Jakarta -
Sedih, putus asa, kesal, marah, semua berkecamuk jadi satu akibat berbagai persoalan yang dihadapi selama hamil dan
melahirkan. Karena itulah sesaat setelah melahirkan, ibu ini berkali-kali ingin bunuh diri.
Ini cerita bunda bernama Martha yang mengalami postpartum depression alias depresi usai
melahirkan. Kata Martha, saat hamil dirinya selama dua semester harus bedrest karena mengalami hiperemesis gravidarum.
"Saya cuma bisa makan tahu, tempe, buah. Nasi nggak sanggup. Lalu pas naik taksi di usia kandungan enam bulan, taksinya tabrakan," kisah Martha saat ditemui HaiBunda di sela-sela perayaan ulang tahun pertama bayi-bayi yang tergabung dalam Birth Club Desember 2016 di Twin House, Cipete, Jakarta Selatan.
Di awal-awal kehamilannya, Martha masih tinggal bersama sang suami yang memiliki kewarganegaraan Italia. Mereka mencoba berbisnis. Sayang, nasib baik belum berpihak, karena dalam perjalanannya sang suami ditipu dalam jumlah besar, sekitar Rp 2 miliar.
Suami Martha merasa sangat terpukul sehingga memutuskan kembali ke Italia. Karena Martha ingin tetap berada di Indonesia, akhirnya mereka pun menjalani hubungan pernikahan jarak jauh.
"Lalu dapat kabar suami saya mencoba bunuh diri, untung ditemukan oleh orang tuanya, sehingga selamat. Semua hal terjadi begitu bertubi-tubi," kenang Martha sambil menahan tangis.
Setelah si kecil lahir, perubahan hormon membuat kondisi kejiwaan Martha sering tidak stabil. Dalam benaknya sering banget ada pikiran untuk bunuh diri. Tapi Martha nggak mau mendengar suara-suara di pikirannya yang menyuruhnya bunuh diri, Bun, sehingga dia pun berkonsultasi ke psikiater. Ternyata Martha mengalami postpartum depression (PPD) atau depresi usai melahirkan.
 Martha dan perjuangannya melawan posrpartum depression/ Foto: Nurvita Indarini |
Martha bilang, masih banyak orang yang berpikir ibu yang kepikiran bunuh diri setelah melahirkan itu kurang bersyukur dan kurang iman. Ketika ibu yang merasa punya banyak masalah dan curhat kepada orang lain atas kondisinya ini, banyak juga yang menyebut gila.
"Dianggap nggak bersyukur, kurang iman, makanya jadi banyak yang nggak mau ngomong soal kondisinya. Lalu nggak mau ke psikiater karena takut dianggap gila, belum lagi merasa kalau ke psikiater pasti mahal. Padahal munculnya masalah ingin bunuh diri setelah melahirkan itu bisa karena hormon dan banyak masalah yang dihadapi sejak hamil. Hamil yang berat," papar ibu satu anak ini.
Kehadiran si kecil memang membuat Martha menjadi kuat, setidaknya selalu berusaha untuk kuat. Karena dia ingin bisa menjaga dan melindungi anaknya sebaik yang bisa dia lakukan, meski sekarang dirinya masih harus terus rutin berkonsultasi ke psikiater.
Merasa postpartum depression itu bisa membahayakan, Martha pun bergabung dengan komunitas Mother Hope Indonesia, sebuah komunitas yang menjadi wadah sharing ibu-ibu tentang postpartum depression.
"Sering kali orang sadar pada dirinya itu kalau sakit seperti batuk, pilek, tapi kesehatan jiwanya masih banyak yang belum aware," imbuh Martha.
Ya, kadang hidup memang terasa berat, saat hal-hal yang kita harapkan berjalan tidak sesuai dengan rencana. Tapi pilihan di tangan kita ya, Bun, untuk mengambil langkah apa atas berbagai ujian yang terjadi.
Tetap semangat ya, Bun...
(Nurvita Indarini)