Jakarta -
Fenomena
game online makin marak belakangan ini. Bahkan, tiga tahun belakangan, permainan Mobile Legend sangat booming di berbagai negara. Yudi Yuwono, pemilik komunitas Cosplayer Mobile Legend Indonesia mengatakan, pemain game Mobile Legend di Indonesia menempati jumlah terbanyak di dunia.
"Jumlah pemain di Indonesia kalau nggak salah nomor satu atau dua terbanyak di dunia. Untuk di Indonesia sendiri kemajuan pesat sekali. Apalagi pengembang permainan rajin mengeluarkan hal-hal ter-update. Jadi makin ke sini antusiasme makin tinggi," kata Yudi saat ditemui HaiBunda di 'Sweet 17 Transmedia', Lapangan Transcity, BSD, Minggu (16/12/2018).
Anak Bunda juga mengalami kecanduan main game tersebut? Menangani anak-anak gandrung bermain game online memang tricky, Bun. Diungkap Yudi saat meng-handle Official Mobile Legend Indonesia, pernah melihat pemain pro yang masih muda. Umurnya sekitar belasan tahun, Bun.
Menurut penuturan Yudi, kini
game online gampang diakses dan bisa dimainkan semua kalangan. Namun sayangnya, terkadang menimbulkan hal negatif di kalangan para pemainnya. Seperti misalnya, saling melontarkan kata-kata kotor di dalam fitur chat.
 Anak Hobi Main Game Online? Pahami 2 Aturan Penting Yuk, Bun/ Foto: Thinkstock |
Sekadar info buat Bunda yang belum tahu, beberapa permainan online memiliki fitur chat. Jadi satu pemain bisa mengontak pemain lainnya lewat chat.
"Negatifnya para pemain di Indonesia masih banyak menggunakan kata-kata kotor. Terlalu banyak omongan negatif makanya orang tua menganggap Mobile Legend itu negatif," tutur Yudi.
Yudi menyarankan agar orang tua, mematikan fitur chat dalam game yang sedang dimainkan anaknya. Tujuannya untuk menghindari percakapan negatif. Jika hal ini tidak segera ditangani dapat memicu emosi pada anak-anak.
Jadi,
anak main game online itu cenderung positif atau negatif? Yudi bilang, orang tua perlu tahu apa yang diminati anak dari dini. Ada anak yang memiliki nilai akademik menonjol, meski sering bermain game.
"Saya rasa orang tua juga seharusnya tak masalah dengan hobi anak. Karena itu kan hanya sampingan saja, seperti refreshing lah. Tapi, jika masih sekolah harus dibatasi dan main game cuma buat fun," kata Yudi.
Menurutnya, terpenting orang tua dan anak-anak harus sepakat mengenai pembagian waktu belajar dan bermain game. Ia berharap ke depannya, game online memiliki fitur verifikasi umur. Jadi untuk anak-anak yang masih terlalu dini belum diperbolehkan main. Yudi juga mengingatkan, jika sudah mengenal game jangan terlalu sering main sampai lupa melakukan aktivitas yang lain.
Nah, kalau sudah terlalu sering main sampai lupa waktu, waspada dengan yang namanya 'gaming disorder'. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan, bermain video game yang kompulsif merupakan kondisi psikologis yang disebut gaming disorder. Faktanya Bun, justru orang tua yang memicu kemunculan sindrom tersebut kepada anak-anaknya.
"Kami menemukan orang tua yang putus asa, bukan hanya karena mereka melihat anak mereka putus sekolah, tetapi karena mereka melihat seluruh struktur keluarga berantakan," kata Dr. Henrietta Bowden-Jones, juru bicara untuk Royal College of Inggris Psikiater, seperti dilansir Washington Post.
(aci/rap)