
parenting
7 Dampak Perceraian pada Kesehatan Mental Anak, Bisa Bikin Si Kecil Ansos
HaiBunda
Rabu, 21 Jun 2023 21:20 WIB

Perceraian sering menimbulkan efek traumatis bagi anak. Rasa sedih, kesepian, hingga perasaan bersalah bisa menghantui masa kecil anak-anak akibat perpisahan orang tuanya.Â
Menurut ulasan Australian Family Lawyers, hal ini karena perceraian dapat mengganggu kepercayaan anak-anak yang merasa paling disayangi. Fondasi kehidupan yang nyaman dan aman dengan rutinitas mereka bersama keluarga utuh tercabut begitu saja.Â
Tidak mengherankan jika prestasi akademik anak-anak dapat terdampak negatif selama dan setelah perceraian orang tua mereka. Tekanan emosional yang disebabkan oleh perpisahan orang tua dapat memengaruhi kemampuan anak untuk fokus dan berkonsentrasi di kelas, yang menyebabkan penurunan prestasi akademik.
Selain itu, gangguan kehidupan rumah tangga yang terus bergejolak, dapat menguras motivasi anak-anak sehingga kehilangan semangat menjalani hidupnya. Apabila saat ini Bunda dan Ayah sedang menghadapi situasi sulit ini, berikut 7 dampak perceraian pada kesehatan mental anak.Â
Baca Juga : 4 Dampak Jangka Panjang Perceraian Bagi Anak |
5 Dampak perceraian terhadap kesehatan mental anak
Mengutip dari Parenting Todays Teens, juga Verywell Family, berikut merupakan dampak perceraian terhadap kesehatan mental anak:
1. Perasaan terisolasi
Ada baiknya orang tua memahami bahwa remaja yang pernah mengalami perceraian dalam keluarganya akan merasa terasing dan tertinggal. Perpecahan dalam keluarga bahkan dapat membuat seorang remaja merasa seolah-olah dia bukan lagi orang yang utuh.Â
Ketika orang tua menikah lagi, para remaja menanggapi perubahan itu sebagai tanda bahwa mereka sekarang benar-benar sendirian. Sekalipun misalnya kedua orang tua masih bisa datang bersama saat bertemu mereka, namun kenyataannya mereka telah menempuh jalan berbeda dan mungkin sudah terhubung dengan orang baru.Â
Anak-anak yang lebih muda cukup tangguh dan dapat mengatasinya, tetapi semakin tua remaja pada saat perceraian, semakin mereka merasa dikhianati dan terputus ketika perpisahan menjadi kenyataan.
2. Bermasalah dengan perilaku
Anak-anak dari keluarga yang bercerai mungkin mengalami lebih banyak masalah eksternal, seperti gangguan perilaku, kenakalan, dan perilaku impulsif daripada anak-anak dari keluarga dengan kedua orang tua lengkap. Selain masalah perilaku yang meningkat, anak juga mungkin mengalami lebih banyak konflik dengan teman sebaya setelah perceraian.
Sebuah studi tahun 2018 mengusulkan hubungan antara kekerasan orang tua dan sifat pada anak-anak. Ini, pada gilirannya, meningkatkan risiko agresi masa kanak-kanak dan gangguan perilaku.
3. Prestasi akademik yang burukÂ
Anak-anak dari keluarga yang bercerai bisa terdampak secara akademis. Sebuah penelitian yang diterbitkan pada tahun 2019 menunjukkan, anak-anak dari keluarga yang bercerai cenderung bermasalah dengan sekolah jika perceraian terjadi secara tidak terduga, sedangkan anak-anak dari keluarga yang kemungkinan besar bercerai tidak memiliki hasil yang sama.
4. Gangguan kecemasan
Perasaan cemas dan khawatir mungkin juga terjadi pada anak-anak korban perceraian. Apalagi jika perceraian sudah diwarnai dengan konflik memperebutkan anak-anak lebih layak ikut siapa.Â
Ada kecemasan yang mereka alami karena bagaimanapun tentu berat berpisah dengan salah satu orangtua. Apalagi jika harus memilih salah satu di antara kedua orangtuanya.
Wajar jika anak-anak merasa khawatir atau cemas dari waktu ke waktu – seperti ketika mereka mulai sekolah atau taman kanak-kanak, atau pindah ke daerah baru.
Tetapi bagi beberapa anak, kecemasan memengaruhi perilaku dan pikiran mereka setiap hari, mengganggu sekolah, rumah, dan kehidupan sosial mereka.
5. Merasa rendah diri
Perceraian bisa membuat anak-anak merasa rendah diri karena merasa kondisinya berbeda dengan teman-teman di sekolah. Keluarga yang tidak lengkap bisa membuat anak-anak memiliki citra buruk tentang dirinya.
Menurut Kidshealth, anak-anak yang merasa nyaman dengan dirinya sendiri memiliki kepercayaan diri untuk mencoba hal-hal baru. Mereka lebih cenderung mencoba yang terbaik.
Anak-anak dengan harga diri rendah merasakan bagian dari diri mereka sendiri. Jika mereka berpikir orang lain tidak akan menerima mereka, mereka mungkin tidak akan bergabung.Â
Mereka mungkin membiarkan orang lain memperlakukan mereka dengan buruk. Mereka mungkin kesulitan membela diri. Mereka mungkin menyerah dengan mudah, atau tidak mencoba sama sekali. Anak-anak dengan harga diri rendah merasa sulit untuk mengatasi ketika mereka melakukan kesalahan, kalah, atau gagal. Akibatnya, mereka mungkin tidak melakukan sebaik yang mereka bisa.
6. Depresi
Depresi masa kanak-kanak berbeda dari "kesedihan" normal dan emosi sehari-hari yang dialami anak-anak saat mereka berkembang. Hanya karena seorang anak tampak sedih tidak berarti mereka mengalami depresi yang signifikan.
Tetapi jika kesedihan terus berlanjut atau mengganggu aktivitas sosial, minat, tugas sekolah, atau kehidupan keluarga yang normal, itu mungkin berarti mereka menderita penyakit depresi. Perlu diingat bahwa walaupun depresi adalah penyakit serius, itu juga bisa diobati.
Saat Bunda dan Ayah dihadapkan dengan perceraian, sebaiknya pastikan mental anak-anak tidak sampai terdampak fatal. Segera cari bantuan sebelum Si Kecil mengalami depresi.
7. Anti sosial
Penyebab pasti perilaku antisosial tidak diketahui. Namun, para ahli percaya faktor individu (misalnya, temperamen dan kemampuan kognitif), faktor psikososial (misalnya, persahabatan), dan faktor lingkungan (misalnya, lingkungan sekolah dan rumah) dapat membentuknya.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa pola asuh berperan dalam perkembangan sifat agresif dan tidak berperasaan pada anak. Sebuah studi tahun 2018 mengungkap hubungan antara kekerasan orang tua dan sifat pada anak-anak. Ini, pada gilirannya, meningkatkan risiko agresi masa kanak-kanak dan gangguan perilaku.
Interaksi sosial seorang anak dengan keluarga, teman, dan masyarakat juga dapat membentuk perilaku mereka. Ini termasuk gaya pengasuhan orang tua, pendapatan keluarga, dan perceraian.Â
Selain menjaga kesehatan mental anak, Bunda juga sebaiknya tetap memastikan kesehatan fisik anak kuat agar tak mudah sakit. Bisa dilakukan dengan memberikan vitamin tambahan atau menyediakan minyak esensial ke anak.Â
Bunda ingin membeli produk kesehatan dan kebutuhan untuk anak. Langsung aja yuk, Bun klik di sini.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(rap/rap)ARTIKEL TERKAIT

Parenting
Kapan Ejekan yang Dibalut Bercanda untuk Anak dalam Keluarga Dikatakan Keterlaluan? Ini Kata Pakar

Parenting
4 Cara Tepat Mengajarkan Anak Kendalikan Emosi Marah Menurut Psikolog Anak

Parenting
5 Cara Mendidik Anak agar Punya Mental Kuat Sejak Dini

Parenting
7 Cara Memperbaiki Mental Anak yang Sering Dimarahi, Jangan Gengsi Minta Maaf

Parenting
7 Kondisi dan Sikap Orang Tua yang Bisa Merusak Mental Anak


7 Foto
Parenting
7 Potret Mima Shafa, Anak Mona Ratuliu yang Jadi Penggiat Isu Kesehatan Mental
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda