikah dengan Teuku Umar untuk bertempur bersama melawan pasukan Belanda pada masa perang Aceh. Akan tetapi, maut memisahkan mereka ketika Teuku Umar gugur pada 11 Februari 1899.
Sebagai istri, Cut Nyak Dhien patut diberikan pujian atas ketabahannya. Pasca kematian sang suami, ia menolak untuk terpuruk. Hatinya sangat bersedih, namun perjuangannya masih belum berakhir.
Teuku Umar tewas akibat peluru Belanda yang menembus dadanya. Kabar tersebut sampai ke telinga Cut Nyak Dhien dan anaknya, Cut Gambang.
Ketika Cut Gambang menangis, Cut Nyak Dhien menamparnya kemudian memeluknya sembari menyadarkan sang putri.
"Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata pada orang yang sudah syahid," ucapnya, dikutip dari buku Cut Nyak Dhien Ibu Perbu Dari Tanah Rencong karya Anita Retno W.
Di sisi lain, pihak Belanda tengah bersorak merayakan kemenangan mereka. Cut Nyak Dhien kemudian membulatkan tekad untuk mengambil alih tongkat komando. Ia meneruskan perjuangan mendiang suaminya dengan maju ke garis depan, Bunda.
Perjuangan Cut Nyak Dhien dalam meneruskan misi mendiang suaminya dipenuhi dengan banyak cobaan. Namun, ia tetap berjuang sambil meneguhkan kesetiaannya.
Kesetiaan Cut Nyak Dhien terhadap suami tercinta juga dibuktikan ketika ia memerintahkan Pang Laot, pengawal setianya untuk merahasiakan makam Teuku Umar dari intaian musuh.
Kehilangan suami tak membuat kekesalan Cut Nyak Dhien terhadap Belanda surut. Rasa sakit di hatinya berubah menjadi kebencian yang kian berkembang. Baginya, pasukan Belanda adalah para manusia berhati mesin yang tak punya rasa iba dan belas kasih.
Bersama para pengikutnya, Cut Nyak Dhien menyusun rencana untuk melawan Belanda di pedalaman Meulaboh. Ia membentuk pasukan bergerak, yaitu dengan melakukan perpindahan dari satu tempat ke tempat lain untuk menyulitkan serdadu Belanda dalam melacak keberadaan mereka.
Pergerakan Cut Nyak Dhien semakin sulit dilacak Belanda ketika ia masuk ke dalam hutan. Ia memiliki pedoman bahwa lebih mulia hidup di hutan walaupun menderita bersama para pengikutnya, daripada hidup senang dengan kaum penjajah di kota namun terbelenggu dalam kekuasaan.
Di hutan, ia selalu berpindah-pindah untuk menyendiri. Tempatnya sangat rahasia dan tidak diketahui oleh rakyat setempat dan musuh.
Cut Nyak Dhien membuat gubuk yang hanya ditutupi oleh dedaunan untuk berlindung di dalam hutan. Pada siang hari, ia dan pasukannya tak pernah memakai api karena asapnya dapat memberi petunjuk kepada para tentara musuh.
Ia dan prajuritnya juga sangat pandai membuat jejak yang mampu mengecoh musuh. Segala upaya pasukan Belanda dalam mendekati mereka selalu gagal.
Jejak tersebut dibuat sedemikian rupa dan berlawanan dengan arah tempat yang dituju. Para pengikut Cut Nyak Dhien juga mengatur penjagaan secara bergilir untuk melindunginya.
Menjelang pagi hari, para pasukan telah siap dengan barang-barang yang sudah dikemas. Hal ini merupakan upaya siaga untuk menghadapi sergapan prajurit Belanda.
Tak mudah bagi mereka untuk bertahan hidup di hutan dengan banyak sawah dan ladang yang sudah terbengkalai. Sementara itu, bahan-bahan pangan telah dikuasai oleh Belanda. Lanjutkan membaca di halaman berikutnya.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
Saksikan juga video tentang fakta kisah hidup Kartini:
RELA TINGGAL DI HUTAN RIMBA
Makam Cut Nyak Dhien / Foto: Nur Azis
Para pejuang Aceh kekurangan makanan untuk bertahan hidup. Bahkan, Cut Nyak Dhien dan pasukannya hanya bisa makan daun-daunan dan akar-akaran yang mereka temui di hutan. Mereka juga mengenakan pakaian yang sama secara terus-menerus, dalam keadaan kering maupun basah.
Sebagai pemimpin, tak mudah bagi Cut Nyak Dhien dalam mempertahankan semangat juang para pengikutnya di tengah penderitaan. Namun kegigihan Cut Nyak Dhien terbalaskan dengan tekad mereka yang besar pula.
"Langkahi dulu mayat kami sebelum menangkap Cut Nyak Dhien," begitu ucap para pengikutnya yang setia.
Meski penderitaan mereka begitu berat, Cut Nyak Dhien dan pasukannya tak mau menyerah kepada Belanda. Cut Nyak Dhien selalu menekankan kepada pengikutnya bahwa orang yang gugur dalam membela bangsa dan agama akan mati syahid.
"Tuhan telah menjanjikan manusia suatu balasan yang setimpal. Tuhan telah menyediakan surga, tempat ia akan kekal untuk selamanya. Oleh sebab itu, kelak neraka tempatnya, tempat yang telah ditetapkan Tuhan bagi para pengkhianat," demikian prinsip hidup Cut Nyak Dhien.
Seruan Cut Nyak Dhien berhasil menyulut semangat para pejuang Aceh. Bagi mereka, Cut Nyak Dhien adalah seorang ratu penyelamat.
Pasukan Cut Nyak Dhien yang terdiri dari laki-laki dan perempuan masih terus bertempur hingga 1901. Namun, jumlah mereka semakin lama semakin sedikit lantaran Belanda yang semakin ahli dan terbiasa berperang di medan Aceh.
Cut Nyak Dhien masih bertekad maju dengan kondisi apa adanya. Tanpa disadari, usianya semakin bertambah tua. Fisiknya pun melemah. Ia terkena sejumlah penyakit, termasuk encok dan matanya yang rabun.
Kondisi Cut Nyak Dhien yang sudah tidak prima membuat para pengikutnya iba. Salah satu prajuritnya, Pang Laot Ali kemudian melaporkan lokasi markas Cut Nyak Dhien pada Belanda karena didorong oleh rasa iba.
Pasalnya, Cut Nyak Dhien dan para pasukan telah hidup kelaparan di tengah hutan. Sudah berminggu-minggu mereka tak mendapatkan sesuap nasi. Sementara itu, patroli tak pernah henti memburu mereka.
Setelah berjuang mati-matian, Cut Nyak Dhien akhirnya dihentikan oleh Belanda. Pada saat penyergapan, ia sempat mengambil senjata rencong untuk melawan Belanda. Namun ia berhasil ditangkap dan diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat.
Belanda masih ketakutan karena kehadiran Cut Nyak Dhien dapat menciptakan semangat perlawanan. Apalagi, ia masih berhubungan dengan para pejuang yang belum tunduk.
Cut Nyak Dhien menghabiskan sisa hidupnya di Sumedang hingga menutup usia pada 6 November 1908. Ia meninggal dunia di usia 60 tahun.
Meski begitu, Cut Nyak Dhien tetaplah Cut Nyak Dhien. Bagi rakyat Aceh, seruan Cut Nyak Dhien masih terus menggema dan tersiar dari Aceh hingga ke Sumatera Barat. Ia adalah ratu penyelamat dari Tanah Rencong yang bertakhta di hutan rimba.
ARTIKEL TERKAIT

Mom's Life
Kisah Lulusan S2 Peraih Beasiswa LPDP, Begini Pola Asuh dan Dukungan Ibunda

Mom's Life
5 Artis Keturunan Pahlawan, Dian Sastrowardoyo hingga Maia Estianty

Mom's Life
Kisah The Sin Nio, Pejuang Perempuan Kemerdekaan RI yang Rela Menyamar Jadi Laki-laki

Mom's Life
Mengenal Sosok Roehana Koeddoes, Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia

Mom's Life
Kisah Martha Christina Tiahahu, Pimpin Pasukan Lawan Belanda di Usia 17 Tahun


5 Foto
Mom's Life
5 Potret Artis Indonesia Inspiratif yang Raih Gelar S2, Maudy Ayunda hingga Alyssa Soebandono
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda