Jakarta -
Kerabat saya sudah 7 tahun menikah namun hingga kini belum dikaruniai momongan. Nah, bagi dia, kumpul bareng keluarga besar terkadang menjadi momok karena dia akan dihujani pertanyaan abadi: kok belum punya
anak juga sih?
"Duh, rasanya pengen kasih orang-orang itu lakban deh," desis kerabat saya itu dengan nada kesal.
Ya, saya bisa memahami betapa kesalnya selalu mendapat pertanyaan yang sama sepanjang waktu. Saya pernah mengalaminya juga dulu, saat belum menikah sementara sepupu-sepupu saya sudah pada punya
anak, pasti saat kumpul keluarga, pertanyaannya: Nunggu apa lagi, umur makin nambah, udah ada calonnya kan?
Beberapa waktu kemudian saya menikah, tapi lima bulan setelah menikah, saya belum hamil, nah saat kumpul keluarga langsung deh diberondong: Kok belum hamil juga? Si A sudah hamil lho, padahal nikahnya duluan kamu.
Hiks, ini baru 5 bulan nikah sudah diburu-buru buat hamil. Pertanyaannya beda lagi nih, Bun, beberapa tahun kemudian setelah saya punya satu anak. "Lho, belum nambah juga anaknya? Tuh si A saja sudah tiga lho anaknya."
Saat diskusi dengan psikolog Aurora Lumban Toruan, saya pun minta saran bagaimana cara tepat menghadapi pertanyaan seputar punya anak itu. Aurora menyarankan hal pertama yang perlu dipersiapkan adalah kesehatian antara suami dan istri dalam menanti keturunan, agar keduanya dapat saling mendukung saat menghadapi pertanyaan dari keluarga.
"Pada umumnya pertanyaan maupun saran dari keluarga dapat disikapi sebagai wujud perhatian positif kepada sang pasutri ini, oleh karena itu sedapatnya ditanggapi pula dengan positif, juga untuk memberikan suasana positif terhadap perasaan diri sendiri," tutur Aurora.
 Kesal ditanya kok belum punya anak/ Foto: Ilustrasi/ Thinkstock |
Di lain sisi, sambungnya, untuk mengantisipasi suasana hati maupun hubungan dengan orang lain menjadi sangat negatif, tidak ada salahnya untuk menjaga jarak dan tidak perlu menjawab setiap pertanyaan tentang itu. Ya, cukup diam dan tersenyum saja terkadang justru lebih baik.
"Menahan diri untuk tidak menanggapi dengan negatif akan lebih bijaksana, daripada memberikan tanggapan yang menghasilkan konflik, baik konflik dalam diri sendiri maupun dengan keluarga," tambah Aurora.
Oh iya, nggak perlu juga kita paparkan secara detail kondisi kita dan suami, serta rencana maupun usaha yang sudah dilakukan untuk punya momongan kepada orang lain. Kadang orang lain bertanya itu cuma iseng atau sekadar ingin tahu, dan nggak benar-benar membantu. Jadi kita punya hak kok untuk tidak berbagi soal itu.
Nah, kalau kita adalah pihak keluarga atau orang lain yang melihat anggota keluarga belum diberi momongan, yuk tanamkan empati pada diri sendiri. Ya, kita mungkin cepat punya anak, tapi kan orang lain kondisinya tidak sama dengan kita.
Kita perlu memahami bahwa keinginan dan harapan untuk punya anak tentunya lebih besar dimiliki oleh pasangan suami istri yang sedang menunggu keturunan, tapi hal itu tidak sepenuhnya dalam kendali manusia. Bukankah jodoh, hidup, mati, rezeki (termasuk dalam hal ini anak) adalah kuasa Tuhan,
Sang Pencipta dan Pemberi keturunan?
(Nurvita Indarini)