Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

1 Tahun Tsunami Banten, Ifan Seventeen Berharap Mendiang Istri Masih Hidup

Yuni Ayu Amida   |   HaiBunda

Minggu, 22 Dec 2019 13:01 WIB

Hari ini, tepat setahun bencana tsunami Banten atau tsunami Selat Sunda. Tepat setahun pula Ifan Seventeen kehilangan sang istri dalam bencana alam tersebut.
Ifan Seventeen/ Foto: Asep Syaifullah/detikHOT
Jakarta - Bencana tsunami yang melanda Banten pada 22 Desember 2018 memang menyisakan luka dalam. Tepat satu tahun berlalu, ternyata luka itu masih dirasakan khususnya bagi keluarga korban, salah satunya Ifan Seventeen.

Meninggalnya sang istri, Dylan Sahara dalam bencana tersebut sempat membuat hidup Ifan rasanya runtuh. Namun perlahan, ia mulai menyembuhkan lukanya dengan kembali beraktivitas.


Tapi, Ifan tak memungkiri bahwa sampai detik ini ia masih sangat merindukan mendiang istrinya. Harapannya untuk bisa bertemu kembali dengan sang istri pun masih sangat besar.

"Aku enggak tahu lebay atau enggak. Masih ini, masih besar kangennya tuh, masih gede rasa nyarinya, ngarepnya tuh masih gede," tutur Ifan, saat ngobrol dengan HaiBunda beberapa waktu lalu.

Bahkan Ifan mengaku pernah berharap hidupnya seperti di sinetron. Ia membayangkan ternyata berita tentang istrinya meninggal adalah salah, dan istrinya bisa pulang ke rumah dengan selamat.

"Kadang aku suka ngarep gini, coba ya tiba-tiba kayak di film-film, Dylan pulang ke rumah, ternyata yang dikubur kemarin bukan Dylan. Tapi Dylan diketemuin sama warga, lupa ingatan, diasuh sama warga, kayak sinetron, serius," kata Ifan.

Alasan Ifan berharap demikian adalah agar harapannya tidak mati. Menurutnya, saat seorang tidak punya harapan untuk hidup, maka orang tersebut harus menciptakan harapan itu sendiri.

"Gue berusaha menciptakan harapan gitu, even gue tahu itu cuma khayalan, salah satu harapan gue itu, Dylan bisa pulang, itu masih suka gue rasain," tuturnya.


Di balik hal tersebut, pria 36 tahun ini merasakan mendapat banyak pelajaran. Bahwa hidup ternyata tidak bisa sesuai dengan apa yang direncanakan. Alasan itu pulalah, yang membuatnya sampai saat ini belum berani bencana membicarakan pendamping hidup.

"Gue enggak berani berencana jangka panjang. I am living my self itu step by step," katanya.

Ifan ingin saat ini semuanya mengalir sesuai rencana Tuhan. Jika pun kelak Tuhan menghadirkan kembali cinta dalam hidupnya, ia akan terima dengan senang hati. Namun, jika takdir Tuhan berkata lain, itu tidak jadi masalah untuknya.

"Biarkan semua mengalir, kalaupun Allah masih memberikan gue, 'Fan lu masih dikasih rasa cinta nih sama orang.' Nah gue akan terima dengan senang hati, tapi kalau pun, 'Fan ternyata di hidup lo sampai tua sama anak-anak saja.' Ya gue enggak apa-apa," ucap Ifan.

Merasakan kesedihan mendalam, seperti berduka atas kehilangan orang tersayang merupakan salah satu bentuk emosi. Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan emosi, namun ketika dirasa mulai berlebihan, kita patut mengendalikannya.


Menurut psikolog klinis Leslie Becker-Phelps, Ph.D, bukan hal yang aneh bagi orang-orang untuk kritis terhadap emosi mereka ketika mereka berpikir ada yang salah dengan kehidupannya. Namun, daripada menahan rasa sakit yang dapat menciptakan penderitaan pada diri sendiri, akan lebih bijaksana untuk kita belajar menerima diri sendiri.

"Bertarung melawan atau menolak realitas rasa sakit dalam hidup kita itu menciptakan penderitaan," tutur Becker-Phelps, dilansir Psychology Today.

Bunda bisa simak juga hal yang paling dirindu Juliana Moechtar dari sosok mendiang Herman 'Seventeen' dalam video berikut:

[Gambas:Video Haibunda]




(yun/som)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda