Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Saat Orang Tua Tega Nggak Tega Biarkan Anak Terima Konsekuensi

Radian Nyi Sukmasari   |   HaiBunda

Senin, 20 Nov 2017 06:54 WIB

Orang tua kadang nggak tega ketika membiasakan anak menerima konsekuensi dari perbuatannya. Tapi, ini perlu dilakukan demi kebaikan anak ke depannya, Bun.
Saat Orang Tua Tega Nggak Tega Biarkan Anak Terima Konsekuensi/ Foto: thinkstock
Jakarta - Supaya anak mampu menghadapi konsekuensi dari perbuatannya, orang tua perlu membiasakan mereka menerima konsekueni sejak dini. Hanya saja, kadang namanya orang tua ya, Bun. Kadang kita suka nggak tega gitu melihat anak menanggung konsekuensi. Tapi, demi kebaikan anak mau nggak mau ini mesti kita lakukan.

Ini memang nggak mudah, Bun. Kayak yang pernah dialami bunda tiga anak, Miya. Waktu anak sulungnya berumur 5 tahun, dia udah nggak ngompol nih. Tapi, suatu hari karena mengaku malas ke kamar mandi pas malam hari ingin pipis, si kecil ternyata ngompol. Untuk itu, sebagai konsekuensinya, Miya meminta si kecil menyuci seprainya.

"Memang nggak nyuci yang sampai bersih gitu. Tapi, anak saya nyikatin atau ngucek seprainya. Nggak bersih juga karena setelah itu saya cuci ulang. Tega nggak tega, tapi ini harus saya lakukan. Soalnya dia kan udah tahu harus ngapain kalau pengen pipis pas malam, tapi dia nggak melakukan. Cara ini ampuh lho, besoknya udah nggak malas lagi dia ke kamar mandi," kata Miya.

Nah, kata psikolog anak dan remaja dari RaQQi Human Development and Learning Centre, Ratih Zulhaqqi, dengan membiasakan anak menerima konsekuensi dari apa yang diperbuat saat nanti dewasa anak bisa mampu menghadapi konsekuensi dari tiap perbuatan dan pilihan yang diambil. Anak nggak akan lari karena dia terbiasa bertanggung jawab. Nah, tipsnya apa sih supaya kita 'tega' membiarkan anak menerima konsekuensi dari perbuatannya?

Kata Ratih, kita bisa membiasakan 'tega' dengan membiasakan melakukan apa yang kita ucapkan. Contoh realnya, kita udah katakan ke anak kalau dia nggak belajar dan lebih banyak nonton TV, waktu nonton TV-nya dikurangi. Ketika anak lebih banyak nonton TV, ya kita terapkan deh konsekuensi itu.

"Tapi pas anak bengong jangan langsung berubah pikiran kasihan sama mereka. Intinya lakukan sesuai dengan apa yang udah kita bilang. Dengan kita melakukan itu, akhirnya anak jadi punya integritas. Apa yang dia bilang itulah yang dia lakukan. Apa yang anak ucapkan itulah yang dia lakukan, dia buktikan," kata Ratih waktu ngobrol sama HaiBunda.

Jangan lupa, Bun, kita juga mesti konsisten dalam menerapkan itu ya. Supaya anak paham dengan konsekuensi yang bakal dia hadapi, ayah dan bundanya juga perlu ngasih tahu setiap konsekuensi yang ada ketika anak diberi aturan. Contohnya, setelah ngasih tahu aturan anak nggak boleh terlalu banyak nonton TV, kita beri anak alasannya karena nanti waktu belajarnya kurang. Selanjutnya, kasih tahu kalau aturan itu dilanggar, konsekuensinya besok harinya waktu nonton TV anak berkurang atau nggak ada sama sekali.

Saat konsekuensi itu akhirnya didapat anak karena perbuatannya, ayah sama bunda juga nggak perlu memotong kesempatan anak belajar menanggung konsekuensi tersebut. Atau, ketika anak mendapat konsekuensi dari perbuatannya di sekolah, orang tua malah 'menyelamatkan' si kecil nih, Bun.

"Dengan memberi kesempatan anak menanggung konsekuensi dari apa yang dia perbuat, anak jadi tahu apa sih efek dari perbuatan yang dia lakukan. Memang agak sulit tapi percaya deh, ini worthed untuk anak ke depannya," kata Ratih.

(rdn)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda