Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Waspadai Relationship Trauma, Mulai dari Ciri hingga Cara Sehat Menyembuhkannya

Arina Yulistara   |   HaiBunda

Jumat, 12 Jan 2024 17:50 WIB

This is a young asian couple. They wear casual clothes. Sitting on the sofa in the living room at home. There was a quarrel between them, and the man was very excited. Women are sad.
Ilustrasi pasangan suami istri/ Foto: iStock/somethingway
Daftar Isi

Relationship trauma bisa menjadi penyebab banyak hal negatif dalam hidup Bunda. Hal ini dapat membuat diri Bunda menjadi rentan di sekitar mereka.

Traumanya bisa sangat membekas karena datangnya dari orang yang Bunda percayai. Trauma dalam hubungan menjadi hal yang nyata dalam masyarakat dan dapat menimbulkan dampak buruk yang bertahan lama.

Jika Bunda punya relationship trauma maka pernikahan tidak akan bahagia. Untuk itu, Bunda perlu memahami ciri, penyebab, dampak negatif terhadap pernikahan, hingga cara mengatasinya agar hubungan dengan suami sehat kembali. 

Yuk mengenal apa itu relationship trauma hingga cara mengatasinya.

Apa itu relationship trauma?

Mengutip dari Marriage, para ahli menggambarkan relationship trauma terjadi ketika hubungan intim melibatkan pelecehan fisik, seksual, atau psikologis yang signifikan. Bunda yang pernah mengalami trauma seperti itu cenderung mengalami emosi intens.

Ketika Bunda memikirkan trauma dalam suatu hubungan mungkin berpikir tentang kekerasan fisik. Namun bisa juga melibatkan trauma emosional dan psikologis.

Misalnya saja, memergoki pasangan Bunda berselingkuh, bertengkar hebat, atau dipermalukan oleh suami. Semuanya dapat menimbulkan gejala emosional dan psikologis.

Trauma ini bisa berasal dari pelecehan psikologis dalam suatu hubungan. Trauma emosional dan psikologis merupakan akibat dari beberapa perilaku dalam hubungan yang penuh kekerasan. 

Apa yang bisa menyebabkan relationship trauma?

  • Salah satu pasangan dengan sengaja mempermalukan atau mempermalukan pasangan lainnya.
  • Salah satu pasangan melontarkan komentar yang merendahkan korban, baik di depan umum maupun secara pribadi.
  • Pasangan yang kasar menghancurkan harga diri orang lain.
  • Salah satu pasangan berusaha meyakinkan pasangannya bahwa dia ‘gila’.
  • Salah satu pasangan mengendalikan keuangan rumah tangga.
  • Kritik terus-menerus dari pasangan.
  • Ancaman kerugian dari pelaku.
  • Salah satu pasangan menyalahkan pasangannya atas hal-hal yang tidak beres atau membuat dia merasa bersalah atas hal-hal yang bukan kesalahannya.

Salah satu perilaku di atas dapat menyebabkan hubungan traumatis. Pada akhirnya, Bunda bisa kehilangan rasa percaya diri dan kemandirian bahkan mulai mempertanyakan kewarasannya. Bunda mungkin juga takut melakukan kesalahan dan merasa tidak mungkin membuat pelakunya bahagia.

Ciri relationship trauma

Salah satu ciri utama trauma setelah menjalin hubungan menurut para ahli ketika Bunda takut dengan hubungan baru. Bunda mungkin ingin memulai hubungan baru tapi kecemasan menghalangi untuk terjun ke hubungan lain bahkan setelah meluangkan waktu untuk pulih.

Simak ciri-ciri seseorang sedang mengalami relationship trauma.

1. Masalah kepercayaan

Masalah kepercayaan menjadi tanda utama trauma dari hubungan yang toksik. Jika pelecehan dalam hubungan di masa lalu telah mengakibatkan trauma, Bunda mungkin tidak percaya diri untuk memilih pasangan baru. 

Selain itu, Bunda mungkin ragu untuk memercayai orang baru karena takut orang tersebut juga akan melakukan kekerasan. Hal ini dapat membuat Bunda marah pada hubungan baru atau pertemanan.

Misalnya saja, perbedaan pendapat atau kesalahan kecil dapat membuat Bunda mempertanyakan kejujuran suami karena hal tersebut mengingatkan Bunda akan kesalahan masa lalu yang dilakukan pasangan sebelumnya saat melakukan kekerasan.

2. Harga diri benar-benar jatuh

Pasangan hubungan yang toksik mungkin menggunakan taktik yang kasar, seperti merendahkan Bunda, mempermalukan, dan menuduh melakukan segala kesalahan. Hal ini dapat membuat Bunda merasa tidak berharga, tak kompeten, dan tak pantas mendapatkan cinta. 

3. Memilih pasangan lain yang tidak sehat

Dengan harga diri yang lemah, mungkin percaya bahwa diri sendiri tidak layak mendapatkan hubungan yang sehat di mana pasangan mempertimbangkan kebutuhan Bunda dan memperlakukan Bunda dengan hormat.

Terkadang, Bunda mungkin terburu-buru menjalin hubungan baru dengan pasangan yang melakukan kekerasan karena kesepian dan berusaha mengisi kekosongan atau menyembuhkan luka dari hubungan terakhir. Hal ini dapat menyebabkan siklus trauma berulang.

4. Pikiran obsesif

Gejala penting lainnya adalah pikiran obsesif. Hal ini mungkin melibatkan pengulangan argumen lama dari hubungan tersebut dan terobsesi dengan apa yang bisa Bunda katakan atau lakukan secara berbeda. Atau bisa jadi Bunda terobsesi dengan kekurangan yang diyakini oleh mantan.

5. Sering minta maaf secara berlebihan

Jika Bunda pernah mengalami relationship trauma maka mungkin percaya bahwa semua yang dilakukan salah. Jika ini masalahnya, Bunda mungkin akan meminta maaf atas kesalahan sederhana atau bahkan menawarkan permintaan maaf ketika hal itu tidak diperlukan.

Dampak negatif relationship trauma terhadap pernikahan

Relationship trauma dapat menyebabkan pola atau siklus negatif dalam hubungan. Ini karena cara otak terhubung.

Seperti yang dijelaskan para ahli, dengan trauma berulang, kita menjadi semakin sensitif terhadap dampaknya. Hal ini karena jika kita tidak pernah sembuh dari trauma, jaringan di otak akan berubah, menyebabkan kita memulai ‘respon bertahan hidup’ jika merasa terancam.

Respon bertahan hidup memicu reaksi dari otak yang disebut amigdala, menyebabkan kita melawan atau menjadi emosional. Respon otak terhadap kelangsungan hidup begitu kuat sehingga Bunda mungkin memandang konflik hubungan sebagai ancaman terhadap kelangsungan hidup seterusnya.

Ketika Bunda tidak memproses dan menyembuhkan relationship trauma, banyak perubahan terjadi di dalam diri sendiri yang kemudian mempengaruhi hubungan. Apa saja yang bisa berubah?

Bunda menjadi sangat sensitif sehingga konflik atau situasi apa pun yang mengingatkan akan trauma dapat terjadi, misalnya dengan berteriak atau berkelahi. Beberapa orang mungkin tidak melawan tapi malah menutup diri dan menarik diri ketika respon otak untuk bertahan hidup diaktifkan.

Hal ini pada akhirnya mengarah pada pola perilaku negatif dalam pernikahan. Respon trauma juga dapat menciptakan pola negatif dalam hubungan yang penuh kekerasan sehingga melanggengkan siklus relationship trauma.

Misalnya saja, jika Bunda terbiasa merasa terancam oleh penolakan atau komentar yang mempermalukan pasangan, otak Bunda mungkin menjadi terlalu sensitif terhadapnya.

Meski suami tidak berperilaku mengancam, Bunda mungkin merasakan penolakan atau konflik dan mulai bertindak buruk terhadap suami. Hal ini menciptakan konflik berkelanjutan dan menjadi pola negatif dalam hubungan.

Seiring berjalannya waktu, hal tersebut dapat menyebabkan Bunda memandang semua hubungan secara negatif. Bunda kemudian mungkin merasa seolah-olah tidak bisa mempercayai siapa pun, jadi menarik diri atau menyerang untuk melindungi diri sendiri. 

Hal ini akhirnya merusak hubungan apa pun dan mengarah pada pola hubungan intim yang tidak sehat dan tak bahagia.

Cara sehat menyembuhkan relationship trauma

Berikut cara yang bisa Bunda coba untuk membantu menyembuhkan trauma hubungan.

1. Berpikir baru bereaksi

Daripada langsung bereaksi, Bunda mungkin harus melatih diri untuk meluangkan waktu sejenak menganalisis apakah benar-benar dalam bahaya atau ini hanya argumen biasa?

Seiring berjalannya waktu, proses ini akan menjadi lebih otomatis karena otak menemukan cara penyembuhan trauma yang lebih sehat saat menjalin hubungan.

2. Kesabaran menjadi kuncinya

Jika Bunda memutuskan untuk tetap menjalin hubungan meski mengalami dampak buruk trauma maka harus bersiap bersabar dengan pasangan.

Pada awal penyembuhan dari relationship trauma, Bunda mungkin tidak merasa positif terhadap proses penyembuhannya. Namun saat melihat pasangan melakukan perubahan, Bunda akan mulai merasa lebih baik seiring berjalannya waktu.

3. Hiduplah di masa sekarang

Penting bagi Bunda untuk fokus pada masa kini dan bergerak maju daripada merenungkan luka di masa lalu. Saat Bunda membangun pola positif baru dengan pasangan, sikap positif akan menjadi hal yang biasa.

Jika masih terpaku pada masa lalu, Bunda dapat dengan mudah terjerumus ke dalam siklus negatif. Oleh karena itu, sangat penting untuk berfokus pada perubahan positif yang terjadi di masa kini.

4. Jangan menyalahkan diri sendiri

Orang yang selamat dari hubungan traumatis sering kali dibuat percaya bahwa mereka gila atau tidak layak untuk dicintai. Hal ini dapat menyebabkan Bunda merasa bahwa pantas menerima pelecehan dan bahwa trauma tersebut adalah kesalahan diri sendiri.

Tidak seorang pun berhak melecehkan Bunda. Pelaku bertanggung jawab atas tindakannya. Menyadari hal ini merupakan aspek penting dalam mempelajari cara menyembuhkan relationship trauma.

5. Kenali hubungan yang aman

Ketika mengalami hubungan yang traumatis, terutama berkelanjutan, Bunda mungkin mulai percaya bahwa semua hubungan itu negatif, penuh kekerasan, atau konflik. Namun sebenarnya hubungan yang sehat, bebas dari hal-hal negatif.

6. Kenali konflik yang sehat

Sama seperti Bunda mungkin mulai memandang semua hubungan sebagai hal yang tidak menguntungkan, trauma yang berulang dapat membuat diri sendiri percaya bahwa semua konflik merupakan ancaman atau pertanda adanya masalah. Hal ini juga tidak benar.

Penelitian menunjukkan bahwa konflik bisa menjadi hal yang sehat dalam hubungan. Konflik memberi Bunda dan suami kesempatan untuk mengekspresikan diri sekaligus mencari cara untuk menciptakan ikatan yang lebih kuat dengan menyelesaikan berbagai masalah.

Beberapa konflik diperkirakan terjadi dalam hubungan yang sehat, dan itu tidak berarti harus melawan, mundur, atau merasa tidak aman.

Sulit untuk tidak merasa terancam ketika konflik sudah menjadi toksik di masa lalu. Namun Bunda dapat mempelajari cara berpikir baru tentang konflik sehingga dapat merespon dengan lebih rasional.

7. Merawat diri

Mempelajari cara menyembuhkan relationship trauma melibatkan mengutamakan diri sendiri dan menjaga kesehatan mental Bunda. Ini bisa memberi Bunda kesempatan untuk mengatasinya.

Cobalah meluangkan waktu untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan, bepergian ke suatu tempat, atau menghabiskan waktu bersama orang yang Bunda cintai. Ini dapat memberi Bunda kesempatan untuk mendapatkan kembali kepercayaan diri dan harga diri Bunda.

8. Membangun sistem pendukung

Jika sedang dalam proses mempelajari cara menyembuhkan relationship trauma, Bunda bisa mendapatkan manfaat dari membentuk kelompok dukungan untuk diri sendiri.

Trauma dapat membuat Bunda mengasingkan diri dari orang lain dan memiliki sistem pendukung yang andal dapat mencegah hal ini terjadi. Mereka dapat membimbing Bunda dengan penerimaan penuh kasih dan kurangnya penilaian.

9. Tetapkan batasan yang sehat

Terapis hubungan sering kali menyoroti pentingnya menetapkan batasan yang sehat dalam suatu hubungan yang dapat melindungi kedua pasangan agar tidak terluka dan merusak hubungan. Bunda juga dapat menggunakan ini saat mempelajari cara menyembuhkan relationship trauma.

Batasan yang sehat dapat mencegah kemungkinan terjadinya trauma lebih lanjut dan juga memberikan rasa aman dalam hubungan.

10. Dapatkan bantuan profesional

Tapi bagaimana cara menyembuhkan trauma dalam suatu hubungan ketika setiap saran gagal? Pada akhirnya, jika Bunda merasa tidak dapat menyembuhkan trauma itu sendiri, mungkin perlu mencari bantuan profesional atau konseling.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

 

(som/som)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda