Jakarta -
Mengajari anak anatomi tubuhnya, termasuk penis dan vagina yang merupakan area genital jadi salah satu bentuk edukasi seks untuk si kecil nih, Bun. Cuma, kadang kita suka malu atau susah banget ya Bun nyebut penis dan vagina waktu ngomong sama anak.
Alhasil, digunakanlah istilah lain seperti 'burung' untuk penis dan 'dompet' untuk vagina. Soal hal ini, psikolog anak dan remaja Ratih Zulhaqqi bilang kita perlu membuka mindset kalau penis dan vagina bukan sesuatu yang tabu, Bun.
"Kenapa sih dengan ngomong
alat kelamin seperti penis atau vagina? Kita perlu membuka mindset bahwa itu bukan sesuatu yang tabu, tapi itu istilah resmi," kata Ratih yang praktik di RaQQi Human Development and Learning Centre ini waktu berbincang sama HaiBunda.
Kata Ratih, supaya nggak malu menyebut vagina atau penis ke anak, kita perlu tanamkan di pikiran kita Bun kalau
alat kelamin yaitu penis dan vagina juga anggota tubuh, sama kayak kita menyebut mata, kaki, dan tangan. Meski begitu, memang Ratih nggak menampik perasaan malu waktu nyebut penis dan vagina ke anak bisa berawal dari budaya kita yang menganggap penis atau vagina sesutau yang tabu.
Alhasil, itu dianggap sesuatu yang jorok. Padahal, kata Ratih, vagina dan penis [] nggak jorok kok. Yang jorok adalah ketika tangan yang penuh kuman menyentuh penis atau vagina. "Jorok itu kan kotor," ujar Ratih.
Kalau kita pakai istilah lain, misalnya 'burung' untuk penis dan 'dompet' untuk vagina, apa sih efeknya? Ratih bilang, sebenarnya ini berkaitan sama pengetahuan anak. Secara nggak sadar, orang tua jadi membuat double standart. Misalnya istilah dompet yang merujuk pada vagina. Padahal, dompet adalah sesuatu untuk menyimpan uang.
Terus, apa kaitannya kalau vagina itu dompet? Memang, penyampaian edukasi seks termasuk penyebutan penis dan vagina kembali lagi pada value di masing-masing keluarga. Tapi, Ratih menekankan penting banget untuk para orang tua membuat kata-kata yang dianggap tabu menjadi kata yang lebih lazim.
"Kayak payudara, nggak apa-apa anak dikasih tahu ini payudara. Terus waktu nyusu, misalnya dia gigit puting bundanya. Kita bilang aja 'Aduh payudara Bunda sakit nih, dek. Jangan digigit ya'. Terus kalau nyusu, anak ditanya mau nyusu di payudara kiri atau kanan misalnya, kan bisa juga," tambah Ratih.
Ketika orang tua mengucapkan hal itu dengan biasa saja, menurut Ratih nantinya anak juga akan terbiasa kok, Bun. Sehingga, dia nggak melihat penggunaan kata penis atau vagina sebagai sesuatu yang tabu.
(rdn)