PARENTING
10 Pertanyaan Sepele yang Bisa Melukai Anak sampai Dewasa Menurut Psikolog
Nadhifa Fitrina | HaiBunda
Sabtu, 05 Jul 2025 17:30 WIBBunda, pernahkah tanpa sadar mengajukan pertanyaan yang terdengar wajar ke anak? Padahal, pertanyaan itu bisa saja melukai perasaannya, lho.
Menurut para psikolog, ada beberapa pertanyaan umum yang sering kali dilontarkan orang tuanya. Sayangnya, pertanyaan-pertanyaan ini bisa berdampak negatif pada kesehatan mental anak.
"Meski kita percaya bahwa pertanyaan kita bermaksud baik, kadang hal itu justru menumbuhkan persepsi negatif dalam diri anak dan menciptakan kecemasan," ujar dr. Joe Vaccaro, Psy.D., Direktur Eksekutif Newport Healthcare di California, dikutip dari Parade, Kamis (03/07/2025).
10 pertanyaan sepele yang bisa melukai anak sampai dewasa
Setidaknya ada 10 pertanyaan sepele yang dapat melukai hati anak sampai dewasa jika diucapkan orang tua. Apa saja? Berikut deretannya seperti dilansir berbagai sumber:
1. Kenapa kamu pemalu banget?
Pertanyaan ini terdengar biasa saja, tapi bisa membuat anak merasa ada yang salah dengan dirinya. Anak bisa berpikir bahwa sifat alami mereka adalah kelemahan.
"Pertanyaan seperti ini membuat anak merasa kepribadian atau keterampilan sosialnya bermasalah. Mereka bisa jadi kehilangan rasa percaya diri dan mengalami kecemasan sosial, bahkan jika sebelumnya mereka tidak merasa pemalu," ujar dr. Joe Vaccaro.
Daripada menghakimi, Bunda bisa membiarkan anak berkembang dengan caranya sendiri. Dukung mereka untuk merasa nyaman dalam situasi sosial tanpa tekanan.
2. Kenapa kamu sensitif banget, sih?
Masa kecil adalah waktu penting untuk belajar mengenali dan mengatur emosi. Namun, pertanyaan ini bisa membuat anak merasa bahwa perasaannya tidak valid.
"Memanggil anak sensitif bisa mengajarkan mereka untuk menekan emosi alih-alih mengelolanya secara sehat. Anak jadi cenderung menutup diri dan takut untuk terbuka," kata dr. Vaccaro.
Daripada mempertanyakan, lebih baik validasi emosinya dan bantu mereka menamai apa yang mereka rasakan. Hal ini akan membentuk komunikasi emosional yang lebih sehat ke depannya.
3. Ada apa sih sama kamu?
Pertanyaan ini terdengar kasar dan menekan, apalagi saat anak sedang bingung atau melakukan kesalahan. Anak bisa merasa disalahkan tanpa diberi kesempatan menjelaskan.
"Sulit membayangkan ada anak yang bisa mendengar pertanyaan ini dengan cara yang positif. Anak butuh koreksi yang jelas dan penuh empati, bukan kesan bahwa mereka itu 'salah' atau 'buruk'," kata dr. Maddy Brener, dikutip dari Parade.
Daripada menghakimi, arahkan anak dengan tenang dan beri tahu apa yang diharapkan. Komunikasi yang jelas bisa membuat anak merasa dimengerti.
4. Kamu enggak terlalu tua buat itu?
Pertanyaan ini bisa menanamkan rasa malu pada anak yang masih menikmati hal-hal yang sesuai usianya. Anak jadi merasa harus tumbuh cepat agar diterima.
"Pertanyaan ini membuat anak merasa harus segera meninggalkan hal-hal yang mereka sukai, seperti bermain boneka atau butuh pelukan. Itu semua demi terlihat cukup besar," ujar dr. Vaccaro.
Padahal, menikmati masa kecil adalah bagian penting dari perkembangan. Dukung keinginan mereka tanpa memaksa untuk cepat dewasa.
5. Kenapa kamu bersikap kayak gitu?
Pertanyaan ini menuntut anak memahami sepenuhnya perilaku mereka, yang belum tentu mampu mereka lakukan. Akibatnya, mereka justru merasa bingung dan takut salah.
"Pertanyaan ini terlalu umum dan bisa membuat anak bingung mana perilaku yang salah. Kita harus tenang saat di perpustakaan," kata dr. Brener.
Kalimat spesifik membantu anak memahami harapan orang tua. Hal ini juga membangun kedisiplinan tanpa membuat mereka merasa diserang.
6. Kamu yakin mau lakukan itu?
Bunda mungkin hanya ingin memastikan, tapi pertanyaan ini bisa membuat anak ragu pada keputusan sendiri. Lama-lama mereka bisa kehilangan kepercayaan diri.
"Pertanyaan seperti ini bisa memicu ketidakpastian dan membuat anak mempertanyakan keputusannya sendiri. Anak jadi kurang percaya pada intuisi dan kemampuannya," jelas dr. Brener.
Alih-alih mempertanyakan, Bunda bisa bilang, "Kalau kamu butuh bantuan, Bunda di sini ya". Hal ini untuk memberikan dukungan tanpa menekan.
7. Kenapa kamu enggak bisa seperti kakak/adikmu?
Perbandingan dalam keluarga bisa menyakitkan dan memicu kecemburuan. Anak merasa tidak cukup baik hanya karena tidak seperti saudaranya.
"Perbandingan bisa merusak harga diri anak dan menimbulkan rasa cemburu atau benci pada saudara kandungnya," kata dr. Vaccaro.
Ingat, setiap anak unik dan berkembang dengan cara berbeda. Fokuslah pada kelebihan masing-masing anak, bukan membandingkan.
8. Kenapa nilaimu jelek di sekolah?
Pertanyaan ini bisa membuat anak merasa nilai akademik adalah satu-satunya ukuran dirinya. Hal ini menambah tekanan, bukan solusi.
"Pertanyaan ini bisa membuat anak merasa bahwa nilai menentukan harga dirinya. Lebih baik mulai dengan kalimat seperti, 'Aku lihat nilai matematikamu turun, mau kita bahas bareng?" jelas dr. Vaccaro.
Pendekatan yang lebih hangat akan membuat anak terbuka. Mereka juga lebih siap menerima bantuan jika tidak merasa disalahkan.
9. Kalau gede nanti, kamu mau jadi apa?
Terdengar seperti pertanyaan ringan, tapi bisa memberi tekanan pada anak yang masih mencari jati diri. Anak merasa yang penting hanyalah masa depan, bukan dirinya sekarang.
"Fokus berlebihan pada masa depan membuat anak merasa apa yang mereka lakukan hari ini tidak cukup menarik," kata dr. Brener.
Sebaiknya, tanyakan apa yang sedang mereka sukai sekarang. Hal ini membuat mereka merasa dihargai dan diperhatikan.
10. Kamu udah punya pacar belum?
Pertanyaan ini sering dilontarkan bercanda, tapi bisa membawa dampak serius. Apalagi jika disampaikan dengan asumsi heteronormatif.
"Pertanyaan ini bisa membuat anak merasa bahwa hanya hubungan laki-laki dan perempuan yang bisa diterima. Ini bisa menimbulkan rasa malu, terutama bagi anak yang sedang mempertanyakan identitas atau orientasi mereka," kata dr. Brener.
Alternatif pertanyaan yang lebih bijak
Kalau begitu, pertanyaan seperti apa yang sebaiknya diajukan? Berikut saran dari para psikolog.
1. Kamu mau aku dengerin, bantu, nemenin, atau kasih kamu ruang?
Pertanyaan ini memberi anak pilihan atas apa yang mereka butuhkan saat itu. Anak jadi merasa dihargai dan tidak langsung disarankan atau dikoreksi.
"Ketika anak sedang mengalami masa sulit, orang tua sering tergoda untuk langsung memberi nasihat atau menyelesaikan masalah. Tapi sama seperti orang dewasa, hal itu belum tentu yang paling membantu," jelas dr. Maddy Brener.
Dengan pertanyaan ini, Bunda menunjukkan bahwa anak punya kendali atas reaksinya sendiri. Selain memperkuat rasa percaya, ini juga membuka ruang komunikasi yang sehat.
2. Apa yang kamu rasakan soal ini?
Pertanyaan ini terdengar sederhana, tapi sangat bermakna. Anak jadi punya ruang aman untuk mengekspresikan pikirannya tanpa takut dihakimi.
"Pertanyaan ini memberi anak kesempatan untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan emosi mereka secara aman dan tanpa penilaian. Anak juga bebas menentukan seberapa banyak yang ingin mereka bagi," ujar dr. Joe Vaccaro.
Dengan cara ini, Bunda tidak hanya mendengarkan, tapi juga memahami lebih dalam. Anak pun belajar mengenali dan mengelola emosinya sendiri.
3. Bagian terbaik dari harimu tadi apa?
Pertanyaan ini membantu anak melihat sisi positif dalam hari-harinya. Bahkan di hari yang buruk, ada peluang untuk menemukan momen kecil yang membahagiakan.
"Pertanyaan ini fokus pada hal-hal positif dan membuka peluang anak untuk bercerita tentang pengalaman mereka," kata dr. Vaccaro.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ndf/fir)