Jakarta -
Beijing, China - Setiap pasangan pasti menginginkan hal yang harmonis hingga akhir hayat mereka nanti. Ya nggak, Bun? Begitu juga suami yang satu ini. Sang
istri lumpuh tapi ia tetap setia mendampingi dalam keadaan apapun. Senang, sedih, sakit, dan sehat.
Pria bernama Guo Jingxin ini mengubah kendaraan roda tiga-nya menjadi sebuah 'mobil'. Guo melakukan hal itu supaya dia bisa membawa sang istri yang lumpuh berkeliling ke lebih dari 40 kota di China. Nggak tanggung-tanggung, Guo sudah melakukan hal ini selama 7 tahun belakangan.
Baca juga:
Ingin Pernikahan Awet? Lakukan Pekerjaan Rumah Tangga Bersama AnakIstri Guo mengalami pendarahan otak tujuh tahun yang lalu dan tetap dalam keadaan koma selama 13 bulan setelah operasi. Setelah bangun dari koma, Guo memutuskan untuk membawanya ke penjuru negeri dan membuat sebuah 'van' dari kendaraan roda tiga.
Setiap hari Guo memberi istrinya pijatan untuk mencegah atrofi otot. Memang, sang istri lumpuh. Tapi, kasih sayang Guo pada istrinya tak pernah pudar. "Beberapa perjalanan mungkin ada yang dengan mobil dan makan-makanan mewah, tapi cara hidup kami cukup sederhana," kata Guo, dilansir People's Daily China.
 Meski Istriku Lumpuh, Aku Tetap Setia Mendampinginya/Foto: Facebook People's Daily, China |
Pasangan dari provinsi Henan ini sudah melakukan perjalanan ke lebih dari 40 kota di China, Bun, termasuk Chongqing, Xi'an, dan Beijing, serta tempat-tempat di Henan. Memang Bun, suatu pernikahan itu memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Akan banyak cobaan dan godaan untuk meninggalkan pasangan terutama saat dia sedang berada di 'titik bawah'. Namun kembali lagi, kalau begitu untuk apa alasan kita menikahi pasangan kita saat ini?
Baca juga:
Kata Pakar Soal Dampak Psikologis Pernikahan Kilat Ala SelebBicara soal pernikaha, psikolog klinis dari Tiga Generasi, Pustika Rucita, BA, MPsi memberi penekanan lain soal kesiapan menikah. Menurutnya, ada perbedaan penting dalam memaknai pernikahan sebagai 'wedding' dengan 'marriage'.
"Kalau wedding, biasanya kita siap sebatas kemeriahan pesta pernikahan saja. Tapi kalau marriage, biasanya sudah memperhitungkan kira-kira apa saja yang akan ditemui dalam kehidupan berumah tangga nanti," kata psikolog yang akrab disapa Cita ini, dikutip dari detikHealth.
Untuk tahu apakah nanti kita sudah siap untuk 'marriage' dan tidak sekadar 'wedding', perilaku keseharian bisa jadi indikatornya. Misalnya seseorang siap untuk marriage jika sudah mampu mengatasi masalah dengan emosi yang stabil dan bisa menoleransi perbedaan. Kita juga harus bisa membuat rencana jangka panjang yang tidak hanya melibatkan diri sendiri, tetapi juga melibatkan orang lain.
Soal pilih-pilih
pasangan, Cita menilai wajar jika ada orang memperhitungkan karier dan bahkan materi sebagai salah satu pertimbangan. Yang tidak wajar adalah jika seseorang terpaku hanya pada kedua hal tersebut, lalu menutup mata pada hal-hal positif lainnya yang mungkin ada pada pasangan.
(rdn/rdn)