Jakarta -
Dalam mengembangkan
kecerdasan anak, kita nggak perlu minder karena melihat diri kita ya, Bun. Misalnya nih, Bunda sama Ayah nggak jago main musik, tapi bukan berarti anak nggak bisa mahir main alat musik lho.
Ya, soalnya kecerdasan anak 50 persen ditentukan sama nature dan 50 persennya nurture. Nature berarti faktor penentu kecerdasan anak di bidang tertentu yang memang sudah ada sejak lahir atau 'dari sananya', Bun. Sedangkan nurture adalah faktor lingkungan san stimulasi.
"Makanya orang tua nggak perlu minder, nggak pede berpikir 'Ah saya sama pasangan kan nggak bakat di bidang ini. Anak pasti juga gitu,'. Belum tentu kayak gitu ya," kata psikolog anak dan remaja dari RaQQi Human Development and Learning Centre di sela-sela Cerita Bunda yang digelar HaiBunda bersama Morinaga Platinum di Harlequin Bistro, Kemang, Jakarta Selatan, baru-baru ini.
Soal kecerdasan musikal, misalnya aja ada anak yang memang udah jago main piano. Tapi, ada juga anak yang jadi mahir main piano setelah mereka belajar dan distimulasi, padahal orang tuanya nggak jago main musik.
Jadi, masih ada kesempatan, Bun, buat kita mengasah kecerdasan anak di bidang tertentu. Caranya, kenali dan kembangkan kecerdasan anak dimulai dari keseharian, amati anak sukanya apa sih? Bunda perlu tahu, menurut teori dari Howard Gardner ada yang namanya multiple intelligence. Ini terdiri dari 9 aspek yaitu
kecerdasan intrapersonal, spasial, naturalis, musikal, logika matematika, eksistensial, interpersonal, bodily kinestetik, dan linguistik.
"Misal anak sukanya ngomong terus, panjat pohon, seni. Setelah itu lihat anak kita tipenya kayak gimana dan kitanya kemampuannya gimana lalu sinkronkan. Misal anak cerewet padahal kita pendiam. Nah, tantangannya gimana membuat diri kita cerewet. Setelah ada sinkronisasi lebih mudah menentukan kayak apa kebutuhan anak," tambah Ratih.
Baca juga:
Banyak Manfaatnya, Yuk Kenalin Permainan Tradisional ke Anak-anakSetelah itu, kita lakukan assessment salah satunya dengan bermain bersama anak. Saat itulah kita bisa lihat ketertarikan anak kemudian beri stimulasi si kecil. Kata Ratih, tantangan terbesar memberi stimulasi ke anak adalah konsistensi. Padahal, ketika kita nggak konsisten, stimulasinya nggak akan memberi efek apa-apa, Bun.
Stimulasi yang konsisten membantu sinaps atau jaringan di otak makin tebal. Contohnya, anak 1 tahun kan nggak langsung bisa jalan karena dia akan belajar jalan pelan-pelan dan dilatih setiap hari sehingga ada konsistensi sampai anak bisa jalan hingga akhirnya berlari.
"Ingat, menstimulai anak dengan bermain dilakukan dengan fun. Saat anak fun, tidak merasa dipaksa, stimulasi mudah. Lewat bermain, kreativitas orang tua juga terbentuk. Yang nggak kalah penting gimana interaksi yang tercipta," kata Ratih.
Misalnya saat anak main alat musik. Ketika kita ajak mencoba main alat musik bareng, berlatih memainkan nadanya bareng orang tua pastinya lebih fun buat anak ketimbang dia main sendiri. Sehingga, stimulasi
kecerdasan musikal yang kita beri optimal.
Baca juga:
Kecerdasan Anak Nggak Cuma Kecerdasan Logika Matematika Lho (rdn)