Jakarta -
Bunda masih ingat cerita
Layangan Putus yang sempat viral beberapa waktu lalu? Mommy ASF alias Eca Prasetya adalah orang yang menuliskan cerita ini di Facebook, Bun.
Baru-baru ini Mommy ASF mengunggah tulisan di akun Instagram miliknya. Ia mengatakan tentang sakit dan derita yang didapatnya. Meski begitu, dia tetap bangkit dan berusaha menikmati prosesnya, Bun.
Lorong kehidupanSaya telah jatuh,Saya menderita,Saya sakit.tapi semakin sakit,Semakin saya merasakan, semangat saya kembali,Saya berjuang untuk bangkit, berjalan dan berlari.tersandung terhuyung-huyung.tetapi saya menikmati proses inicoba tes sayacobalah untuk terus menjatuhkan sayadanSaya akan terus berusaha berdiriseribu kali Anda meremehkan saya,seribu satu kali saya akan buktikanSaya cukup hebat untuk menyinari lorong ini
 Unggahan Mommy ASF/ Foto: Instagram |
Dalam foto yang dibagikan, tampak seorang wanita sedang berdiri di sebuah lorong. Dari kejauhan terlihat wanita itu menengok ke bawah.
Tulisan Mommy ASF mengingatkan kita kembali dengan
Layangan Putus. Kala itu, Mommy ASF menceritakan kisah istri pertama yang tak tahu jika suaminya menikah lagi. Sang istri juga bercerita saat dirinya membesarkan empat anak seorang diri.
Banyak
netizen menduga kalau cerita tersebut adalah kisah nyata sang penulis. Kisah viral yang ditulis Mommy ASF sempat menyeret nama Ricky Zainal, pengusaha sekaligus pemilik YouTube channel Ammar TV, dan Lola Diara, selebgram hijrah yang diduga istri barunya.
Mommy ASF sendiri diketahui baru saja pindah. Beberapa waktu lalu, dia mengunggah mengenai kepindahannya dari Bali ke Malang bersama anak-anaknya.
Setiap manusia pasti mempunyai masalah di hidupnya. Salah satu untuk mengatasinya memang bangkit dan menerima kenyataan, Bun.
Penulis
Changepower! 37 Secrets to Habit Change Success, Meg Selig mengatakan, salah satu cara untuk hidup lebih baik adalah menerima kenyataan. Cara ini cocok untuk orang yang sulit mengendalikan hidupnya.
"Beberapa orang cenderung membayangkan yang terburuk. Kita dapat menyalahkan diri sendiri dan menerima kenyataan bahwa rasa khawatir hanya bagian dari genetik," kata Selig, dilansir
Psychology Today.
Penerimaan tidak selalu menjadi proses pasif dan kata 'menyerah. Kita perlu mengatakan pada diri sendiri bahwa sesuatu memang tidak menyenangkan.
"Dibutuhkan kesadaran tentang perasaan dan kemampuan kita untuk mengakui perasaan itu. Ini bisa sulit," ujar Selig.
(ank/rdn)