Jakarta -
Kabar kenaikan gas elpiji 3 kg cukup mengejutkan. Kenaikan harganya cukup tinggi dari Rp18 ribu sampai Rp21 ribu menjadi Rp35 ribu. Meski gas elpiji melon ini ditujukan pada masyarakat miskin, namun banyak ibu-ibu memakai gas ini.
Menanggapi kabar ini, menurut Metta Anggriani, CFP dan founder Anggriani & Partners, kenaikan harga tersebut tentu amat signifikan. Oleh karena itu, dari sekarang kita sebaiknya sudah memproyeksikan berapa kenaikan biaya rumah tangga secara keseluruhan.
"Biaya operasional RT umumnya dikelola bulanan, karena mengikuti siklus gaji yang juga diterima bulanan. Biaya operasional ini harus dikelola dengan baik untuk memastikan kelangsungan hidup seluruh anggota keluarga hingga gajian berikutnya. Maka pengelolaan keuangan RT ini sebaiknya dibuat budget bulanan sehingga uang tidak langsung habis sekejap," kata Metta kepada
HaiBunda.
Kata Metta, pada dasarnya kita bisa bagi pengeluaran rumah tangga menjadi tiga jenis biaya yang disusun berdasarkan derajat kepentingannya:
-Wajib : cicilan KPR, uang sekolah anak, gaji ART, biaya rumah essentials (biaya dapur dan perawatan rumah - standar)
-Butuh : biaya pulsa, internet, cable TV, biaya transportasi, skincare
-Ingin : biaya hiburan mingguan, arisan, baju atau sepatu baru, dan lain-lain, tak terbatas
Ketika terjadi kenaikan harga pokok, misalnya harga gas elpiji, tarif dasar listrik (TDL), bahan bakar atau bensin, bisa dipastikan pengeluaran rumah tangga juga akan membengkak. Padahal bujet atau gajinya tidak bertambah. Mau tidak mau Bunda harus pandai mengakali budget tadi supaya kelangsungan rumah tetap berjalan.
"Caranya atur lagi derajat kepentingan pengeluaran itu. Kalau sampai harus cut bujat, yang pertama dikurangi adalah biaya-biaya yang sifatnya 'ingin'" terang Metta.
Yang 'butuh' pun sebenarnya bisa disesuaikan, Bunda. Misalnya lebih hemat pulsa, kurangi paket TV kabel, ganti skincare yang lebih ekonomis, dan lain-lain. Ini karena yang 'wajib' dan 'butuh' ini tetap harus dipenuhi.
"Maka penghematan atau penyesuaian bisa dilakukan dari sekarang. Mungkin bisa juga beralih menggunakan gas elpiji 12 kg atau 15 kg agar lebih hemat? Atau atur penghematan di pos-pos pengeluaran lainnya," ujar Metta.
Gas Elpiji 3 Kg/ Foto: Robby Bernardi/detikcom |
Sementara itu, di kesempatan yang berbeda, pengamat keuangan Tejasari Asad bilang harga barang pokok naik itu wajar karena adanya inflasi. Kenaikan harga barang pokok ini seiring dengan kenaikan gaji tiap tahunnya. Namun, bagaimana kalau gaji atau penghasilan keluarga tidak naik?
Direktur Tatadana Consulting ini bilang, kalau gaji kita enggak naik akan menjadi tantangan dan masalah tersendiri. Untuk itu kita perlu menyiasatinya. Caranya yang paling gampang adalah mengurangi yang lain supaya cashflow kita enggak terganggu.
"Nah, apa tuh yang bisa dikurangi? Berarti kita mesti lihat berbagai macam alternatif yang enggak bisa kita kurangi, apakah listrik di rumah lebih berhemat. Terus pulsa handphone, pakainya wifi gratisan aja. Atau misalnya pengeluaran, belanjanya banyak jadi kita kurang-kurangi," ujar Tejasari.
Lalu, misalnya untuk soal makanan. Kita bisa subtitusi atau tanpa mengurangi nilai gizinya. Daging biasanya seminggu sekali sekarang sebulan dua kali aja. Jadi ada yang kita switch, Bunda. Kita kurangi tapi tidak mengganggu kebutuhan keluarga.
"Kita cari, atau kurangi jajan. Pokoknya kita berdiskusi dengan keluarga, kira-kira dari mana sih kita bisa berhemat supaya uang kita cukup," sambungnya.
Tejasari menyebutkan, alternatif lain yaitu mencari penghasilan tambahan. "Jadi tadi mengurangi kadang-kadang membuat orang susah, alternatif satunya adalah mencari penghasilan tambahan untuk bisa membiayai pengeluaran-
pengeluaran rumah tangga yang meningkat. Itu kalau penghasilan kita yang sekarang ini enggak ada peningkatan gaji, bukannya nambah malah turun," tutur Tejasari kepada
HaiBunda.
Simak juga tips mengelola keuangan ala Astrid Tiar melalui video berikut:
(aci/som)