
moms-life
Tantangan Akses Layanan Kesehatan bagi Kaum Muda yang Terinfeksi HIV
HaiBunda
Minggu, 25 Aug 2024 16:06 WIB

HIV atau human immunodeficiency virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Ketika virus menginfeksi lebih lanjut, seseorang dapat mengalami acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa HIV menyerang sel darah putih di dalam tubuh, Bunda. Dengan begitu, sistem kekebalan tubuh akan melemah dan membuat seseorang yang terinfeksi menjadi lebih mudah terserang penyakit kronis seperti tuberkulosis, infeksi, dan beberapa jenis kanker.
Penyebaran HIV sendiri bisa melalui berbagai macam hal. Tidak hanya terinfeksi melalui hubungan seksual, virus ini juga bisa masuk ke dalam tubuh melalui darah, air susu, air mani, cairan vagina, hingga dari ibu hamil kepada bayi selama proses kehamilan.
Angka HIV di Indonesia
Menilik dari situs resmi milik Kementerian Kesehatan RI, dikatakan bahwa kasus HIV di Indonesia pada tahun 2023 mengalami peningkatan. Berdasarkan data, setidaknya sekitar 35 persen kasusnya datang dari kelompok ibu rumah tangga.
Penyebabnya adalah karena ibu rumah tangga kurang mendapatkan pengetahuan tentang pencegahan dan dampak dari penyakit ini. Selain itu, mereka juga memiliki pasangan dengan perilaku seksual yang berisiko.
Ketika ibu rumah tangga terinfeksi HIV, mereka berisiko untuk menularkan virus kepada anaknya. Penularannya bisa terjadi sejak di dalam kandungan, saat proses kelahiran, atau saat menyusui.
Direktur Pencegahan Penyakit Menular Kemenkes dr Imran Pambudi, menjelaskan bahwa setiap bulannya angka kasus HIV bertambah hingga 4.000. Umumnya, kondisi ini disebarkan melalui hubungan seksual.
"Setiap bulan ada sekitar 4.000 kasus baru HIV di Indonesia. Kasus HIV ini adalah kasus-kasus yang sebagian besar disebabkan melalui hubungan seksual," ujarnya saat berbincang dengan wartawan di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat.
Rata-rata usia seks anak remaja meningkat
Hubungan seksual termasuk hal yang tabu dibicarakan di Indonesia, Bunda. Padahal, hubungan seksual menjadi penyebab utama seseorang terinfeksi HIV.Â
Mirisnya, hubungan seksual tidak hanya dilakukan oleh mereka yang sudah dewasa dan menikah. Melalui data yang dijabarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), mayoritas anak muda Indonesia melakukan hubungan seksual berstatus belum menikah atau kawin.
Pada Maret 2023, angka hubungan seksual mereka yang belum menikah pun mencapai 68,29 persen dari total pemuda di Indonesia. Sementara, persentase pemuda-pemudi yang berstatus menikah sebesar 30,61 persen.
Mengutip dari detikHealth, Kepala BKKBN, dr. Hasto Wardoyo, menyebutkan bahwa angka pernikahan dini di Indonesia menurun pada 10 tahun terakhir. Hal tersebut sebenarnya menjadi kabar baik. Namun, Hasto pun mengatakan bahwa rata-rata usia seks anak remaja meningkat.
Pada perempuan, tercatat lebih dari 50 persen melakukan hubungan seksual di usia 15 hingga 19 tahun. Sementara itu, remaja laki-laki memiliki angka yang lebih tinggi, yakni 70 persen.
Layanan kesehatan HIV yang ramah bagi kaum muda
Hubungan seks bebas pada remaja ini adalah salah satu masalah yang penting untuk diatasi di masyarakat. Selain bertentangan dengan norma, hal ini juga akan menempatkan para remaja dan orang usia muda dalam risiko HIV.
Untuk itu, diperlukan layanan kesehatan bagi kaum muda dalam hal penanggulangan dan pencegahan HIV, Bunda.Â
Layanan kesehatan yang ramah bagi orang muda sangatlah penting dalam pencegahan HIV. Setidaknya, mereka bisa mendapatkan penyuluhan maupun berbagai program untuk mencegah infeksi HIV.
Program kesehatan yang mendukung orang muda dengan HIV
Ada banyak program kesehatan yang mendukung orang muda dengan HIV, Bunda. Salah satunya adalah pemberian obat ARV.
ARV atau Antiretroviral merupakan pengobatan gratis yang diberikan pemerintah dalam menanggulangi masalah HIV di masyarakat, termasuk pada orang usia muda. Dengan mengonsumsi obat ARV, virus HIV yang berada di dalam tubuh akan 'ditidurkan' sehingga gejalanya dapat ditekan.
"Jadi, sekarang pemerintah support free ya (obat ARV). Jadi jangan panik," ungkap dr. Bagus Rahmat Prabowo., MscPH, Prevention Technical Officer UNAIDS Indonesia, dalam acara diskusi Global AIDS Update 2024: Urgency of Now: AIDS at a Crossroads,.
Tidak hanya bisa dikonsumsi oleh orang muda dengan HIV, obat ARV juga bisa diberikan pada Bunda yang sedang hamil. Hal ini dilakukan dalam rangka pencegahan penularan HIV pada Si Kecil.
"Kalau Ibunya HIV positif, ya enggak apa-apa, bisa diobati. Dikasih obat ARV, karena kalau diminumkan obat ARV, dia enggak akan lari ke bayinya (virus HIV tersebut). Begitu prinsipnya," papar dr. Bagus.
"ARV aman untuk Ibu hamil di usia kehamilan berapa pun. Bahkan misalnya ketahuan positifnya ketika melahirkan, enggak apa-apa minum ARV. At least kita bisa meminimalisir infeksi HIV walaupun tidak nol persen. Setidaknya kita berusaha," lanjutnya.
Tidak hanya obat ARV, orang usia muda yang berisiko HIV kini juga bisa mengakses PrEP atau Pre-Exposure Profilaksis. Ini merupakan tablet pencegahan HIV yang sudah dilegalkan oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 2021.
Untuk mendapatkan PrEP, seseorang harus dipastikan negatif HIV terlebih dahulu. Selain itu, mereka juga harus merupakan kelompok yang berisiko terhadap HIV.
"Pastikan dulu orangnya HIV negatif. Kalau memang HIV negatif, dia bisa (diberikan) PrEP. Terus dia memang (kelompok) sangat berisiko. Kalau enggak, tidak perlu dia diberikan PrEP," ujar dr. Bagus.
Tantangan dalam mengakses layanan kesehatan terkait HIV
Terdapat beberapa tantangan yang dihadapi kaum muda dalam mengakses layanan kesehatan terkait HIV, Bunda. Berikut ini beberapa deretannya:
1. Pembelian obat secara sembunyi-sembunyi
Sebelum PrEP dilegalkan di Indonesia, kaum muda dengan risiko HIV harus membeli obat tersebut secara sembunyi-sembunyi, Bunda. Obat pun dikirim langsung dari negara Thailand dengan harga yang mahal.
"Jadi, dulu tuh sebelum pemerintah Indonesia melegalkan PrEP di Indonesia, itu orang pada sembunyi-sembunyi (membelinya). Ngumpet-ngumpet belinya di Thailand atau online. Sampai sekarang saya lihat masih ada yang jual Rp1,5 juta untuk obat sebulan. Tapi, kita enggak tahu obatnya (yang dijual online) palsu atau asli," ungkap dr. Bagus.
2. Minimnya dukungan di daerah terpencil
Menurut laman resmi aids.or.id, salah satu tantangan utama mengakses layanan kesehatan terkait HIV bagi orang muda adalah kurangnya fasilitas kesehatan di daerah terpencil. Selain itu, tenaga medis terlatih pun tidak merata.
Kebanyakan mereka yang membantu pasien HIV adalah volunteer atau pekerja sukarela. Karena itu, sangat terasa bahwa dukungan dari berbagai pihak terhadap pasien HIV sangat minim.
"Saya merasa masih minim dukungan untuk teman-teman. Jadi yang saya tahu itu biasanya di luar Jawa seperti NTT atau NTB dan di provinsi lain, mereka itu kerjanya volunteer atau sukarela. Bahkan ada yang tidak dapat insentif sama sekali. Jadi yang benar-benar karena ada rasa kemanusiaan ingin menolong saja," cerita salah seorang peserta dalam diskusi Global AIDS Update 2024: Urgency of Now: AIDS at a Crossroads, yang namanya disamarkan.
3. Adanya stigma dan diskriminasi
Stigma dan diskriminasi sangat erat hubungannya dengan orang muda dengan kondisi HIV. Kondisi ini turut memengaruhi upaya pengobatan HIV di Indonesia.
Masyarakat kurang mendapatkan edukasi dan kesadaran akan HIV. Karena itu, penyuluhan dan program pendukung pun perlu ditingkatkan.
Upaya mengurangi stigma dan diskriminasi orang muda dengan HIV
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap orang muda dengan HIV. Misalnya saja sebagai berikut:
1. Pendidikan dan peningkatan kesadaran
Peningkatan pemahaman tentang HIV dapat dilakukan melalui kampanye edukasi di sekolah, perguruan tinggi, maupun media sosial, Bunda. Informasi yang akurat tersebut bisa mengurangi prasangka dan ketakutan di masyarakat.
2. Dukungan mental
Salah satu hal yang bisa mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap orang muda dengan HIV adalah adanya grup-grup dukungan. Membangun komunikasi ini bisa membuat masyarakat lebih mendukung dan memahami mereka yang terinfeksi.
Tidak hanya itu, konseling juga diperlukan untuk membantu mengatasi stigma. Kelompok ini bisa memberikan dukungan dalam bentuk emosional.
3. Pelatihan tenaga medis
Stigma dan diskriminasi bisa diatasi dengan pemberian pelatihan kepada tenaga medis tentang etika dan penanganan pasien HIV. Ini adalah upaya untuk mengurangi penghakiman di fasilitas kesehatan.
Demikian informasi seputar pentingnya layanan kesehatan yang ramah bagi orang muda, program, tantangan, serta upaya pengurangan stigma dan diskriminasi terhadap orang muda dengan HIV. Semoga bisa bermanfaat, ya.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(mua/fir)TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT

Mom's Life
7 Ciri-ciri HIV dan AIDS pada Wanita, Waspada ya Bun!

Mom's Life
Hari AIDS Sedunia, Kenali Bahaya Virus HIV yang Mematikan

Mom's Life
Dari 79 Ribu Kasus HIV di Jakarta, 6 Ribu Meninggal Dunia

Mom's Life
5 Ribu Ibu Rumah Tangga di Indonesia Terinfeksi HIV Setiap Tahun

Mom's Life
Gejala Awal HIV Mirip Flu, Ini yang Membedakannya dengan COVID-19


5 Foto
Mom's Life
5 Potret Becky Tumewu Usai Operasi Mata Akibat Retina Lepas
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda