Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

7 Cara Memperbaiki Mental Anak yang Sering Dimarahi, Jangan Gengsi Minta Maaf

Meita Fajriana   |   HaiBunda

Jumat, 24 Mar 2023 08:08 WIB

Dampak memarahi anak
Dampak memarahi anak/ Foto: Getty Images/iStockphoto

Dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak menunjukkan energi yang berbeda. Anak bersikap aktif dan suka bermain, bertanya tanpa henti, dan menikmati semua yang mereka lakukan. Orang tua tentu senang melihat anak-anak mereka yang lincah mengekspresikan emosi, gembira, bermain, berbicara, hingga berimajinasi. 

Tetapi sebagian orangtua sering bereaksi berlebihan terhadap perilaku buruk seorang anak. Memarahi anak adalah reaksi umum orang tua. Sebagai orang tua, Bunda perlu bersabar dan memahami alasan di balik tindakan anak. 

Tapi, orang tua juga memiliki keterbatasan dalam memahami emosi dan perasaan anak saat berperilaku menantang. Cobalah bicara dengan lembut dan intonasi yang baik kepada anak, sehingga mereka paham tanpa melukai perasaannya.
 
Melansir dari laman Parent Circle, anak-anak adalah peniru yang hebat. Misalnya, jika Bunda berteriak, mereka akan berteriak kembali, jika Bunda memarahi mereka, mereka akan melakukan hal yang sama kepada orang lain. Karena anak akan tumbuh dengan meniru perilaku dan tindakan orang tuanya, sebaiknya renungkan sebelum melakukan perilaku yang dapat diamati anak ya, Bunda. 

Dampak negatif memarahi anak

Tahukah Bunda, memarahi anak dengan membentak akan berdampak buruk bagi kondisi psikologisnya. Menjerit dan terlalu sering memarahi anak akan membuat anak mengalami gangguan perilaku dan depresi di kemudian hari.

Anak akan tumbuh sebagai pribadi yang agresif, atau sebaliknya terlalu tertutup. Hal ini terjadi akibat goncangan mental pada anak akibat dimarahi saat masih kecil. Bahkan beberapa kasus anak yang depresi bisa melakukan tindakan ekstrem, Bunda. 

“Saat dimarahi, pada beberapa anak yang rentan akan memiliki harga diri rendah, kecemasan atau depresi yang tidak diperbaiki sehingga merasa tidak sanggup untuk dimarahi dan berpikir untuk mengakhiri hidup mereka. Tapi tidak setiap anak yang dimarahi akan mengakhiri hidupnya atau terlibat dalam perilaku berbahaya,” kata Previn Dadachanji psikiater anak dan remaja dikutip dari laman Times of India beberapa waktu lalu. 

Cara membangun hubungan baik dengan anak

Hubungan orangtua dan anak yang hangat dan saling percaya membantu anak memiliki perilaku positif, sehingga meminimalisir perilaku buruknya. Inilah cara Bunda dapat membangun koneksi dengan anak:

  1. Bangunkan anak dengan tenang dan menyenangkan. Ini memberinya kebahagiaan untuk mengawali hari yang baik. 
  2. Libatkan anak untuk membantu pekerjaan rumah dan hargai usahanya.
  3. Nasihati anak dengan tegas bukan keras. 
  4. Berikan alasan dan penjelasan yang tepat pada setiap pertanyaan anak. 
  5. Jadikan waktu makan menyenangkan. Ini saat yang tepat untuk membangun ikatan keluarga dengan makan bersama. 
  6. Jadikan rutinitas sebelum tidur tenang dan menyenangkan. Bunda bisa membacakan buku untuk Si Kecil sebagai rutinitas sebelum tidur.
  7. Berhenti menggunakan kata-kata kasar dan menyakitkan. Lebih baik jelaskan apa yang Bunda rasakan dan ungkapkan kekhawatiran terhadap perilaku mereka.
  8. Bawa anak ke tempat yang nyaman dan nasihati dengan lembut saat mereka berperilaku buruk. Itu membuatnya merasa aman dan dicintai.
  9. Antarkan anak ke sekolah dengan senyuman. Ini menciptakan momen bahagia baik untuk orangtua maupun anak.
  10. Sambut anak sepulang sekolah dengan sukacita. Ini membantu orangtua terhubung kembali dengan anak.

Cara memperbaiki mental anak yang sering dimarahi

Jika Bunda sudah terlanjur memarahi Si Kecil sehingga menimbulkan trauma bagi mereka, penting bagi Bunda untuk menyembuhkan luka batin dan mental anak. Berikut tips mengatasi trauma pada anak akibat sering dimarahi dilansir dari laman Parents.

1. Minta maaf

Sebagai orang dewasa, kita semua tahu bahwa membentak dan berteriak dapat menyakiti orang lain dan kita perlu meminta maaf untuk itu. Jadi, kalau kita membentak atau memukul anak dengan alasan apapun, bukankah seharusnya anak berhak mendengar permintaan maaf dari kita atas luka yang kita berikan, Bunda? Bunda bisa menjelaskan mengapa Bunda marah sehingga membentaknya. Tapi sebelum itu, Bunda perlu minta maaf terlebih dahulu ke anak.

2. Dengarkan perasaan anak

Ditunjukkan atau tidak, anak pasti mengalami perasaan tertentu ketika dimarahi. Beri Si Kecil dan Bunda waktu untuk menenangkan diri dulu. Setelah emosi Bunda dan anak mulai stabil kembali, coba ajak mereka bicara pelan-pelan ya Bunda.

Tanyakan dan dengarkan bagaimana perasaannya tentang kejadian itu. Terima emosi apa pun yang dirasakan anak. Hati-hati, jangan biarkan Bunda menyangkal atau bersikap defensif ketika anak mengatakan apa yang dirasakannya. Anak akan merasa perasaannya tidak valid saat itu.

Jika Bunda mendengarkan dengan seksama, anak dapat merasakan bahwa seseorang memahami perasaannya. Perasaan anak bisa menjadi lebih baik setelah itu.

3. Beri anak waktu untuk menenangkan diri saat bersosialisasi

Sering dimarahi membuat anak merasa kurang percaya diri Bunda. Akibatnya, ketidakpercayaan diri ini dapat memengaruhi kehidupan sosialnya. Anak-anak mungkin takut untuk berinteraksi dengan orang lain atau bahkan mengasingkan diri dari dunia sosial.

Jika anak mengalami hal seperti ini, jangan dibiarkan ya, Bunda. Kehidupan sosial anak penting untuk dibangun. Tentu saja tetap dengan menghargai perasaannya.

Saat anak mulai merasa takut saat berinteraksi dengan orang lain, Bunda bisa memberinya waktu untuk menenangkan diri. Tidak perlu panik apalagi terburu-buru. Pelan-pelan saja. Jika Bunda tenang, anak juga akan merasa nyaman berada di dekat Bunda.

4. Pastikan anak merasa nyaman saat berinteraksi dengan orang lain

Anak-anak yang mengalami trauma akibat sering dimarahi bisa menunjukkan reaksi pascatrauma yang berbeda-beda lho, Bunda. Cobalah untuk memperhatikan reaksi atau perilakunya, terutama ketika dia menanggapi sesuatu. Misalnya reaksinya saat didekati teman, bagaimana rutinitasnya, atau bahkan cara tidurnya.

Dengan memperhatikan reaksinya, Bunda dapat mengetahui apa yang dapat dilakukan untuk membuatnya tetap nyaman. Anak-anak dapat melakukan sesuatu dengan lebih baik jika mereka merasa nyaman, dicintai, dan dihargai.

5. Berbagi cerita dengan anak-anak

Untuk mengembalikan rasa percaya diri anak yang mengalami kekerasan verbal, interaksi antara ibu dan anak perlu terus dibangun. Bunda bisa mulai dengan berbagi cerita. Mulailah dengan cerita tentang pengalaman menyenangkan Bunda yang mudah dipahami anak. Dengan cerita seperti itu, anak bisa lebih nyaman untuk terhubung dan berinteraksi kembali dengan orangtua dan sekitarnya.

Simak penjelasan lain di halaman berikutnya ya Bunda. 

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

Simak juga yuk kebiasaan yang bisa mengganggu mental anak dalam video di bawah ini:

[Gambas:Video Haibunda]



CARA MEMPERBAIKI MENTAL ANAK YANG SERING DIMARAHI

Dampak memarahi anak

Dampak memarahi anakFoto: Getty Images/iStockphoto/

6. Jangan membenarkan perilaku buruk anak 

Terkadang, setelah orangtua menyadari telah menyakiti anaknya dengan membentak, mereka memperlakukan anak secara berbeda karena merasa bersalah. Wajar jika merasa bersalah di saat seperti itu. Namun, jangan sampai rasa bersalah membuat Bunda enggan mengingatkan anak-anaknya ya.

Jika anak melakukan kesalahan, Bunda tetap perlu memberi tahu mereka bahwa apa yang dia lakukan itu salah. Jika anak kecewa karena tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkan, tetap perlu memberinya pengertian agar dapat mengerti keadaannya.

Jangan membenarkan perilaku buruknya atau menuruti anak karena merasa bersalah ya. Tindakan seperti ini tidak akan baik untuk perkembangan Si Kecil.

Down Syndrome

7. Tetaplah mendidik anak sebagaimana mestinya

Melihat anak mengalami trauma memang sangat mengkhawatirkan. Namun, jangan perlakukan anak secara berbeda karena hal itu, Bunda. Anak tetap membutuhkan arahan tentang berbagai hal dari orang tuanya.

Misalnya bagaimana bersikap baik kepada temannya, apa yang harus dilakukan dengan mainannya setelah dia selesai bermain, betapa pentingnya mengucapkan 3 kata ajaib yaitu maaf, tolong, terima kasih, dan bagaimana mengakui kesalahan. 

Jangan biarkan Bunda bertingkah membebaskan mereka melakukan kesalahan karena anak mengalami trauma ya. Sebagai orangtua, tugas Bunda untuk mendidik anak akan terus berlanjut. Setuju, Bunda?

Maka, tetaplah mendidik anak sebagaimana mestinya. Namun lakukan dengan cara yang lebih bisa diterima anak. Selamat mencoba Bunda! 


(rap/rap)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda