Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

NH Dini dalam Ingatan, 3 Semangat Hidupnya yang Jadi Teladan

Amelia Sewaka   |   HaiBunda

Rabu, 05 Dec 2018 15:13 WIB

Kepergian sastrawan legendaris NH Dini jadi duka besar bagi pecinta sastra. Berikut sikap panutan NH Dini yang bisa diajarkan ke anak.
Foto: Silvia Galikano/CNN
Sastrawan dan novelis NH Dini meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan di Semarang, Selasa (4/12/2018). Wanita bernama lengkap Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin ini meninggal di usia 82 tahun.

Dilaporkan CNN Indonesia, dikutip dari dokumen NH Dini di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, sastrawan kelahiran Semarang 29 Februari 1936 ini mengaku dirinya mulai menulis syair dan sajak pada usia sembilan tahun.

Mulanya, tulisan Dini ditujukan pada sang kakak. Sedikit demi sedikit, tulisannya meluas mengenai keadaan sekeliling rumah serta lingkungan pergaulan. Dini menulis berbagai genre sastra, yaitu puisi, drama, cerita pendek, dan novel, tetapi dia lebih dikenal sebagai novelis yang kebanyakan karyanya menggunakan latar luar negeri.

Perjalanan hidup NH Dini meninggalkan kesan mendalam dan teladan yang patut dicontoh generasi muda, termasuk anak-anak. Dini selalu bersemangat menjalani hidup, tetap produktif berkarya meski mengidap osteoarthritis (penyakit sendi) dan vertigo.

Nah, berikut tiga sikap panutan dari sastrawan tiga zaman NH Dini, yang bisa kita ajarkan atau tanamkan pada anak. Cek halaman selanjutnya ya Bunda.

Peduli dan tekun

Foto: Silvia Galikano/CNN

3. Peduli

Pada 1980, setelah menyelesaikan urusan perceraian, NH Dini kembali ke tanah air dalam keadaan sakit kanker. Kemudian pada 1986, setelah kesehatannya pulih, NH Dini aktif menulis dan membimbing anak-anak di desa Kedung Pani, sambil memupuk bakat menulis anak-anak bersama pondok bacaannya di Pondok Sekayu, Desa Kedung Pani, Semarang.

Bakat seni NH Dini tidak terbatas pada karya sastra. Bersama kakaknya, Teguh Asmar, NH Dini mendirikan perkumpulan seni Kuntjup Seri, yang kegiatannya berlatih karawitan atau gamelan, bermain sandiwara, dan menyanyi, baik lagu-lagu Jawa maupun lagu Indonesia. Di samping aktif dalam kegiatan itu, NH Dini juga masih sempat bekerja sebagai anggota redaksi ruang 'Kebudayaan' dalam majalah pelajar Kota Semarang, Gelora Muda.

Karya NH Dini banyak diminati dan diapresiasi karena mengangkat masalah kehidupan di sekitarnya, seperti soal pernikahan dan perempuan. Tak heran kalau karyanya mudah dicerna karena bersumber dari pengalaman pribadi.

4. Tekun

NH Dini tidak sempat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi karena ketika usianya 13 tahun, ayahnya meninggal dunia. Akan tetapi, dia sangat haus akan ilmu. Oleh karena itu, setiap ada kesempatan, dia menyempatkan diri mengikuti pelatihan seperti pendidikan untuk menjadi pegawai GIA.

Di samping itu, dengan kelincahannya, NH Dini mengikuti Kursus B-1 Sejarah dan bahasa asing pada 1957 di Semarang. Ia juga pernah bekerja sebagai penyiar RRI Semarang. Setelah lulus pendidikan di GIA, dia bekerja sebagai pramugari di Jakarta (1957-1960). Akan tetapi, setelah bersuami, Dini berhenti dari pekerjaannya.

NH Dini baru menyadari bahwa bakat menulisnya muncul ketika gurunya di sekolah mengatakan, tulisannya merupakan yang terbaik di antara tulisan kawan-kawannya sehingga dijadikan sebagai contoh tulisan yang baik. NH Dini lantas memupuk bakatnya dengan selalu mengisi majalah dinding di sekolah.

Dia juga menulis esai dan sajak secara teratur dalam buku hariannya. Pada 1952, sajak NH Dini dimuat dalam majalah Budaja dan Gadjah Mada di Yogyakarta dan juga dibacakan dalam acara Kuntjup Mekar di Radio Jakarta. Cerpennya dimuat di majalah Kisah dan Mimbar Indonesia, seperti Kelahiran (1956), Persinggahan (1957), dan Hati yang Damai (1960).


(aml/muf)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda