Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Ternyata Anak yang Pernah Dipukul Orang Tua Cenderung Mengulang Pola Kekerasan Sama pada Anaknya

Nadhifa Fitrina   |   HaiBunda

Selasa, 23 Sep 2025 22:40 WIB

Ternyata Anak yang Pernah Dipukul Orang Tua Cenderung Mengulang Pola Kekerasan Sama pada Anaknya
Ilustrasi/Foto: Getty Images/Jatuporn Tansirimas
Daftar Isi
Jakarta -

Pengalaman masa kecil ternyata bisa meninggalkan jejak dalam cara seseorang mendidik anaknya kelak. Ada sebuah studi terbaru mencoba mengungkap pola pengasuhan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Penelitian ini dipimpin oleh Asisten Profesor dari Nanyang Technological University, Setoh Pei Pei, dan menyoroti praktik disiplin secara fisik di Singapura. Fenomena ini menarik karena masih banyak orang tua yang menerapkan disiplin dengan fisik di rumah.

"Memukul anak adalah hal yang umum di Singapura, meskipun tidak begitu umum di negara lain. Ini adalah apa yang kita kenal sejak kecil dan kita anggap normal," ujar Setoh dikutip dari Straits Times.

Dalam penelitiannya, banyak responden menceritakan pengalaman mereka saat kecil, termasuk disiplin fisik dari orang tua. Bentuknya pun beragam, mulai dipukul dengan tangan hingga menggunakan rotan.

"Norma-norma ini begitu kuat sehingga kita mungkin tidak benar-benar mempertanyakan atau merefleksikan: Apakah harus begini? Kita sebaiknya mengambil kesempatan ini untuk memikirkan kembali cara kita mendisiplinkan anak," tambah Setoh.

Menerapkan disiplin dengan fisik bisa berdampak buruk pada anak

Prof Setoh menjelaskan hukuman yang terlalu keras dapat merusak hubungan orang tua dan anak. Anak pun bisa merasa tidak dimengerti dan emosinya terganggu.

Sebaliknya, bentuk disiplin yang ringan ternyata tidak menimbulkan masalah perilaku jangka panjang. Contohnya menepuk telapak tangan atau pantat, yang dianggap cukup untuk mengajarkan batasan tanpa membahayakan anak.

Hasil penelitian ini diterbitkan di jurnal Acta Psychologica dan Child Protection and Practice. Penelitian ini menjadi acuan penting bagi para orang tua dalam memahami efek disiplin fisik pada anak.

Menurut Prof Setoh, penelitian sebelumnya juga menunjukkan banyak orang tua di Singapura yang masih mendisiplinkan anak dengan cara yang keras. Hal ini tentu menjadi pengingat bagi orang tua untuk memilih cara mengasuh anak yang lebih sehat.

"Tidak ada penelitian berkualitas tinggi yang menemukan manfaat jangka panjang bagi anak yang mengalami disiplin fisik dari orang tua. Satu-satunya manfaat jangka pendek yang terdokumentasi adalah kepatuhan langsung, yang bersifat sementara dan kalah dibandingkan efek negatif jangka panjang pada perilaku anak, harga diri, kualitas hubungan orang tua-anak, dan kesehatan mental," tegas Prof Setoh.

Apakah pepatah 'hukum anak dengan rotan' masih relevan hingga kini?

Kepala unit penelitian di Singapore Children's Society, Dr Charlene Fu mengatakan temuan Prof Setoh masih sejalan dengan studi mereka pada tahun 2021.

Mereka mewawancarai lebih dari 600 orang dewasa muda serta 700 orang tua dan menemukan cara mendidik yang keras bisa menegangkan hubungan orang tua dan anak, serta berdampak negatif pada kesehatan mentalnya.

Manajer senior di Allkin Singapore, Ms Lim Hui Wen menjelaskan bahwa disiplin fisik, terutama pemukulan dengan rotan, tradisionalnya dianggap sebagai bentuk "kasih sayang yang tegas". Tujuannya pun agar anak bisa hidup disiplin.

"Ketika individu tumbuh dengan praktik ini, mereka bisa menganggapnya efektif atau wajar, apalagi jika merasa tumbuh dengan baik berkat gaya pengasuhan ini," kata Ms Lim.

Namun, Ms Lim menekankan batas antara disiplin fisik dan kekerasan sangatlah tipis. Hal ini bisa terlewati dengan mudah saat emosi orang tua sedang tinggi.

"Jika anak mengalami memar, trauma emosional atau psikologis, itu bukan lagi disiplin, itu kekerasan," tambahnya.

Oleh karena itu, Ms Lim mendorong orang tua menerapkan prinsip assertive discipline, yaitu memberikan komunikasi yang jelas, menetapkan batasan secara konsisten, dan melakukan koreksi dengan cara yang lebih ramah.

Pendekatan 3R untuk membimbing anak dengan lebih baik

Asisten direktur di Singapore Children's Society, Ms Nawal Adam Koay, menyarankan orang tua menggunakan cara alternatif dalam membimbing anak. Pendekatan ini bertujuan membantu anak belajar tanpa harus menggunakan cara keras.

Ia merekomendasikan metode 3R, yaitu Regulate untuk membantu anak menenangkan diri dan mengatur emosinya. Dengan begitu, anak berada dalam kondisi yang siap belajar dan menerima arahan.

Langkah selanjutnya adalah Relate, di mana orang tua bisa mendengarkan anak dan menunjukkan empatinya untuk membangun rasa percaya diri pada anak. Terakhir, Reason membantu anak untuk  merenungkan tindakannya, belajar dari pengalaman, hingga mengambil keputusan dengan lebih bijak.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(fir)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda