Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

10 Cerita Pahlawan Singkat untuk Anak SD, Menarik untuk Ajarkan Nasionalisme

Mutiara Putri   |   HaiBunda

Kamis, 02 Nov 2023 15:28 WIB

Potret Kids Bangsawan Keluarga RA Kartini
Cerita Singkat Pahlawan Nasional/Foto: Dokumentasi Museum Kartini
Daftar Isi
Jakarta -

Tanggal 10 November selalu diperingati sebagai Hari Pahlawan, Bunda. Karena itu, Bunda bisa menceritakan kisah pahlawan di Indonesia pada anak dan menanamkan jiwa nasionalisme.

Hari Pahlawan umumnya menjadi ajang di mana para orang tua serta guru di sekolah mengajarkan anak tentang rasa nasionalisme. Tak hanya itu, mereka juga lebih memahami dan mengetahui seperti apa perjuangan pahlawan di masa penjajahan kala itu.

Menceritakan kisah singkat para pahlawan tentunya bisa menjadi sumber inspirasi anak dalam pikiran maupun tindakan. Kegiatan ini juga akan menjadi sarana edukasi dan pembelajaran yang menarik.

Banner Artis Terapkan Parenting Islami

Cerita pahlawan singkat untuk anak SD

Melansir dari berbagai sumber, ada beberapa cerita pahlawan yang bisa Bunda bagikan pada Si Kecil, terutama yang duduk di Sekolah Dasar (SD). Berikut ini deretannya:

1. Martha Christina Tiahahu

Martha Christina Tiahahu lahir 4 Januari 1800 di Desa Abubu, Nusalaut, Maluku. Perempuan pemberani ini merupakan anak tunggal dan permata satu-satunya dari Kapitan Paulus Tiahahu dan sang istri. Demikian dikutip dari laman Kemendikbud RI.

Sayangnya, kebahagiaan Kapitan Paulus Tiahahu tak berlangsung lama. Sang istri meninggal dunia saat Martha masih berusia balita.

Mengutip dari buku MARTHA CHRISTINA TIAHAHU: Mutiara dari Nusa Laut yang Cinta Tanah Air karya Indah Ratna, diceritakan bahwa selama hidupnya, Martha tak terpisahkan dari sang ayah. Hal ini membuatnya menjadi sosok pemberani dan memiliki pendirian teguh.

Martha kerap diikutsertakan dalam rapat pejuang untuk melawan penjajah Belanda, Bunda. Dengan kebiasaan tersebut, Martha lama-kelamaan menjadi paham bahwa keadaan tanah kelahirannya dalam kondisi tak baik.

Saat tumbuh menjadi seorang remaja, Martha memiliki pesona dengan rambut hitam ikalnya yang digerai panjang. Ia memiliki senyum yang manis, gigi putih nan rapi, serta bergerak dengan begitu lincah.

Kala itu banyak remaja seusianya yang merasa kagum pada Martha. Meski begitu, ia tak memedulikannya dan hanya berfokus pada perjuangan demi desa dan tanah kelahiran.

Martha pun tak lupa memberi semangat bagi perempuan di Ouw dan Ulath. Ia berharap agar kaum perempuan di sana ikut membantu pria dalam peperangan.

Perundingan para pahlawan yang diadakan pada 14 Mei 1817 berisi strategi untuk melumpuhkan kekuasaan Belanda. Saat itu Martha yang baru menginjak usia 17 tahun ikut mengambil sumpah dan ia pun dijadikan salah satu pemimpin pasukan bersama sang Ayah.

Dalam suatu operasi pembersihan yang dilakukan tentara Belanda pada Desember 1817, Martha bersama 39 pejuang lainnya tertangkap. Mereka pun dibawa menggunakan kapal dan akan dipekerjakan secara paksa di kebun kopi.

Di kapal tersebut, kesehatan Martha kian memburuk. Ia menolak untuk makan dan pengobatan yang diberi oleh Ver Huell, sosok yang bertugas untuk menangani dan memantau kesehatan para tawanan. Hingga pada 1 Januari 1818, tiga hari sebelum Martha genap berusia 18 tahun, ia menghembuskan napas terakhir, Bunda.

2. RA. Kartini

Museum KartiniMuseum Kartini/Foto: Dok. Museum Kartini

Diceritakan dalam buku R.A Kartini karya Imron Rosyadi, Kartini lahir pada 21 April 1879 dari seorang Bupati Jepara, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat. Sedangkan sang Bunda hanyalah kaum priyayi bernama M.A Ngasirah.

Pada masa itu, pria bangsawan dari keluarga ningrat harus menikah dengan wanita dari keluarga yang setara, Bunda. Karena itu, pada tahun 1875, ayahnya menikah lagi dengan Raden Ayu Muryam yang merupakan keturunan Raja Madura.

Setelah sang ayah menikah, Kartini kemudian memiliki adik tiri bernama Roekmini dan Kardinah. Semula, mereka tidak memiliki kedekatan. Namun, setelah masa pingitan Kartini selesai di usia 16 tahun, ia pun mulai menjalin kedekatannya dengan kedua adiknya itu.

Roekmini adalah sosok yang selalu menemani Kartini. Roekmini bahkan mendapatkan beasiswa ke Belanda bersama sang kakak. Namun, beasiswa itu harus dibatalkan karena ada banyaknya perintah dah hasutan dari kolonial Belanda.

Setelah gagal pergi ke Belanda, pada 1903 Kartini berhasil mendirikan sekolah bagi perempuan di Jepara. Namun, baru sebulan menjalin kesibukan sebagai seorang guru, ayahnya pun menerima surat lamaran dari Bupati Djojo Adiningrat dari Rembang untuk Kartini.

Ironisnya, calon suami Kartini merupakan seorang pria yang sudah memiliki tujuh orang anak dan masih memiliki dua istri. Istri pertamanya adalah seorang Raden Ayu, dan sudah tutup usia. Sedangkan dua istri lainnya bukan dari kalangan bangsawan. Karena itu, sang Bupati ingin Kartini untuk menggantikan posisi istrinya yang pertama.

Setelah memutuskan untuk menerima lamaran dari Bupati Rembang, Kartini kemudian menikah dengan Djojo Adiningrat pada 8 November 1903, Bunda. Dalam surat yang ia tulis, ia menceritakan tentang bagaimana prosesi lamaran yang terjadi hingga acara pernikahan yang seadanya.

Kebahagiaan akan memiliki anak pertamanya sempat dirasakan oleh Kartini. Pada usianya yang baru menginjak 25 tahun, ia akan menjadi seorang Bunda.

Kartini yang berada dalam keadaan hamil tua masih bisa menuliskan surat-surat, Bunda. Ia mengatakan bahwa sudah menyiapkan sudut untuk si bayi dan tempat tidurnya saat ia harus mengajar.

Pada tanggal 13 September 1904, Kartini melahirkan putra pertamanya yang diberi nama Raden Mas Sooesalit. Pada tanggal 17 September, dr. van Ravesteyn datang untuk memeriksakan keadaan Kartini. Namun, Kartini dalam keadaan baik dan tidak mengkhawatirkan.

Tidak lama setelah sang dokter meninggalkan Kartini, tiba-tiba Kartini merasakan sakit yang luar biasa dari dalam perutnya. Perubahan kesehatan Kartini terjadi dengan sangat drastis dan mendadak. Setengah jam kemudian, dokter tidak bisa menyelamatkan nyawa Kartini, Bunda.

3. Tuanku Imam Bonjol

Pemerintah Indonesia telah menetapkan Tuanku Imam Bonjol sebagai Pahlawan Perjuangan Indonesia melalui surat Keputusan Presiden RI No.087/TK/1973 di tanggal 6 November 1971.

Imam Bonjol memiliki nama asli Peto Syarif, lahir di Kampung Tanjung Bunga, Pasaman, Sumatera Barat. Semasa hidupnya, ia dikenal sebagai pahlawan yang gigih melawan penjajahan Belanda.

Imam Bonjol dianggap sosok yang berbahaya bagi para penjajah. Belanda bahkan mengirimkan pasukan tangguhnya untuk mengalahkan Imam Bonjol. Gubernur Jenderal Van den Bosch juga ikut memimpin serangan ke Imam Bonjol, Bunda.

Setelah panglima perang berganti tiga kali dan menunggu hampir tiga tahun, Belanda akhirnya berhasil menaklukkan Imam Bonjol pada 16 Agustus 1837. Mereka melakukan berbagai upaya, termasuk menjebak lewat perundingan terselubung.

Pada akhirnya, Imam Bonjol tertangkap dan menjalani pengasingan di berbagai tempat. Tuanku Imam Bonjol wafat di tempat pengasingan terakhirnya, Manado, pada 6 November 1864.

4. Sam Ratulangi

Sam Ratulangi adalah pahlawan kemerdekaan Indonesia yang berasal dari Sulawesi Utara. Pria bernama lengkap Gerungan Saul Samuel Yacob Ratulangi ini lahir di Tondano, 5 November 1890.

Perjuangan Sam Ratulangi melawan penjajah dimulai saat dirinya diperlakukan tidak adil dan diberi gaji kecil dibandingkan pegawai Belanda. Sam Ratulangi bertekad untuk mendidik rakyat Indonesia agar diperlakukan sama seperti Belanda.

Saat diangkat menjadi sekretaris Dewan Minahasa di Manado tahun 1924, Sam Ratulangi mendirikan yayasan pendidikan dan membuka lahan pertanian. Salah satu jasanya yang begitu dikenang adalah berhasil menghapuskan kerja paksa Belanda.

Pada Agustus 1945, Sam Ratulangi diangkat menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Setelah Indonesia merdeka, dia pun diangkat menjadi Gubernur Sulawesi.

Karena perjuangannya itu, Sam Ratulangi ditangkap dan dibuang ke Serui, Irian Jaya. Pada 30 Juni 1949, dia menghembuskan napas terakhir di Jakarta.

5. Agus Salim

Agus Salim merupakan pejuang dan Pahlawan Pergerakan Nasional yang lahir pada 8 Oktober 1884 di Kota Gadang, Sumatera Barat. Kiprah Agus Salim dalam Pergerakan Nasional dapat dilihat dari aktivitasnya di Sarekat Islam (SI) sebagai pengurus pusat.

Semasa hidupnya, Agus Salim dikenal sebagai tokoh yang cerdas karena bisa menguasai 9 bahasa. Ia pernah menjadi penasihat teknis delegasi Serikat Buruh Negeri Belanda ke Konferensi Kaum Buruh Internasional di Jenewa, Swiss, pada tahun 1929.

Beberapa karier cemerlangnya adalah menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Menteri Muda Luar Negeri pada Kabinet Syahir I dan II, serta menjadi Menteri Luar Negeri pada Kabinet Hatta.

Agus Salim perah ditangkap dan diasingkan oleh Belanda saat Agresi Militer II. Ia meninggal Dunia pada 4 November 1954 di Jakarta.

6. Cut Nyak Meutia

Cut Nyak MeutiaCut Nyak Meutia/ Foto: dok. perpusnas

Tjoet Nyak Meutia, lahir pada 15 Februari 1870, merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Aceh. Ia memainkan peran penting dalam perlawanan melawan penjajahan Belanda.

Awalnya, Tjoet Nyak Meutia bersama suaminya, Teuku Tjik Tunong, berjuang melawan Belanda. Namun, suaminya ditangkap dan dihukum mati oleh Belanda pada tahun 1905.

Setelah itu, Tjoet Nyak Meutia menikah dengan Pang Nanggroe dan terlibat dalam perlawanan bersenjata melawan penjajahan. Ia menjadi bagian dari pasukan Teuku Muda Gantoe dan melakukan berbagai serangan terhadap pos-pos kolonial Belanda.

Tjoet Nyak Meutia menunjukkan keteguhan dan keberanian dalam perjuangannya. Meskipun suaminya tewas, ia tidak gentar dan terus memimpin pasukan dalam melawan penjajah. Pada tanggal 24 Oktober 1910, ia gugur dalam pertempuran di Alue Kurieng.

Pengorbanan dan perjuangan Tjoet Nyak Meutia diakui oleh pemerintah Indonesia dengan dianugerahi status sebagai pahlawan nasional pada tahun 1964. Tindakan berani dan semangat juangnya menjadikan Tjoet Nyak Meutia sebagai inspirasi bagi perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan.

7. Dewi Sartika

Raden Dewi Sartika lahir pada 4 Desember 1884 dari keluarga Sunda yang terhormat di Cicalengka. Sejak kecil, ia memiliki hasrat untuk menjadi guru dan mengajar teman-temannya.

Setelah ayahnya meninggal, Dewi Sartika tinggal bersama pamannya dan menerima pendidikan budaya Sunda. Pada tahun 1904, dengan dukungan kakeknya yang menjabat sebagai Bupati Bandung, ia mendirikan Sekolah Isteri di Pendopo Kabupaten Bandung.

Sekolah ini kemudian berkembang dan mengajarkan wanita membaca, menulis, berhitung, serta keterampilan lainnya. Pada tahun 1912, sudah ada sembilan sekolah serupa di Jawa Barat.

Meskipun mengalami krisis saat pendudukan Jepang, sekolah ini terus berkembang dan berganti nama menjadi Sekolah Raden Dewi.

Namun, pada masa perang kemerdekaan dan Agresi Militer Belanda, Dewi Sartika mengungsi dan meninggal pada 11 September 1947 di Cineam, di mana dia dimakamkan sebelum kemudian makamnya dipindahkan ke Jalan Karang Anyar, Bandung setelah situasi stabil pasca kemerdekaan. Ia diakui sebagai Pahlawan Nasional atas kontribusinya sebagai advokat perjuangan dan pelopor pendidikan bagi kaum wanita.

8. Mohammad Hatta

Soekarno dan Bung HattaSoekarno dan Bung Hatta/Foto: Getty Images/iStockphoto/akbarudi akbarudi

Drs. Mohammad Hatta biasa dipanggil dengan sebutan Bung Hatta, Bunda. Ia merupakan salah satu tokoh proklamator kemerdekaan RI.

Ia merupakan penggagas ekonomi kerakyatan dan Bapak Koperasi Indonesia. Bung Hatta telah aktif di dunia politik sejak masih di MULO dengan anggota Jong Sumatranen Bond tahun 1921. Ia pergi ke Belanda untuk menuntut ilmu di Sekolah Tinggi Ekonomi di Totterdam.

Pada tahun 1932, Hatta bersama Sutan Syahrir mendirikan partai Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) Baru. Karena kegiatan politik tersebut, Hatta dan Sutan Syahrir pun ditangkap Belanda. Tak hanya itu, keduanya juga sempat diasingkan ke Irian Jaya pada 11 Februari 1936, kemudian dipindahkan ke Banda Neira.

Mengutip buku Kisah Heroik Pahlawan Nasional Terpopuler karya Amir Hendarsah, bersama dengan Soekarno dan anggota Empat Serangkai lainnya, Hatta mendirikan Putera dan diangkat menjadi wakil ketua PPKI.

Bung Hatta kemudian diangkat menjadi Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia. Ia juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia Serikat (RIS). Bung Hatta mengundurkan dirinya sebagai wakil presiden pada 1 Februari 1956.

9. Ir. Soekarno

Soekarno merupakan Bapak Bangsa yang juga sering disebut sebagai Putra Sang Fajar, Bunda. Anak dari Raden Sukemi Sosrodiharjo dan Ida Nyoman Rai ini lahir pada 6 Juni 1901.

Melihat dari buku Kisah Heroik Pahlawan Nasional Terpopuler karya Amir Hendarsah, sejak muda Soekarno sudah sering bertukar pikiran dengan tokoh-tokoh pergerakan Nasional, Bunda. Pada Juli 1927, ia pun mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI).

Selama perjuangannya melawan penjajah, Soekarno sudah sering kali ditangkap dan dipenjara. Ia juga berulang kali diasingkan ke pulau-pulau dan daerah terpencil.

Pada 1 Maret 1945, terbentuklah BPUPKI sebagai usaha untuk merintis kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang pertamanya, Soerkarno kemudian merumuskan Dasar Negara Indonesia yakni Pancasila.

BPUPKI kemudian dibubarkan dan terbentuklah PPKI. Karena kekalahan Jepang dari Sekutu para pertempuran di HO Ci Minh, Vietnam, Soekarno, Hatta, dan Rajiman Widiodiningrat dijanjikan untuk mempercepat kemerdekaan Indonesia menjadi 24 Agustus 1945.

Namun, proklamasi pun dibacakan pada 17 Agustus 1945 atas dasar usaha sendiri karena adanya pertentangan dari kaum muda.

Soekarno kemudian menjadi presiden pertama Indonesia dengan wakilnya, Drs. Mohammad Hatta. Soekarno memimpin Indonesia dalam waktu yang cukup lama hingga ia menyerahkan jabatannya pada Soeharto pada 22 Februari 1967.

10. Fatmawati

Fatmawati merupakan istri dari Presiden Soekarno, Bunda. Fatmawati pun menjadi Ibu Negara Indonesia pertama dari tahun 1945 hingga 1967.

Ia memang bukanlah orang yang menemani Soekarno berjuang melawan penjajahan dari awal. Namun, Fatmawati adalah sosok dibalik Sang Saka Merah Putih.

Merangkum dari buku Fatmawati dan Soekarno karya Burhan Fanani, suatu hari pada Oktober 1944, seorang perwira Jepang bernama Hitoshi Shimizu membawa kain merah dan putih dua blok. Kain itu merupakan bagian dari janji Perdana Menteri Jepang untuk memberikan kemerdekaan Indonesia kelak di kemudian hari.

Walaupun pada saat menerima dua lembar kain itu kemerdekaan Indonesia hanya angan-angan, Fatmawati langsung menjahit kain itu. Meski tengah hamil anak pertamanya, Fatmawati menjahit Bendera Pusaka dengan tangannya sendiri tanpa bantuan mesin jahit.

Dari 10 pahlawan di atas, kira-kira Si Kecil paling suka kisah yang mana, ya? Bagikan di kolom komentar, yuk.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(mua/mua)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda