TRENDING
Ibu Tangguh Didik Anak dengan Kelumpuhan Otak, Berhasil Kuliah di Harvard
Annisa Afani | HaiBunda
Sabtu, 20 Jun 2020 14:41 WIBHamil dan melahirkan anak menjadi anugerah bagi seorang ibu. Karena itu, setelah anak lahir, mereka rela melakukan apapun demi buah hati tercinta.
Ini pula yang dilakukan oleh seorang ibu asal China, bernama Zou Hongyan. Hamil membuat Zao menderita, bahkan dia kerap pingsan saat sedang mengajar.
Anak dalam kandungannya mengalami hipoksia intrauterin karena kelainan medis. Karena itu, dokter yang merawatnya pernah meminta Zou untuk menggugurkan janin tersebut karena jika dilahirkan, bayinya akan lumpuh atau cacat mental.
Hal itu, membuat suaminya membujuk Zou untuk menyerah karena anak tersebut hanya akan membuat hidup mereka sengsara. Pernyataan itu membuat hati Zou sakit.
"Tidak! Aku tidak akan membiarkan anakku mati! Aku merasa sangat bahagia ketika kaki kecilnya dengan lembut menendang perutku, dan jantungnya berdetak bersama dengan milikku," kata Zou, dikutip dari China Daily.
Bayi laki-laki yang diberi nama Ding Zheng itu akhirnya lahir pada Juli 1988, dengan menderita celebral palsy atau kelumpuhan otak yang menyebabkan gangguan pada gerakan dan koordinasi tubuh. Zou yang saat itu masih berusia 25 tahun merasa amat terpukul dengan keadaan anaknya.
Kesedihan tidak hanya sampai di situ. Saat Ding berusia 10 tahun, Zou harus menceraikan suaminya yang menolak untuk membesarkan anak mereka yang cacat.
Zou pun bertekad untuk merawat dan mendedikasikan hidupnya pada anak semata wayangnya. Hidup sebagai orang tua tunggal, dia melakukan beberapa pekerjaan paruh waktu, termasuk jadi sales asuransi.
Hal itu dilakukan demi menyokong hidup dan biaya perawatan Ding. Diakui Zou, dari semua jenis kecacatan, dia sangat takut putranya akan mengalami cacat mental. Untuk itu, dia membawa ke rumah sakit untuk melakukan memeriksa kecerdasan sang anak saat usianya kurang dari 100 hari.
Dengan perawatan yang dilakukan terus-menerus tingkat kecerdasan Ding menunjukkan hasil normal pada usia 1 tahun. Hal tersebut cukup membuat Zou merasa lega dan bahagia.
"Tidak ada yang lebih menenangkan daripada berita bahwa putra saya yang berharga memiliki kecerdasan normal," ungkapnya.
Namun karena kerusakan neuron motorik di otak kecilnya, Ding sulit melakukan kegiatan yang melibatkan fisik, seperti olahraga. Ding bahkan baru bisa berdiri pada usia 2 tahun, berjalan di usia 3 tahun, dan melompat pada usia enam tahun.
Meski begitu, Zou tidak pernah menyerah dan selalu mengajarkan ketekunan pada anaknya. Sehingga Ding selalu berlatih dan kemampuannya pun terus berkembang.
Dokter pediatri di Rumah Sakit Hubei yang merawat Ding, Xiao Daiqi mengatakan bahwa banyak pasien yang mengalami kerusakan otak hipoksia memiliki kecerdasan rendah. Namun berbeda dalam kasus Ding Zheng.
"Dukungan ibunya yang tak tergoyahkan untuk perawatan dini dan terus menerus untuk Ding memainkan peran penting dalam pemulihannya," katanya.
Ding membutuhkan perawatan pijat tiga kali seminggu dengan biaya 5 yuan untuk setiap sesi. Tetapi gaji Zou sebagai guru sekitar 100 yuan pada 1990-an. Tidak ada asuransi yang mencakup rehabilitasi Ding.
Gaji yang diperoleh Zou dari pekerjaannya juga digunakan untuk membeli mainan yang bisa meningkatkan kemampuan otak dan merangsang kecerdasan dan motorik putranya. Meski tetap mengalami kesulitan, Zou tetap sabar dan tak lelah mengajari anaknya, termasuk cara menggunakan sumpit.
"Menggunakan sumpit adalah hal yang harus dilakukan untuk orang China. Jika dia satu-satunya yang tidak menggunakan sumpit di meja, orang akan penasaran. Dan kemudian dia harus menjelaskan kepada semua orang bahwa dia menderita cerebral palsy, yang pasti akan melukai harga dirinya," tutur Zou.
Perjuangan yang dilakukan Zou tidak sia-sia. Dia berhasil membesarkan putranya dengan baik dan berprestasi di tengah keterbatasan. Ding berhasil lulus dari Sekolah Tinggi Ilmu Lingkungan dan Teknik Universitas Peking, dan mendaftar di Sekolah Hukum Universitas Peking pada tahun yang sama.
Pada Maret 2016, Ding diterima di Fakultas Hukum Universitas Harvard setelah bekerja sebagai pengacara selama setahun.
"Saya tidak pernah berani mendaftar ke Universitas Harvard, tetapi ibu saya selalu mendorong saya untuk mencobanya. Setiap kali saya ragu, dia selalu ada di sana membimbing saya," kata Ding.
Menurut pendapat Ding, baginya sang ibu adalah mentor yang selalu membimbing dan mendukungnya. Sedangkan bagi Zou, Ding adalah temannya yang dia sayangi. Zou bahkan tidak pernah menganggap dirinya sebagai ibu yang hebat.
Ding pun mengaku ingin bekerja lebih keras untuk memberikan kehidupan yang lebih baik untuknya dan ibunya. "Saya ingin bekerja lebih keras dan menghasilkan cukup uang untuk menjamin kehidupan yang lebih baik bagi ibu saya," pungkas Ding.
Bunda bisa simak cara Yannie Kim besarkan anak di Korea Selatan di video berikut: