Jakarta -
"Bahagia itu kalau baterai dan sinyal handphone full." Itu kalimat yang dilontarkan keponakan saya yang masih duduk di bangku SD kelas 5. Kayaknya nggak ada yang salah ya sama kalimatnya, tapi itu bikin saya sedih.
Kirain ya dia happy ketemu dan main ke rumah saya, he-he-he ge-er banget ya. Ternyata bahagianya itu karena baterai dan sinyal hapenya yang full. Lalu dia pun sibuk main game online dan nonton film streaming via handphone-nya.
Ternyata fenomena seperti itu juga sering didengar oleh psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani alias Nina. Dia menyampaikan hal itu saat menjadi pembicara dalam talkshow Mombassador dan SGM Eksplor bertema 'Menggali Potensi Bunda di Era Digital Dalam Mendukung Generasi Maju' di Pusat Perfilman H Usmar Ismail, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.
"Pernah nggak anak kalau diajak pergi nanyanya, 'Nanti di sana ada wi-fi-nya nggak'. Jangan sampai kebahagiaan anak itu kalau ada baterai dan sinyal di handphone-nya," tutur Nina.
Bukan nggak boleh punya handphone dan main internet, tapi yang perlu kita tanamkan ke anak, jangan sampai dia menjadikan
gadget itu dunianya. Soalnya kalau dia sudah demikian lekat sama handphone-nya, apalagi tanpa pengawasan, akan lebih banyak mudharatnya, Bun.
"Lebih rentan mengalami gangguan kecemasan. Kalau nggak ada sinyal handphone, anak nggak mau diajak ke tempat itu," ujar Nina.
Kalau anak sampai kecanduan
gadget, bisa jadi tingkat agresivitasnya meningkat lho, Bun. Soalnya sangat mungkin mereka menonton tontonan yang agresif tanpa pendampingan. Selain itu anak jadi cenderung berperilaku yang berisiko tinggi.
"Lebih berisiko depresi juga. Nah, depresi pada anak itu lebih bahaya dan lebih menetap ketimbang depresi pada orang dewasa," sambung Nina.
Anak-anak 'jaman now' tentu beda banget sama zaman kita dulu ya, Bun. Dulu saat kita kecil, mana bisa makan hanya mengandalkan jempol. Dulu juga mainan kita cenderung mainan yang dimainkan bersama teman-teman. Dunia layar belum semenarik zaman ini.
"Kids 'jaman now' adalah generasi yang pegang hape, jadi nggak diajari langsung bisa. Mereka itu digital native, sementara kita bukan begitu. Karena itu kita harus bersiap membuka diri untuk tahu apa yang kita hadapi," tambah Nina.
Intinya, kita sebagai orang tua 'jaman now' nggak boleh gaptek. Jangan sampai anak bisa membuka situs tertentu dan kita nggak tahu bagaimana mengaksesnya. Kita sebagai irang tua juga perlu banget, Bun, selalu tahu aktivitas anak di dunia maya dan media sosial. Bukan yang maksudnya kepo abis ya, tapi ini merupakan cara kita untuk melindungi anak dari kejahatan di dunia maya.
Biar anak nggak merasa dikepoin banget sama orang tuanya, kita sih nggak perlu, Bun, selalu nge-like atau berkomentar di postingan anaknya. Ibaratnya jadi semacam 'silent follower' gitu.
"Sekali lagi, gawai (gadget) boleh kok tapi gunakan secara bijaksana dan bertanggung jawab. Jangan sampai penggunaannya berlebihan," pesan Nina.
(Nurvita Indarini)