Jakarta -
Pastinya masih segar dalam ingatan Bunda, saat ramai berita
cucu Menko Polhukam Wiranto, Achmad Daniyal Alfatih, meninggal dunia lantaran tercebur kolam ikan yang ada di dalam rumah, pada 15 November lalu.
Sehari setelahnya, jenazah bocah berusia 15 bulan itu dimakamkan di Karanganyar, Jawa Tengah. Makam Achmad berdampingan dengan makam putri Wiranto, Natarina Sofianti, yang meninggal saat masih berumur enam hari pada 1978 silam.
Ketika pemakaman Achmad, barulah terlihat
penampilan putri Wiranto beserta suami dan anak-anak mereka. Ibu dan kakak-kakak perempuan Achmad lantas menjadi sorotan lantaran mengenakan cadar.
Dilansir
detikcom, potret keluarga Wiranto itu menjadi viral dan jadi bahan perbincangan. Mantan Ketua Umum Hanura ini pun hingga memberikan klarifikasi demi menjaga nama baik keluarganya.
Pemakaman cucu Wiranto/ Foto: Bayu Ardi Isnanto/detikcom |
"Jangan campur adukkan agama dengan ideologi negara, jangan jual agama untuk kepentingan politik dan jangan jual agama untuk mencari keutungan finansial. Dalami agama untuk bekal di akhirat dan memberikan kebaikan bagi sesama, bangsa dan negara," kata Wiranto dalam pernyataan tertulis, Senin (19/11/2018).
Wiranto pun berpesan kepada kelurganya, boleh mengenakan baju apa saja selama merasa nyaman. Yang terpenting, lajut dia, jangan menjadikan penampilan hanya untuk pamer tentang seberapa religi diri kita.
Terkait pendidikan agama yang diterapkan kepada anak, seperti dilansir
CNN Indonesia, M. Faruq Ubaidillah, S.Pd, memaparkan survey the Wahid Institude (2016) yang hasilnya terbilang memprihatinkan. Aktivis pendidikan ini menyatakan, toleransi khususnya kepada yang berbeda keyakinan mulai menurun di kalangan pelajar sekolah menengah.
Faruq menambahkan, pemerintah telah merevisi berkali-kali kurikulum nasional, yang menekankan akan pentingnya nilai-nilai karakter diterapkan dalam pembelajaran. Beberapa di antaranya adalah kejujuran, religius, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, dan mandiri.
Sayangnya Bun, menurut Faruq, upaya pemerintah dianggap belum optimal untuk mengatasi persoalan toleransi beragama, serta penanaman karakter yang sebetulnya sudah lama dicanangkan dalam kurikulum sekolah.
(muf/muf)