Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Cerita Sacha Stevenson Tiap Badai Salju di Desa Kanada Mati Listrik, Lebih Nyaman Tinggal di Indonesia

Annisa Afani   |   HaiBunda

Senin, 17 Jan 2022 22:40 WIB

Sacha Stevenso
Sacha Stevenson/Foto: YouTube: Sacha Stevenson

Indonesia masih unggul dan menempati urutan atas di hati Sacha Stevenson, Bunda. Meski YouTuber kelahiran Kanada tersebut sudah kembali ke negara asal, namun ia ungkap tak begitu betah di sana.

Ia ungkap ada banyak faktor. Belum lama ini ia berbicara soal bencana alam musiman yang tengah terjadi. "Di Indonesia kan ada gempa bumi, ada banjir. Di sini, tak ada musibah yang besar seperti itu tapi musibah kecil setiap tahun rutin, winter strom (badai salju musim dingin)," tuturnya, dikutip dari channel YouTube Sacha Stevenson pada Senin (17/1/2022).

Saat badai salju datang, mau tak mau listrik di sana pun ikut padam. Warga di sana pun rata-rata memanfaatkan genset agar tetap dapat bertahan di rumah masing-masing.

"Orang di sini sudah menerima bahwa setiap tahun akan ada seperti ini dan listriknya mati, karena kami ada di pedesaan Nova Scotia. Di Nova Scotia, orang-orang pada punya genset," katanya.

Di balik penggunaan genset, Sacha dan suaminya ungkap bahwa petugas listrik di sana enggan bekerja saat badai. Mereka hanya menerima laporan, berjanji akan melakukan perbaikan, tapi itu hanya janji belaka.

"Karena orang-orang PLN Kanada pada malas kerja (saat badai salju). Saya pikir, peralatan kerja (petugas listrik) lengkap, truknya banyak, tapi begitu...," ungkap suami Sacha.

Keluarga Sacha sebetulnya juga memiliki alat pembangkit listrik tersebut, Bunda. Akan tetapi, alat yang baru dibeli tersebut rusak dan belum ditukar.

"Kami membeli satu genset untuk ibuku, hadiah Natal, dan kemudian pas dibuka, rusak. Kami harus jauh-jauh ke kampung sebelah untuk menukar, karena di sini enggak boleh dicek dahulu di sini," curhatnya.

Simak kelanjutannya di halaman berikut ya, Bunda.

Bunda, simak juga cerita Sacha Stevenson yang betah di Indonesia, sedangkan anak dan suami malah lebih suka di Kanada dalam video berikut:

[Gambas:Video Haibunda]

MATI LISTRIK JADI MASALAH BESAR

Sacha Stevenso

Sacha Stevenson/Foto: YouTube: Sacha Stevenson

Di rumah Sacha Stevenson, hampir semua peralatan yang digunakan bergantung pada listrik. Mulai dari kompor, penghangat ruangan, hingga air sekalipun. Jadi, saat listrik padam, mereka akan kelimpungan.

"Jadi di sini, listrik mati itu masalah. Pompa air butuh listrik, no listrik no water," kata Sacha.

Hal ini tentu berpengaruh pada kebutuhan buang air. Karena tak ada air, maka mereka harus menahan atau tak membersihkannya sampai listrik kembali hidup.

"Kalau mati listrik, enggak bisa boker (buang air besar) karena enggak bisa flush (disiram). You can boker, but you living with your boker for maybe 3 days (Kamu bisa buang air, tapi tinggal bersama kotoran untuk 3 hari, mungkin)," ujarnya.

Upaya-upaya lain tak bisa Sacha lakukan demi mendapatkan air. Ia bahkan bercerita sudah mencairkan salju yang menumpuk dari pekarangan rumah. Hanya saja, upaya tersebut tak solutif karena justru boros bahan bakar.

"Ambil saljunya segini (banyak), dapatnya cuma segini (sedikit). Itu justru boros gas," katanya.

Simak cerita kelanjutannya di halaman berikut ya, Bunda.

MAU TETAP JADI WARGA +62

Sacha Stevenso

Sacha Stevenson/Foto: YouTube: Sacha Stevenson

Satu-satunya hal yang menjadi penolong mereka hanya internet, Bunda. Mengandalkan aki mobil untuk mengisi ulang daya ponsel, mereka tetap bisa berselancar dunia maya.

"Kemudian internet adalah bagian terbaik dari hidup kami. Roaming internasional saya (yang dimiliki Sacha) adalah satu-satunya cahaya dalam hidup kami," kata Sacha.

Hingga saat ini, Sacha memang masih setia menggunakan kartu layanan internet dari Indonesia. Menurutnya, harga yang harus dibayar pun jauh lebih murah daripada layanan internet di Kanada.

"Jadi Sacha sumber internet, di-share (bagikan) sama yang lain," kata suaminya.

"Itu lebih murah daripada layanan internet handphone di Kanada. Aku akan tetap jadi warga Indonesia, +62 terus!" sambung Sacha antusias.

Ia bahkan pernah menceritakan pengalaman internetnya pada tetangga di sana. Mereka yang mendengar hal tersebut pun turut tertarik untuk mencoba.

"So next time saya pulang ke Indonesia akan beli banyak sim card dan menjualnya di sini."

Namun mengingat sim card tersebut tak bisa dipakai sembarangan dan harus menggunakan data diri yang lengkap, Sacha pun menuturkan bahwa niat tersebut hanya candaannya belaka.

"Hahah, no i'm just kidding (Tidak, saya hanya bercanda)."

Soal bertahan di Kanada, Sacha dan sang suami mengakui bahwa mereka memang masih berjuang. Mereka pun berharap agar lambat laun, bisa beradaptasi dengan semua yang ada dan berbeda dari Indonesia.

"Kami pelan-pelan mencoba jadi orang Kanada, tapi dengan setengah ikhlas."

"Pokoknya itu menyenangkan kerana hal itu bisa membangun karakter, katanya. Itu membuat orang yang lebih berjiwa besar," sambung Sacha.

Berbeda dengan sang suami, Sacha nyatanya lebih banyak komplain. Segala hal yang membuatnya tak nyaman, akan selalu ia bandingkan dengan kenyamanan di Tanah Air.

"Kalau saya kalem, mengikuti saja. Sacha pernah bilang kalau hidup itu harus mengalir saja, tapi karena air di sini beku, dia banyak komplainnya. Lebih banyak dari saya," kata suaminya.

"If we can't make it (jika kami tidak berhasil), ya sudah pulang lagi saja lah nanti," kata Sacha sambil tertawa yang kemudian disetujui oleh sang suami.


(AFN/som)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda