Jakarta -
Pernah nggak Bun merasa diri ini capek banget, sehingga saat anak rewel tanpa disadari membuat kita meminta mereka memahami kita? Iya, saat mereka rewel karena minta main sama kita, tapi kita cuma bisa bilang, "Duh, Bunda capek, kita tidur saja ya, Nak,".
Ini masih mending kalau kita bicara dengan lemah lembut kepada anak supaya mereka mengerti. Tapi kadang nih, saking banyak hal yang kita pikirkan dan saking lelahnya tubuhnya ini mengerjakan berbagai hal, alhasil kita berkata dengan nada nggak santai.
"Menurut saya, setiap ibu itu butuh
me time. Kalau kebutuhan ibu nggak terpenuhi, maka saat anaknya rewel akan direspons bukan dengan menjawab kebutuhan anak, tapi kebutuhan ibu," tutur sahabat HaiBunda, Arninta.
Ninta, demikian sapaan akrabnya, mencontohkan pada saat anaknya rewel karena minta ditemani bermain sama bundanya, maka respons yang didapat jadi nggak pas. Bunda yang lelah fisik dan pikirannya tidak akan memenuhi kebutuhan anak. Sebaliknya bunda yang akan meminta anak turut memenuhi kebutuhannya.
"Saat itu kan yang butuh istirahat sebenarnya kita, bukan anak. Tapi kita malah minta anak buat tidur di saat dia minta main, jadinya nggak menjawab kebutuhan anak," sambung ibu dua anak ini.
Soal
me time, sambung Ninta, ada yang me time-nya kebanyakan tapi ada juga ibu yang merasa nggak butuh me time. Bahkan kadang nih ada bunda yang me time dengan ngajak anak ke taman. Oke itu quality time, tapi apakah benar-benar me time?
"Saat anak ngajakin ke taman dan kita memenuhinya, itu menjawab kebutuhan anak. Anak butuh lari-lari. Kadang juga nih, sebaliknya kita ngajakin anak ke mal, padahal di mal anak nggak bisa bebas lari-lari," sambung Ninta.
Jadi agar kebutuhan anak terpenuhi, maka ibu juga perlu menjawab kebutuhannya. Nah, caranya adalah dengan me time. Cara untuk me time juga beda-beda. Nggak harus kita memanjakan diri di salon. Karena buat beberapa ibu, me time itu ada yang sekadar menggunakan waktu 1-2 jam untuk menyelesaikan membaca novelnya.
"Kalau buat aku me time-nya olahraga sama kegiatan sosial. Apalagi aku memang tertarik di dunia pendidikan. Makanya aku butuh kebutuhanku yang ini dipenuhi," lanjut Ninta.
Untuk itu, Ninta mengalokasikan waktu untuk istirahat dan berkegiatan sosial sebagai bentuk me time-nya. Dia lantas menjadi relawan organisasi Keluarga Kita (Rangkul) yang mendorong pendidikan anak dari keluarga.
"Untuk bisa me time, kita perlu manajemen waktu. Harus tetapkan prioritas. Bagi aku prioritas tentu tetap keluarga. Karena itu harus benar diatur waktunya," lanjut Ninta.
Kata Ninta, saat dirinya selesai olahraga atau berkegiatan sosial, maka dirinya akan segera pulang ke rumah. Dia nggak akan berlama-lama untuk mengobrol bersama teman-temannya usai kegiatannya selesai. Karena baginya me time-nya sudah selesai.
Ya, Bun, me time itu penting, bukan karena sok-sokan atau ikut-ikutan gaya Barat. Soalnya nih, ketika seseorang terus melakukan kegiatan sehari-hari tanpa beristirahat, hormon kortisol tidak akan menurun sehingga tubuh tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya apa? Mulai sulit berkonsentrasi, mudah marah, dan mengalami penurunan libido.
Psikolog klinis dari Klinik TigaGenerasi Sri Juwita Kusumawardhani MPsi, Psikolog mengatakan untuk melakukan me time, apakah seorang ibu harus menjauh sejenak dari anak dan suaminya atau justru harus menghabiskan waktu bersama anak dan sang suami, dapat dilihat dari karakteristik kepribadian si ibu. Intinya tiap orang punya cara me time yang berbeda.
Kalau Bunda, gimana me time-nya?
(Nurvita Indarini)