Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Suara Bung Karno Baca Proklamasi Ternyata Tidak Direkam Saat 17 Agustus 1945, Ini Kisahnya

Annisa A   |   HaiBunda

Sabtu, 17 Aug 2024 08:30 WIB

Isi teks proklamasi yang ditulis Soekarno
Isi teksProklamasi yang ditulis Soekarno/ Foto: Kemendikbud

Teks Proklamasi membuka pintu menuju kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Naskah tersebut dibacakan oleh Presiden Pertama RI Soekarno pada 17 Agustus 1945.

Sudah 79 tahun berlalu, Proklamasi Kemerdekaan RI menjadi bagian dari sejarah penting Tanah Air. Saat ini, naskah aslinya masih tersimpan dengan aman di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).

Sementara itu, masyarakat bisa mendengarkan Bung Karno saat membacakan naskah Proklamasi lewat rekaman suara. Namun, rekaman naskah Proklamasi yang kita dengar saat ini bukanlah suara yang direkam tepat pada 17 Agustus 1945, Bunda.

Menurut catatan sejarah, Soekarno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan RI di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 pada 17 Agustus 1945 pukul 11.30 waktu setempat. Akan tetapi, rekaman yang tersimpan saat ini ternyata diambil pada tahun 1951.

Kala itu, Soekarno melakukan pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan RI di studio Radio Republik Indonesia (RRI). Proses rekaman dilakukan oleh M. Jusuf Ronodipuro, sebagaimana disebutkan dalam buku Sejarah untuk Kelas XII Program Bahasa karya Nana Supriatna.

M. Jusuf Ronodipuro adalah pria kelahiran 30 September 1012. Ia merupakan pendiri RRI yang saat itu merekam suara Soekarno. Rekaman tersebut merupakan satu-satunya dokumen audio otentik seputar pembacaan naskah Proklamasi Kemerdekaan RI, Bunda.

Soekarno melakukan rekaman pembacaan naskah Proklamasi lima tahun pasca digelarnya upacara Kemerdekaan RI. Dalam buku Bung Hatta: Kisah Hidup dan Pemikiran Sang Arsitek Kemerdekaan karya Muhammad Muhibbuddin, disebutkan bahwa Jusuf menghadap Bung Karno di ruang kerjanya.

Jusuf meminta Sang Proklamator untuk membacakan ulang teks Proklamasi Kemerdekaan RI untuk memperluas kabar tentang terbebasnya Indonesia dari penjajahan.

Rekaman dibuat untuk kepentingan catatan sejarah Indonesia. Proses recording yang dilakukan di studio RRI juga sudah dioptimalkan dengan peralatan yang lebih mumpuni.

Kondisi tersebut berbeda dengan sebelumnya, di mana Soekarno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan RI dengan alat perekam dan sound system sederhana saat upacara.

Bahkan, alat perekam yang digunakan saat upacara sempat mati sehingga momen bersejarah itu tidak dapat diabadikan tepat di tanggal 17 Agustus 1945. Tanpa upaya Jusuf Ronodipuro, masyarakat Indonesia saat ini tidak akan bisa mendengar detik-detik kemerdekaan RI.

Kendati demikian, rekaman yang terdengar saat ini dinilai memiliki kesan yang datar. Hal itu karena frekuensi suara Soekarno pada saat membacakan teks Proklamasi pada 17 Agustus 1945 berbeda dengan yang ada di rekaman ulang studio RRI.

Itu artinya, tak menutup kemungkinan bahwa suara Bung Karno pada saat membacakan teks Proklamasi tepat di hari Kemerdekaan RI lebih lantang dan menggelegar seperti yang tercermin dari pidatonya, Bunda.

Selain Jusuf Ronodipuro, tokoh lain yang juga berperan penting dalam menyebarkan berita kemerdekaan RI adalah Herawati Diah. Ia merupakan jurnalis yang menerjemahkan naskah Proklamasi dan menyebarkannya kepada pers luar negeri.

Lanjutkan membaca di halaman setelah ini, Bunda.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!


PENERJEMAH TEKS PROKLAMASI

Herawati Diah

Potret Ilustrasi Herawati Diah / Foto: Google Doodle

Salah satu tokoh pers yang berjasa dalam menyebarkan berita kemerdekaan Indonesia adalah Herawati Diah. Tanpanya, naskah teks Proklamasi tak akan sampai ke tangan wartawan asing di berbagai negara.

Wartawati penerjemah teks Proklamasi

Herawati Diah adalah wartawati yang menerjemahkan teks Proklamasi Kemerdekaan RI. Ia lahir pada 3 April 1917 dan merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Sang Bunda, Siti Alimah binti Djojodikromo dibesarkan di lingkungan bangsawan yang menekankan pendidikan Islam dan tradisi Indonesia.

Sementara itu, sang Ayah adalah Raden Ratip yang merupakan lulusan sekolah dokter Stovia tahun 1908 dan menjadi ahli medis di perusahaan tambang timah Belanda.

Melansir dai Antara News, Herawati Diah menempuh pendidikan di American High School di Tokyo, Jepang usai lulus dari Europeesche Lagere School (ELS) Jakarta. Ia kemudian melanjutkan pendidikan ke Amerika Serikat (AS).

Banner Ucapan orang bahagia

Pada 1941, ia menjadi perempuan pertama Indonesia yang berhasil meraih sarjana dari luar negeri. Herawati Diah lulus dari Barnard College, Universitas Columbia, New York dan sempat mempelajari ilmu jurnalistik di Universitas Berkeley, California.

Kala itu, Herawati memilih AS sebagai tempat menimba ilmu atas pengaruh sang Bunda. Ibunda berpesan agar Herawati menuntut ilmu di negara yang tidak punya jajahan.

Terjun ke dunia jurnalisme membuat Herawati Diah erat dengan berbagai peristiwa bersejarah menjelang kemerdekaan Indonesia. Hal itulah yang membawanya hingga ke tugas menerjemahkan teks Proklamasi Kemerdekaan RI.

Diterjemahkan ke bahasa asing

Setelah Jepang menyerah dan Soekarno-Hatta mendeklarasikan kemerdekaan RI, Herawati Diah sempat menjadi sekretaris pribadi menteri luar negeri pertama RI, Mr. Achmad Soebardjo.

Kala itu, Hera mendapatkan naskah Proklamasi Kemerdekaan RI dari rekan sesama wartawan yaitu Burhanuddin Muhammad Diah yang menikahinya pada 18 Agustus 1942. Suami Hera mendapatkan naskah rancangan proklamasi tulisan tangan Soekarno.

"Naskah draft itu sempat diremas dan dibuang Bung Karno setelah Bung Sajuti Melik mengetik naskah asli Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Suami saya mengambil naskah draft itu, dirapikan dan diselipkan ke buku catatan yang dibawanya," kenang Hera.

"Keesokan hari saya mendapati naskah itu, dan was was saat menerjemahkan sambil menyampaikan ke teman-teman wartawan asing, setelah Bung Karno membacakan teks bersejarah berdirinya Republik Indonesia," sambungnya.

Setelah menerjemahkannya, Herawati menyebarkan terjemahan teks Proklamasi Kemerdekaan RI kepada pers luar negeri. Saat melakukannya, ia mendapatkan bantuan dari sang suami dan rekan sejawat pers termasuk Adam Malik.

Herawati tetap menggeluti dunia jurnalisme meski sang suami dilantik sebagai pejabat dan menempati posisi penting sebagai duta besar hingga Menteri Penerangan RI.

Herawati tetap rutin membaca dan menulis media massa berbahasa Indonesia maupun asing hingga akhir hayatnya. Herawati menghembuskan napas terakhir pada 30 September 2016 di usia 99 tahun.


(anm/som)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda