Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Sudahkah si Kecil Terlindung dari Difteri Melalui Vaksin DPT?

Melly Febrida   |   HaiBunda

Minggu, 10 Dec 2017 15:03 WIB

Belakangan ramai dibicarakan soal penyakit difteri nih. Bahkan ada daerah yang berstatus kejadian luar biasa (KLB) wabah difteri.
Sudahkah si Kecil Terlindung dari Difteri Melalui Vaksin DPT?/ Foto: Thinkstock
Jakarta - Di sejumlah media massa belakangan ini penyakit difteri lagi sering disebut-sebut. Apakah Bunda juga mendengar kabar ini? Apalagi ya, Bun, sejumlah daerah dinyatakan berstatus kejadian luar biasa (KLB) difteri.

Saya pun buru-buru melihat buku catatan vaksinasi anak saya untuk memastikan apakah dia sudah mendapat vaksin DPT alias difteri, pertusis (batuk rejan), dan tetanus sesuai jadwalnya. Syukurlah ketiga anak saya selalu terjadwal vaksinasinya.

Ya, difteri gampang banget menular dan berbahaya karena bisa menyebabkan kematian. Dan cara terbaik untuk melindungi diri dari difteri tentunya dengan melakukan imunisasi DPT.

Nah, imunisasi DPT harus diulang beberapa kali nih, Bun. Berdasar jadwal imunisasi anak yang dikeluarkan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2017, DPT hendaknya diberikan saat anak berusia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 18 bulan, 5 tahun, 10 tahun, dan 18 tahun.

Kok berkali-kali? Menurut IDAI, vaksin DPT merupakan vaksin mati sehingga untuk mempertahankan kadar antibodi menetap tinggi di atas ambang pencegahan, sangat diperlukan pemberian imunisasi ulangan. Sayangnya, belakangan ini marak gerakan anti-vaksin yang membuat orang tua menolak mengimunisasi anaknya. Padahal, program imunisasi ini seharusnya diikuti semua masyarakat.

IDAI menyebut KLB difteri secara sporadik di beberapa daerah merupakan indikator program imunisasi nasional tidak mencapai sasaran. Nah, untuk menghadapi dan mengatasi masalah difteri ini, program imunisasi harus diperbaiki secara menyeluruh.

"Hal tersebut penting untuk mendapat perhatian yang serius dari semua kalangan kesehatan, khususnya dokter spesialis anak," tulis Satgas Imunisasi IDAI dalam rilisnya.

IDAI mencatat akibat penyebaran isu yang salah tentang vaksin sehingga anak-anak tidak mendapat vaksin DPT, akibatnya terjadi wabah difteria di Indonesia tahun 2007-2013. Selama kurun waktu itu 2.869 anak dirawat di rumah sakit dan 131 anak meninggal dunia. Padahal difteri adalah penyakit mematikan 'masa lalu' yang sudah lama berhasil dikendalikan.

Pada KLB, selain difteri faring, tonsil, dan laring, telah pula dilaporkan terjadinya difteri hidung dan difteri kulit.

Yang perlu jadi catatan juga, petugas kesehatan yang melakukan imunisasi terkadang nggak mengisinya di buku catatan kesehatan anak. Nggak hanya itu Bun, orang tua juga suka lupa menyimpan bukunya. Itulah yang menyebabkan sulit diketahui apakah imunisasi anak sudah lengkap atau belum.

Imunisasi DPT itu kadang-kadang menimbulkan demam, bengkak dan nyeri ditempat suntikan DPT. Itu semua reaksi yang normal kok dan akan hilang dalam beberapa hari.

Anak juga boleh minum obat penurun panas jika mengalami demam usai mendapat vaksin. Selain itu, berikan cairan yang cukup untuk anak untuk membantu menurunkan demamnya.

Kalau anak sakit ketika mau vaksin sehingga waktu vaksinasi jadi terlewat alias tak sesuai jadwal, anak tetap harus diimunisasi kalau sudah sembuh. "Jangan sampai terjadi missed opportunity untuk memberikan imunisasi hanya karena alasan anak sering sakit," IDAI menegaskan.

Sementara itu dr Piprim B. Yanuarso, SpA(K), juga pernah menjelaskan bengkak di lengan anak, tepatnya di area yang disuntik vaksin DPT itu wajar saja dan bukan hal serius. Jika ada orang tua yang khawatir akan isu ini kemudian jadi enggan memberikan vaksin DPT lanjutan, dr Piprim menganjurkan supaya masyarakat membandingkan risk and benefit-nya.

"Kalau dibandingkan sama kena penyakitnya, kena difteri begitu misalnya, ya bengkaknya itu tidak ada apa-apanya. Bandingkan risk and benefit-nya. Pilih bengkak sedikit atau ketularan, kan begitu pilihannya," pesan dr Piprim.
(Nurvita Indarini)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda