HaiBunda

PARENTING

5 Cerita Kisah Anak Durhaka kepada Orang Tua Selain Dongeng Malin Kundang, Kaya Pesan Moral

Hasna Fadhilah   |   HaiBunda

Senin, 11 Dec 2023 22:20 WIB
Ilustrasi Membacakan Dongeng/ Foto: Getty Images/iStockphoto/BongkarnThanyakij

Ada banyak kisah atau cerita anak dengan alur beragam yang sarat akan pesan moral. Cerita tentang anak durhaka kepada orang tua menjadi salah satu kisah yang populer di Indonesia. Sebut saja, salah satunya dongeng Malin Kundang dari Sumatera Barat. 

Dongeng Malin Kundang mengisahkan tentang seorang anak yang durhaka kepada ibunya. Ia meninggalkan ibunya untuk pergi merantau.

Saat Malin sudah menjadi orang sukses, ia kembali ke kampung halamannya. Namun, ia menolak untuk mengakui ibunya yang berpakaian lusuh. Akibatnya, Malin pun dikutuk menjadi batu oleh sang Bunda.


Nah, selain dongeng Malin Kundang, ternyata masih banyak cerita kisah anak durhaka kepada orang tuanya lainnya, Bunda. Bahkan, ada kisah anak durhaka dari zaman Rasulullah SAW.

Cerita-cerita tersebut tentunya juga memiliki pesan moral yang dapat dijadikan pelajaran berharga untuk Si Kecil ya. Bunda bisa membacakan cerita ini untuk penghantar tidur anak atau saat mengisi waktu luang dengannya.

Nah, berikut ini telah HaiBunda rangkum dari berbagai sumber, 5 cerita kisah anak durhaka kepada orang tua, selain dongeng Malin Kundang yang sarat akan pesan moral.

1. Kisah Si Lancang, cerita anak durhaka dari Riau

Kisah berikut dikutip dari buku Cerita Rakyat Nusantara 34 Provinsi, penerbit Ruang Kata (2017).

Pada zaman dahulu, di daerah Kampar, hiduplah Si Lancang dengan ibunya. Mereka sehari-hari hidup prihatin mengandalkan penghasilan yang minim sebagai buruh tani. Keadaan ini membuat Si Lancang berpikir untuk memperbaiki nasib dengan pergi merantau.

Pada suatu hari. Si Lancang berangkat ke negeri orang. Diceritakan, Si Lancang bekerja keras bertahun-tahun lamanya. Segala perjuangannya tidak sia-sia, ia berhasil menggapai cita-citanya menjadi orang kaya.

Ia menjadi saudagar yang memiliki berpuluh-puluh kapal dagang. Akan tetapi, ia lupa pada ibunya dan segala janji manisnya dahulu.

Pada suatu hari, Si Lancang singgah di Kampar. Berita kedatangan Si Lancang terdengar oleh ibunya. Ia mengira bahwa Si Lancang pulang untuk dirinya. Dengan memberanikan diri, ia naik ke geladak kapal mewah Si Lancang.

Si ibu langsung menghampiri Si Lancang dan ketujuh istrinya. Betapa terkejutnya Si Lancang ketika menyaksikan bahwa perempuan berpakaian compang camping itu adalah ibunya. Akan tetapi, harapan Si Lancang hanya tinggal harapan. Rasa malu dan marah pun tak dapat ia tahan. Ibunya segera menghampirinya.

"Engkau Lancang. Anakku! Oh... betapa rindunya hati emak padamu." Mendengar sapaan itu, si Lancang begitu tega menepis pengakuan ibunya sambil berteriak.

"Mana mungkin aku mempunyai ibu perempuan miskin seperti kamu. Kelasi! usir perempuan gila ini!"

Dengan perasaan hancur, ibunya pergi meninggalkan semua angan-angan tentang anaknya. Luka hati seperti disayat sembilu. Setibanya di rumah, hilang sudah akal sehatnya dan kasih sayangnya karena perlakuan buruk yang diterimanya, la mengambil pusaka yang dimilikinya berupa lesung penumbuk padi dan sebuah nyiru.

Diputarnya lesung itu dan dikibas-kibaskan nyiru itu sambil berkata, "Ya Tuhanku... hukumlah si anak durhaka itu."

Tidak perlu waktu lama, Tuhan mengabulkan permintaan ibu tua renta itu. Dalam sekejap, turunlah badai topan. Badai tersebut meluluhlantakkan kapal-kapal dagang milik Si Lancang dan harta benda miliknya.

Menurut cerita rakyat setempat, kain sutranya melayang-layang dan jatuh menjadi negeri Lipat Kain yang terletak di Kampar Kiri. Gongnya terlempar ke Kampar Kanan dan menjadi Sungai Ogong.

Tembikarnya melayang menjadi Pasubilah, sedangkan tiang bendera kapal Lancang terlempar hingga sampai sebuah danau yang diberi nama Danau Si Lancang. Hingga sekarang, nama nama tempat itu masih ada dan dapat disaksikan.

2. Asal-usul Kolam Sampuraga, cerita kisah anak durhaka dari Mandailing

Kisah Sampuraga berikut dikutip dari buku 88 Cerita Terbaik Asal-usul Nama Daerah, penerbit Visimedia (2013).

Dahulu kala, di daerah Padang Lawas Utara, ada seorang pemuda yang bernama Sampuraga. Ia dan ibunya bekerja sebagai buruh tani. Pemilik ladang menyukal mereka, karena memiliki sifat jujur dan rajin bekerja. 

Suatu hari, pemilik ladang berbincang dengan Sampuraga di teras rumahnya. "Sampuraga, kau adalah pemuda yang jujur dan rajin bekerja. Sayang sekali jika kau tetap bekerja sebagai buruh tani. Di daerah Mandailing, kebanyakan penduduknya bekerja sebagai pendulang emas. Lebih baik kau pergi mencari peruntungan di sana, siapa tahu kau berhasil.” 

Sampuraga merenung. Ia memang ingin sekali mengadu nasib agar kehidupannya lebih baik. Dengan cara itu pula, ia dapat membahagiakan Ibunya. 

Sesampainya di rumah, Sampuraga menyampaikan keinginannya tersebut kepada sang ibu. 

"Pergilah, Anakku, jika kau ingin memperbaiki nasibmu. Ibu minta maaf, karena belum bisa membahagiakanmu selama ini," kata ibunya dengan sedih. Sang Ibu khawatir tidak bisa bertemu Sampuraga lagi, mengingat dirinya yang menua. Namun, ia tetap merelakan putranya pergi.

"Terima kasih, Bu. Aku berjanji akan kembali ke sini menjemput Ibu jika telah berhasil nanti," ujar Sampuraga kepada ibunya.

Keesokan harinya, Sampuraga memulai perjalanan. Ia melepas lelah di sebuah desa bernama Pidoli Lombang. Kemudian, ia sampai di Desa Sirambas yang dipimpin oleh Raja Silanjang.

Di desa tersebut, Sampuraga bekerja pada Raja Silanjang yang memiliki usaha dagang yang besar. Pemuda itu bekerja dengan rajin dan jujur. Melihat sifat baik Sampuraga, lama-kelamaan Raja Silanjang sangat percaya Sampuraga. Ia menyerahkan usahanya untuk dikelola oleh Sampuraga. Usaha Sampuraga semakin berkembang dan la menjadi pengusaha yang kaya raya. Kehidupannya pun berubah bagaikan seorang raja. 

Raja Silanjang menikahkan Sampuraga dengan putrinya yang cantik Jelita. Pesta pernikahan yang megah dan mewah segera dirancang untuk mereka. Berita tentang pernikahan ini sampai ke kampung halaman Sampuraga.

Ibunda Sampuraga pun mendengar berita pernikahan anaknya. la bingung, jika benar yang menikah itu adalah putranya, mengapa Sampuraga tidak mengabarinya? Namun, sang ibu yang teringat ucapan Sampuraga bahwa ia akan kembali kepada ibunya jika sudah berhasil, memperkuat keinginan sang ibu pergi ke Desa Sirambas untuk meyakinkan diri bahwa orang itu benar anaknya. 

Dengan susah payah, Ibu Sampuraga menempuh perjalanan jauh untuk mencapai Desa Sirambas. Sesampainya di sana, ia menyaksikan pesta yang sangat meriah. Meskipun berpenampilan kumal dan lusuh, ibu Sampuraga berusaha mendekati pesta tersebut. la ingin melihat siapa yang bersanding sebagai pengantin. Betapa bahagianya, ketika yang dilihatnya adalah benar sang putra. 

"Sampuraga!" teriaknya. Semua orang melihat kepadanya dengan pandangan heran. 

"Ini ibu datang!" teriak sang ibu lagi. 

Sampuraga yang sedang bersanding di kursi pelaminan, terkejut melihat sosok Iibunya di antara para tamu agung yang datang. Penampilan ibunya sangatlah lusuh. Seketika, timbul rasa malu untuk mengakui ibunya. 

"Siapa kau berani mengacaukan pestaku?" hardik Sampuraga. "Enak saja mengaku-aku sebagai ibuku! ibuku sudah meninggal! Cepat usir dia dari sini!" 

Beberapa orang suruhan segera menarik ibu Sampuraga pergi, menyeretnya keluar dari pesta tersebut. Ibu Sampuraga menangis tersedu. Ia tidak menyangka putranya mengingkari kehadirannya. Anak yang telah dikandung, dilahirkan, dan dibesarkannya dengan susah payah tidak mengakuinya sebagai ibu . 

"Jika benar ia adalah anak yang kulahirkan dan tidak mengakui aku sebagai ibunya, Tuhan akan menujukkan keadilan," isak Ibu Sampuraga dengan dengan wajah berurai air mata. 

Saat itu, cuaca langsung berubah. Angin berembus kencang. Badai dan banjir air panas menghantam tempat pesta pernikahan Sampuraga. Seluruh penduduk yang hadir berlarian menyelamatkan diri, sedangkan ibu Sampuraga raga menghilang entah ke mana. Tak seorang pun penduduk yang selamat, termasuk Sampuraga dan istrinya. 

Banjir dahsyat tersebut menyisakan sebuah kolam air panas di lokasi pesta pernikahan Sampuraga. Oleh masyarakat setempat, tempat tersebut dinamakan Kolam Sampuraga. Hingga kini, Kolam Sampuraga menjadi salah satu tempat wisata di daerah Mandailing yang ramai dikunjungi orang.

Ilustrasi Membacakan Dongeng/ Foto: Getty Images/iStockphoto

3. Kisah Al-Qamah, anak durhaka yang sulit ucapkan syahadat saat sakaratul maut

Kisah Al-Qamah berikut dikutip dari buku Hadis dan Kisah Teladan untuk Anak Saleh, dari penerbit Cerdas Interaktif tahun 2015.

Ada seorang laki-laki bernama Al Qamah. Dia dikenal seorang yang rajin beribadah dan banyak bersedekah. Sayangnya, menjelang ajal, dia tidak bisa mengucapkan laa ilaaha illallah.

Ketika ajal Al Qamah hampir datang, istri Al Qamah menyuruh seseorang untuk menemui Rasulullah SAW. Rasulullah lalu mengutus Bilal, Ali, Salman, dan Ammar untuk melihat kondisi Al Qamah. Setelah melihat kondisi Al Qamah. Bilal lalu melaporkan keadaan Al Qamah yang akan menghadapi ajal kepada Rasulullah.

Rasulullah pun mengutus Bilal untuk menemui ibu Al Qamah yang sudah tua. Ibu Al Qamah akhirnya datang menghadap beliau. Rasulullah meminta penjelasan kepada ibu Al Qamah tentang anaknya. Ibu Al Qamah lalu bercerita bahwa Al Qamah adalah seorang anak yang rajin salat, puasa, dan sedekah. Namun, dia sangat marah kepada Al Qamah karena Al Qamah telah menyakitinya. Al Qamah tidak mematuhinya dan lebih peduli kepada istrinya. 

Rasulullah lalu berkata, "Kemurkaan ibunya itulah yang mengunci lidahnya untuk mempersaksikan bahwa tiada tuhan selain Allah."

Rasulullah lalu memerintahkan Bilal untuk mengumpulkan kayu bakar untuk membakar Al Qamah.

Ibu Al Qamah terkejut mendengar perintah Rasulullah. Rasulullah menjelaskan pada ibu Al Qamah bahwa siksaan Allah itu lebih berat dan lebih kekal. Jika dia ingin Allah mengampuni Al Qamah, ia harus merelakan atau meridai Al Qamah. Akhirnya, ibu Al Qamah mau memaafkan Al Qamah dan meridainya. 

Rasulullah lalu meminta Bilal menemui Al Qamah. Ketika Bilal sampai di pintu rumah Al Qamah, Bilal mendengar Al Qamah sedang mengucapkan laa ilaaha illallah, lalu meninggal dunia.

4. Cerita Kan'an, kisah anak Nabi Nuh yang durhaka kepada orang tuanya

Cerita Kan’an anak Nabi Nuh AS berikut dikutip dari buku Quran Stories For Kids: Kumpulan Cerita Al-Quran Untuk Anak Pembentuk Karakter Islami, dari penerbit Wahyu Media tahun 2013:

Nabi Nuh AS mempunyai empat orang anak, yaitu Syam, Khan, Yafits, dan Kan’an. Saat banjir semakin membahana menenggelamkan satu persatu bangsa Armenia yang ingkar, Nabi Nuh AS melihat anaknya, Kan'an. la terapung-apung bertaruh nyawa. Kan'an berpegangan pada sebilah kayu. Nabi Nuh AS merasa iba melihat kondisi Kan'an, karena bagaimanapun Kan'an adalah anaknya. 

Nabi Nuh AS lalu mendekatkan kapalnya ke Kan'an. Ia memanggil anaknya agar naik ke kapal. Namun Kan'an menolak, "Tidak . Aku tidak sudi ikut denganmu. Aku akan naik ke puncak gunung. Di sana aku akan selamat dari air sialan ini", gerutu Kan'an menyombongkan diri. 

Nabi Nuh AS memperingatkan Kan'an. Tidak akan ada yang selamat dari azab Allah SWT dan ia meminta anaknya untuk segera naik ke kapal. Namun, Kan'an bersikeras tidak mau ikut. Tiba tiba saja gelombang dahsyat menyapu Kan'an. la tenggelam bersama orang-orang yang durhaka. 

Nabi Nuh AS bersedih menyaksikan anaknya tenggelam. Meski seorang nabi, namun ia tetap manusia biasa. 

"Ya Allah, bagaimanapun Kan'an adalah anakku. Mengapa tidak Engkau selamatkan," rintih Nabi Nuh AS.

Allah SWT pun menegur Nabi Nuh AS, "Hai Nuh, ia (Kan'an) tidak termasuk keluargamu karena perbuatannya yang durhaka. la tidak termasuk orang-orang yang dijanjikan akan selamat. Janganlah kamu memohon sesuatu yang tidak kamu ketahui hakikatnya."

Nabi Nuh AS menyadari kesalahannya. la berdoa memohon ampun, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari memohon kepada-Mu sesuatu yang aku tidak mengetahui (hakikatnya). Kalau Engkau tidak mengampuniku dan menaruh belas kasihan padaku. Niscaya aku termasuk orang yang rugi."

5. Cerita rakyat Legenda Batu Menangis dari Kalimantan

Cerita rakyat asal Kalimantan Barat berikut dikutip dari buku Dongeng Nusantara: Kebo Iwo, Batu Belah, Batu Menangis, dari penerbit Bestari tahun 2019. 

Di sebuah desa di daerah pedalaman Kalimantan, hiduplah seorang gadis cantik bersama ibunya yang sudah tua. Mereka hidup serba kekurangan. Akan tetapi, gadis itu justru manja dan ingin tampil serba mewah tanpa mau bekerja keras sedikit pun. Ia malas membantu ibunya. 

Pekerjaannya setiap hari hanya bersolek di depan cermin mengagumi kecantikannya. Bahkan gadis itu berani memerintah orang tuanya. Bila kemauannya tidak dituruti, ia langsung marah besar. Jadi, terpaksa lah ibunya banting tulang memenuhi segala keinginan anaknya itu. 

Suatu hari, gadis itu diajak ibunya berbelanja ke pasar. Letak pasar cukup jauh. Gadis itu segera berdandan secantik mungkin dan mengenakan pakaiannya yang terindah. Sebaliknya, sang ibu memakai baju lusuh.

Lalu berjalan lah keduanya. Tapi, gadis itu merasa malu beriringan dengan ibunya. Ia selalu berjalan di depan, sedangkan ibunya yang membawa keranjang belanja sengaja ia suruh mengikuti dari belakangnya. Tidak ada yang menyangka bahwa mereka berdua ibu dan anak. 

Di tengah jalan, banyak pemuda berusaha berkenalan dengan gadis itu. "Hai gadis cantik, dari mana asalmu? Boleh kita berkenalan?" 

Gadis itu merasa amat senang dikagumi banyak pemuda. Namun, ketika para pemuda itu menanyakan siapa wanita kurus yang berjalan di belakangnya. Ia berjalan dengan ketus dan mengatakan, "Oh dia pembantuku!" Pada saat itu, sang ibu dapat menahan diri mendengar jawaban putrinya. 

Lalu, tibalah mereka di pasar. Orang-orang semakin memandang ke arah gadis itu mengagumi kecantikannya. Sebaliknya, ibunya sibuk mengisi keranjang dengan berbagai barang belanjaan. Tapi gadis itu sama sekali tidak membantunya. Sebaliknya, ia justru memperlakukan ibunya seperti pembantu. 

Demikian pula ketika pulang, gadis itu malah berleha-leha. Sedangkan ibunya susah payah membawa barang belanjaan di belakangnya. Setiap kali ada orang yang bertanya, ia selalu menjawab, "Dia budakku!"

Sakit hati ibunya kini tak tertahankan lagi. Ia berdoa kepada Tuhan agar mengutuk anaknya yang durhaka itu. Seketika petir menyambar dari langit disusul dengan hujan lebat. Gadis itu terperanjat dan tiba-tiba berubah menjadi batu.

Mula-mula kakinya yang berubah, lalu merambat ke perut, kemudian ke dadanya. Ia berteriak-teriak minta tolong sambil menangis. "Ampun ibu… ampuni saya ibu…!" Tapi terlambat. Akhirnya, seluruh tubuhnya berubah menjadi batu dengan tetesan air mata di pipinya. 

Itulah Bunda 5 cerita kisah anak durhaka kepada orang tua yang dapat menjadi pengingat untuk semua agar selalu berbakti kepada orang tua. Sebab, orang tua merupakan sosok yang paling berjasa dalam kehidupan anak. Merekalah yang merawat anak-anaknya dengan kasih sayang dan membesarkan dengan sepenuh hati. Semoga kisah-kisah ini dapat menjadi referensi bacaan yang sarat pesan moral untuk anak ya.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(ank)

Simak video di bawah ini, Bun:

Cerita Fabel Animasi: Si Parkit Raja Parakeet

TOPIK TERKAIT

ARTIKEL TERKAIT

TERPOPULER

5 Potret Steffi Zamora Kenakan Gaun Putih bersama Nino Fernandez, Banjir Ucapan Selamat

Mom's Life Amira Salsabila

Daftar Laki-laki atau Perempuan yang Tidak Boleh Dinikahi dalam Islam

Mom's Life Arina Yulistara

Ketahui Berat Badan Bayi 5 Bulan yang Ideal dan Cara Mendapatkannya

Parenting Asri Ediyati

5 Potret Anak Artis Sudah Masuk SD, Ada Putra Tasya Kamila hingga Tya Ariestya

Parenting Nadhifa Fitrina

Apakah Boleh Berhubungan Intim Setelah Masa Ovulasi?

Kehamilan Asri Ediyati

REKOMENDASI
PRODUK

TERBARU DARI HAIBUNDA

5 Potret Steffi Zamora Kenakan Gaun Putih bersama Nino Fernandez, Banjir Ucapan Selamat

Ketahui Berat Badan Bayi 5 Bulan yang Ideal dan Cara Mendapatkannya

Daftar Laki-laki atau Perempuan yang Tidak Boleh Dinikahi dalam Islam

5 Potret Anak Artis Sudah Masuk SD, Ada Putra Tasya Kamila hingga Tya Ariestya

50 Kata-kata Deep dari Film dan Drama Korea untuk Media Sosial

FOTO

VIDEO

DETIK NETWORK