Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Stop Mommy Wars! Ini Cerita 7 Bunda Melawan Nyinyiran & Perbedaan Pandangan

Tim HaiBunda   |   HaiBunda

Selasa, 08 Mar 2022 15:27 WIB

Crossed hands. Break the bias symbol of woman's international day. Woman arms crossed to show solidarity, commitment to calling out bias, breaking stereotypes, inequality, rejecting discrimination.
Ilustrasi simbol perayaan hari perempuan internasional. Foto: Getty Images/iStockphoto/vejaa

Hai Bunda...Selamat Hari Perempuan Internasional. Momen International Women's Day (IWD) yang diperingati setiap tanggal 8 Maret ini, perlu dirayakan oleh seluruh perempuan di dunia tanpa memandang budaya, status sosial, etnis, dan lain-lain. Termasuk Bunda juga ya!

Tahun ini, IWD mengusung tema #breakthebias. Dilansir laman resmi IWD, tema tersebut dipilih untuk menciptakan dan menyuarakan tentang keseteraan, bebas dari bias, diskriminasi, stereotip, serta dapat diperlakukan adil dalam berbagai hal.

Sayangnya, adanya bias dan stereotip itu sendiri masih seringkali kita dapat dari orang-orang sekitar. Apalagi menjadi seorang Bunda di era sekarang pun terasa semakin sulit.

Bagaimana tidak, kita dengan mudahnya seolah 'dihakimi' atas pilihan kita sendiri dan menjadi perdebatan yang tak perlu. Sedihnya, perdebatan tersebut seringkali muncul di antara sesama perempuan itu sendiri.

Perdebatan sesama Bunda atau mommy wars biasanya dimulai dari apakah Bunda mau punya anak atau tidak, tentang cara melahirkan pervaginam atau c-section, memberikan ASI atau susu formula, MPASI homemade atau terfortifikasi, Bunda bekerja atau tidak, dan masih banyak lagi.

Alih-alih saling support karena memahami perjuangan sebagai sesama Bunda, yang ada malah menjatuhkan baik sengaja maupun tidak. Apa Bunda pernah terjebak di situasi mommy wars?

Jika ya, Bunda tidak sendiri. Dari hasil polling di Instagram Stories HaiBunda, sekitar 80 persen dari 193 voters mengaku pernah mengalami dan terjebak dalam situasi mommy wars tersebut.

Padahal apa pun keputusan Bunda semua tergantung dengan situasi dan kondisi masing-masing. Setiap pilihan juga punya perjuangannya masing-masing, mau itu working mom, menjadi ibu rumah tangga yang mandiri dan berdaya, memilih full ASI, memberikan susu formula, menjadi single mom, atau memutuskan melahirkan secara caesar atau pervaginam.

Banner WNI UkrainaFoto: HaiBunda/Novita Rizki

Nah, untuk ikut gerakan #BreakTheBias yang diusung International Women's Day tahun ini, berikut ada tujuh cerita Bunda dengan perjuangannya masing-masing dalam melawan bias atau stereotip yang terlanjur diciptakan lingkungannya.

Para Bunda ini bercerita pada HaiBunda melalui pesan singkat, untuk membagikan kisahnya agar bisa menjadi inspirasi kita semua.

Seringnya working mom dibilang: Apa enggak kasihan ninggalin anaknya kerja? Padahal...

"Ketika ingin berpamitan pergi bekerja dengan anak, rasanya berat sekali, sedih, gundah gula (kadang bisa sampai nangis sih). Jujur yang membuat saya sangat insecure adalah apakah anakku merasa kehilangan ibunya ketika ibunya bekerja. Melihat ibu-ibu yang ada di rumah bisa jagain anaknya 24/7 dan bisa melihat yang pertama kali setiap perkembangan anaknya, di situ saya merasa sedih. But life must go on," - Bunda IR, Tangerang.

"Ada perasaan sedih kalau ninggalin anak kerja, pengin terus ngeliat perkembangan dia, pengin nemenin dia main, pengin ngasih perhatian full buat dia, tapi di satu sisi harus kerja. Kadang jadi sedih kalau lihat anak jadi lebih dekat sama orang lain. Jadi, aku berusaha hadir penuh secara fisik dan pikiran kalau lagi sama anakku," - Bunda F, Bogor.

"Pusing tapi menikmati ya hehehe. Cuma kalau pas lagi hectic ya kadang-kadang cukup memancing emosi. Tantangannya saat anak sakit, meeting berentet seharian dengan deadline yang sudah enggak bisa diundur. Momen-momen seperti ini kadang bikin down dan pengin resign biar fokus ngurus anak," - Bunda W, Jakarta.

"Suka sedih kalau mikirin anak yang harus di tinggal jauh untuk bekerja," - Bunda Y, Padang.

"Membagi energi karena anak juga butuh perhatian kita. Enggak cuma nemenin main, tapi juga anak butuh kita belajar agar bisa membesarkan dia sebaik yang kita bisa," Bunda ER, Jogja.

Baca di halaman berikutnya ya, Bunda.

Simak juga video tips mengatur waktu antara urus anak dan pekerjaan ala Bunda Ankatama:

[Gambas:Video Haibunda]




TENTANG MEMILIH JADI IRT DAN SINGLE MOM

Single, woman at home with technology. She is wearing high tech sports wear. Brazilian model made in Barcelona.

Ilustrasi perempuan. Foto: iStock

Kemudian yang tadinya berkeja, kini memutuskan menjadi ibu rumah tangga. Para Bunda ini memilih full time mengurus anak, namun tetap menjadi perempuan mandiri dan berdaya.

Meski menikmati pilihannya, kedua Bunda ini tetap saja pernah terjebak dalam situasi mommy wars.

“Seru banget, walaupun agar repot urus anak sambil urus usaha kecil-kecilan. Tantangannya, kalau anak lagi rewel, sedangkan pesanan daganganku lagi banyak itu cukup jadi tantangan buat aku pribadi, karena satu sisi mesti beresin pesanan, satu sisi lagi mesti tetap urus anak.”

“Sempat ada (mommy wars), dari saudara dan teman. Sesama perempuan juga. Lebih suka ada yang tanya, kenapa enggak kerja lagi aja, di kantor kan lumayan gajinya atau ada juga yang tanya enggak capek urus dua anak sendirian,” – Bunda B, Jakarta.

“Menghadapi pola anak yang semakin hari berbeda-beda, di waktu bersama mesti memenuhi keinginan customer. Tapi, itu sebuah konsekuensi jadi mau enggak mau harus dihadapi dan keduanya tetap jadi prioritas.”

“Sering (terjebak mommy wars), paling sering yang menglontarkan itu ibu-ibu yang usianya lebih tua dari aku. Misalnya, jualan terus nanti anak enggak ke urus, ada juga omongan kok anak jarang main keluar rumah dikurung terus. Dibilang, ke mana aja, sibuk banget ya,” – Bunda R, Depok.

Selain itu, banyak juga para Bunda yang harus berjuang sebagai single mom. Seperti halnya yang dialami Bunda Y, asal Padang. Ia kembali bekerja untuk dirinya dan anaknya.

Di tengah banyaknya stereotip tentang statusnya sebagai single mom, Bunda Y mencoba tak memusingkannya dan tetap fokus untuk masa depannya dan anaknya.

“Aku bercerai dengan suamiku, jadi aku memutuskan untuk bekerja kembali demi bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan anakku. Mungkin cukup struggle, cuma dibawa happy aja. Karena kalau dibawa stres yang ada aku ngerasa hidup terus berjalan dan aku jadi diam di tempat, enggak ada pencapaian yang bisa aku raih kalau aku ikutin stres aku.”

“Biasanya melihat hidup orang lain kenapa bisa harmonis dengan keluarga nya, bisa selalu ada untuk anaknya, sementara aku saat ini kalau ingin berhubungan dengan anak ya cuma bisa video call.”

“Ya (misalnya) kalau lebih baik ketika sudah menjadi ibu harusnya di rumah saja jaga anak, enggak usah kerja. Mungkin ada beberapa orang yang ngomong gitu, cuma kan mereka tidak melihat dari sudut pandangku dan tidak berada di posisiku makanya dengan seenaknya ngomong itu. Biasanya teman-teman sih yang suka ngomong gitu. Ada cewek dan cowok yang berbicara seperti itu,” – Bunda Y.

Baca di halaman berikutnya ya, Bunda.

CARA MENGATASI OMONGAN TAK ENAK DAN PESAN PARA BUNDA

Portrait of a diverse group of young women standing together against a gray wall outside

Ilustrasi perempuan saling mendukung satu sama lain. Foto: Getty Images/Cecilie_Arcurs

Ada pula omongan tak mengenakkan saat banyak Bunda memilih untuk melahirkan melalui operasi caesar. Seperti yang dialami Bunda IR.

“Ketika orang membandingnya persalinan normal atau sesar. Jujur buat risih banget sihhh. Karena kelahiran dalam bentuk apa pun tidak merubah status kita menjadi ibu, anak itu lahir dari rahimku ya saya tetap ibunya,” – Bunda IR.

Dengan banyaknya omongan tak mengenakkan itu, juga seringnya datang dari sesama Bunda. Lantas bagaimana para Bunda ini mengatasinya?

“Palingan cuma senyum aja, karena aku terkadang cuma bisa jawab dalam hati, ‘Ya lo enggak ngerasain berada di posisi gue makanya lo enak ngomong gitu’,” – Bunda Y.

“Kalau saya pribadi lebih cuek dan menjelaskan aja,” – Bunda B.

“Kalau sudah mengganggu pikiran ya setop buka sosmed biar nggak merasa gagal. Cerita sama suami sambil pillow talk,” – Bunda W.

“Awalnya sebel, dijawab, lama-lama cuma senyum aja. Kalau udah kelewatan banget rasanya daripada buang energi untuk marah, mending langsung ku tinggal pergi aja,” – Bunda F.

Yaudah-in aja, karena yaitu tadi meaning of keluarga impian tiap orang beda, visi misi gedein anak beda, standar buat keluarga dan the way kita gedein anak juga beda. Ya jadi anggep angin lalu aja,” – Bunda ER.

“Sebelum menanggapi aku tanamkan dulu mindset di kepalaku bahwa orang yang berbicara seperti itu orang yang kehidupannya berbeda prinsip, pola pikir, cara pandang dengan aku. Jadi, aku cuekin aja,” – Bunda R.

“Cuek aja sih, berusaha untuk tidak menanggapi,” – Bunda IR.

Dari sekilas cerita para Bunda sebagai working moms, ibu rumah tangga sekaligus mompreneur, menjadi single mom, serta memilih melahirkan caesar, semuanya punya tantangannya masing-masing. Mungkin masa banyak di luar sana cerita para Bunda lainnya yang juga harus berjuang lebih.

Para Bunda ini juga menyampaikan pesan untuk Bunda lainnya agar #breakthebias dan stop mommy wars. Berikut pesan mereka:

“Semoga para mommy mommy tidak beranggapan kalau melahirkan normal lebih baik dari pada sesar ataupun sebaliknya. Karena setiap anak sudah memilih jalan lahirnya masih-masing dan setiap orang punya case yang berbeda-beda, intinya jangan langsung judge aja. Karena kita tidak pernah tahu case apa yang sedang orang alami, semua ibu ingin anaknya selamat, semua ibu mau anaknya sehat, intinya apapun keputusannya pasti itu yang terbaik untuk anak dan ibunya,” – Bunda IR.

“Harapannya agar semua Bunda bisa saling menghargai apapun status dan pekerjaan setiap Bunda. Apapun pekerjaan atau status yang kita ambil itu bukan nilai enak atau tidaknya tetapi pilihan untuk memberikan rasa nyaman bagi saya pribadi keluarga dan terutama anak-anak,” – Bunda B.

“Hargailah apapun pilihan hidup seseorang. Karena kita tidak tahu pilihan apa yang sedang dihadapi dan dijalani oleh orang tersebut. Belum tentu juga apa yang dialami dan dijalani oleh orang tersebut kita mampu sama dengan yang dialaminya,” – Bunda Y.

"Menurutku akan selalu ada cuma topik mommy war-nya yang mungkin beda. Kalau menimpamu, inget bahwa kita sebagai ibu selalu berusaha untuk kasih yang terbaik. gapapa mommy lain menjatuhkanmu saat ini, jatuhnya bentar aja terus belajar lari lagi. Dalam hidup ya kalau enggak dikomentarin, ya ngomentarin, jadi stay chill," - Bunda ER.

Semoga cerita para Bunda ini bisa menjadi pengingat untuk berhenti melakukan mommy wars. Karena apa pun pilihan kita, kita yang tahu mana yang terbaik sesuai kondisi dan kebutuhan masing-masing. 

Sekali lagi, Selamat Hari Perempuan Internasional untuk semua perempuan di dunia. Let's #breakthebias.


(fir/fir)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda