Jakarta -
Dr (HC) Ir. Ciputra bukan nama baru di di dunia properti. Ciputra merupakan Chairman dan Founder Ciputra Group. Pada 27 November 2019 lalu tokoh senior di bidang properti ini tutup usia.
Perjalanan Ciputra menjadi orang sukses dan miliarder tidaklah mudah. Sejak kecil, Ciputra telah dididik tentang kerja keras oleh orang tuanya.
Sebelum usia 12 tahun, kehidupannya bisa dikatakan bahagia. Sayangnya, setelah itu semuanya berubah saat sang ayah dipenjara oleh penjajah Jepang.
"Tak pernah terbayangkan peristiwa itu akan terjadi. Sebuah peristiwa yang menghancurkan kedamaian kami. saya pikir, hidup saya akan terus-menerus tenteram," ujar Ciputra buku autobiografi Ciputra
The Entrepreneur, The Passion of My Life karya Alberthiene Endah.
Di pertengahan tahun 1944 polisi, polisi penjajah menangkap ayahnya. Kejadian itu membuatnya syok karena secara bersamaan harus melihat ibunya berteriak dan menangis.
"Pekik teriakan Papa, disusul suara bentakan yang tajam. Lebih dari satu orang. Kegaduhan itu hilang timbul ditimpa bunyi ombak yang halus. Kemudian segalanya rusak setelah suara paling mencekam muncul. Tangis dan teriakan Mama," kata Ciputra.
"Papa diseret beberapa penjajah, polisi penjajah. Lengannya ditekuk ke belakang dan beberapa kempeitai (polisi militer Jepang) mendorongnya dengan kasar menuju perahu," sambungnya.
Masih terekam jelas dalam ingatan Ciputra. Sang ibu berlari dan menarik kemeja ayahnya sambil menangis. Ciputra saat itu hanya terpaku dan langsung tersadar ketika seorang polisi penjajah berteriak kasar pada ibunya dan bersiap memukul.
"Mama, biarkan. Biarkan. Mama, jangan tarik baju Papa. Biarkan!" terang Ciputra kecil.
 Dr (HC) Ir. Ciputra/ Foto: Danang Sugianto/detikFinance |
Saat itu di pikiran Ciputra adalah keselamatan sang ibu. Ia sudah bisa menebak apa yang terjadi jika polisi Jepang murka.
Bukan hanya sang ayah yang bisa dalam bahaya, nyawa ibunya juga bisa terancam. Jika polisi penjajah menyakiti ibunya, dia tidak tahu bagaimana hidupnya tanpa seorang ibu.
"Saya harus bisa mempertahankan Mama. Tinggal ia satu-satunya malaikat hidup saya jika Papa pergi," tuturnya.
Tubuh ibunya seketika bersimpuh lemas di pangkuan Ciputra kecil. Polisi penjajah menyeret sang ayah ke perahu dan di sana sudah ada beberapa tawanan yang ketakutan.
Itulah kali terakhir Ciputra melihat sang ayah. Wajah sang ayah yang menatap dirinya dengan pilu dan sedih masih diingatnya. Meski begitu, ada sinar yang tajam dan berani di kedua mata ayahnya.
"Ia pasti tidak merasa takut pada para kompeitai itu. Ia menangisi kami," ujarnya.
Sembilan bulan tidak ada kabar, tiba-tiba seorang pria bernama Hok Sioe yang ditawan bersama ayahnya datang. Ia mengungkap kisah ayah Ciputra yang ternyata telah wafat dua bulan sebelumnya karena mengidap penyakit perut hebat.
Menurut Hok Sioe, ayah Ciputra mencintai keluarganya dan selalu bercerita mereka. Sang ayah sempat ingin bunuh diri dengan terjun dari kapal yang membawanya ke Manado. Ia tidak ingin mati di penjara karena siksaan penjajah. Namun, nyawanya bisa diselamatkan polisi penjajah.
Pengalaman menyakitkan inilah yang mendorong
Ciputra untuk bangkit. Kesengsaraan hidup, membuatnya bekerja keras untuk terus membangun kota baru.
"Kesusahan hebat itu telah menumbuhkan mimpi yang luar biasa kuat. Mimpi untuk bisa keluar dari kesulitan dan menjadikan diri saya orang yang bermartabat. Saya memelihara mimpi untuk meraih keberhasilan dalam hidup, dan dengan modal inilah saya berjalan," pungkasnya.
SimakjugatipsOka Antara dan istri besarkan tiga anak di video berikut:
[Gambas:Video Haibunda]
(ank/rdn)