
moms-life
Faktor Risiko Monkeypox (Mpox) atau Cacar Monyet Beserta Cara Pencegahannya
HaiBunda
Jumat, 30 Aug 2024 16:41 WIB


Kasus penularan monkeypox (cacar monyet) tengah menjadi perhatian dunia kesehatan selama beberapa bulan terakhir. Terhitung sejak 17 Agustus 2024, terdapat 88 kasus konfirmasi monkeypox di Indonesia, Bunda.
Kasus pertama monkeypox di Indonesia muncul pada Oktober 2022. Dari data terakhir 88 kasus, diketahui bahwa 8 kasus pertama dialami sekitar 70 persen pasien dengan infeksi HIV/AIDS.
Monkeypox, atau yang saat ini juga disebut dengan istilah Mpox, pertama kali muncul di Kongo, sebuah negara di Afrika Bagian Tengah. Pada Mei 2022 terjadi outbreak Mpox di Afrika, hingga penyakit ini menyebar. Setidaknya, 110 negara melaporkan temuan kasus terinfeksi Mpox.
Pada 23 Juli 2022, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan Mpox sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (PHEIC). Kasus monkeypox di dunia sudah masuk ke dalam wabah global yang perlu dihentikan penularannya dari manusia ke manusia.
Munculnya monkeypox di Indonesia diduga karena mobilisasi dan faktor kerentanan beberapa orang. Pada kasus tertentu, orang yang terinfeksi monkeypox tidak mengalami gejala apa pun, sehingga tanpa disadari ia menularkan virus ini ke orang lain.
Biasanya, diagnosis monkeypox baru diketahui ketika orang yang terinfeksi melapor karena mengalami gejala berat. Cacar monyet ini dapat dialami siapapun, termasuk ibu hamil dan anak-anak. Memahami penyebab dan cara penularannya menjadi sangat penting untuk mencegah Bunda dan keluarga terpapar penyakit ini.
Penyebab Monkeypox
Mpox atau cacar monyet adalah penyakit yang disebabkan oleh suatu virus yang bernama Monkeypox. Virus ini termasuk dalam golongan penyakit zoonosis karena dapat ditularkan dari hewan ke manusia.
Namun, setelah manusia terinfeksi, ia dapat menularkan ke sesama manusia lain, terutama melalui sentuhan kulit yang ada lesi virusnya.
Terdapat 2 varian (clade) monkeypox, yaitu clade 1 dan clade 2. Clade 1 dikatakan lebih berisiko menimbulkan komplikasi dan bergejala lebih berat, sehingga menyebabkan kematian dibandingkan clade 2.
Faktor risiko monkeypox
Beberapa orang memiliki risiko lebih besar tertular monkeypox, baik penularan dari hewan atau antar manusia. Berikut faktor risikonya:
- Orang yang memiliki gangguan imunitas atau imunitas rendah, seperti pengidap HIV/AIDS
- Orang dengan perilaku seksual menyimpang, sepert promiskuitas (sering berganti pasangan) atau perilaku seksual lelaki seks lelaki (LSL)
- Orang yang suka berburu hewan
- Penjual hewan atau tukang daging (butcher)
- Penularan juga dilaporkan pada orang yang mengonsumsi daging mentah atau kurang matang
- Ibu hamil
- Â Lanjut usia (lansia)
- Bayi baru lahir dan anak-anak
Cara penularan monkeypox
Monkeypox dapat menular dari hewan ke manusia, atau dari manusia ke manusia. Penularan dari manusia ke manusia dapat melalui kontak kulit, seperti berhubungan seksual, berciuman, serta melakukan perilaku seksual yang menyimpang.
Penularan juga dapat terjadi saat kita menyentuh barang-barang yang terkontaminasi virus monkeypox (menggunakan alat makan yang sama atau tidur di kasur yang sama dengan orang yang terinfeksi monkeypox).
Ibu hamil yang terinfeksi monkeypox juga dapat menularkan virus ini ke janin di dalam kandungannya. Penularan terjadi karena virus dapat melewati plasenta atau melakukan transmisi hingga masuk ke janin. Risiko penularan lebih tinggi lagi saat proses persalinan.
Selain itu, bayi baru lahir juga menjadi kelompok rentan terkena monkeypox ini. Penularan dapat bersumber dari kontak skin to skin pada ibunya setelah melahirkan atau selama proses menyusui. Tetapi perlu dicatat, sejauh ini belum ada penelitian yang membuktikan virus monkeypox ditemukan di Air Susu Ibu (ASI).
Gejala Monkeypox
Beberapa orang yang terinfeksi monkeypox tidak mengalami gejala. Namun, penyakit ini tetap memiliki gejala yang khas layaknya infeksi virus lain, Bunda.
Berikut beberapa gejala monkeypox yang perlu Bunda ketahui:
- Demam
- Tubuh lemas
- Kemerahan pada kulit yang menjadi lesi/bercak berisi cairan hingga nanah dan mengering
- Nyeri di punggung, otot, dan persendian
- Pembesaran kelenjar getah bening di leher, ketiak, atau lipat paha
Masa inkubasi monkeypox
Seperti virus lainnya, terdapat masa inkubasi dari penyakit ini. Masa inkubasi merupakan waktu yang dibutuhkan dari virus masuk ke tubuh sampai munculnya gejala pertama.
Masa inkubasi monkeypox bervariasi, yakni 1-21 hari. Namun, umumnya masa inkubasi virus adalah 7 hari. Dari munculnya gejala pertama sampai sembuh, setidaknya membutuhkan waktu 2-4 minggu.
Perlu diketahui, penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya, terutama jika imunitas tubuh dalam kondisi yang baik (immunocompetence) dan Bunda tidak memiliki faktor risiko.
Komplikasi monkeypox
Pada pasien yang berisiko atau memiliki imunitas rendah, penyakit monkeypox dapat menyebabkan infeksi atau komplikasi yang berat. Berikut beberapa komplikasi dari penyakit ini yang rentan terjadi pada kelompok berisiko tinggi:
- Infeksi kulit menjadi berat hingga terjadi abses dan muncul nanah pada luka di seluruh tubuh
- Infeksi di saluran pernapasan atau menyerang organ paru-paru, yang disebut pneumonia
- Infeksi di saluran pencernaan yang menimbulkan gejala mual, muntah, dan diare berkepanjangan yang dapat menyebabkan dehidrasi, hingga mengancam nyawa
Munculnya lesi di mata dapat membuat kornea keruh, sehingga menyebabkan gangguan penglihatan bahkan kebutaan. Dilaporkan pada sejumlah kasus, infeksi dapat meluas ke organ-organ lain, seperti menimbulkan inflamasi otak, otot jantung, organ genital, rektum, dan usus.
Kasus monkeypox jarang menyebabkan kematian. Sejauh ini, kasus kematian lebih banyak ditemukan pada virus Mpox clade 1, dengan angka kematian 4 persen dari 100 kasus (di Afrika), dan terjadi pada orang dengan imunitas yang rendah.
Diagnosis monkeypox
Ada beberapa cara yang dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosis Mpox, yakni:
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis dapat dilakukan dengan menanyakan gejala yang dirasakan pasien, serta riwayat kontak dengan orang terinfeksi (kontak 2-3 hari). Langkah pertama diagnosis ini terkadang masih sulit untuk membantu mengetahui kondisi pasien, mengingat gejala monkeypox mirip dengan cacar air.
2. Tes PCR di lesi kulit
Pemeriksaan lanjutan yang dapat mendiagnosis monkeypox adalah tes PCR (polymerase chain reaction) di lesi yang muncul di kulit. Dokter akan mengambil sampel dari swab (usapan) kulit atau mukosa di mana terdapat lesi, lalu diperiksa dengan PCR untuk memastikannya.
Pengobatan Monkeypox
Hingga saat ini, antivirus umum yang digunakan untuk terapi monkeypox adalah antivirus smallpox. Antivirus khusus untuk monkeypox masih dalam tahap perkembangan.
Antivirus dimanfaatkan sebagai terapi penanganan, sementara untuk pencegahan dapat menggunakan vaksin.
Selain antivirus, pengobatan monkeypox selama ini berfokus pada pemberian obat untuk mengurangi gejala. Misalnya, dokter memberikan obat untuk menurunkan demam, mengatasi diare, atau mengobati lesi di kulit.
Vaksin monkeypox sebenarnya sudah dikembangkan dan tersedia tetapi masih terbatas, yakni khusus pada orang yang memiliki risiko tinggi atau melakukan kontak dengan pasien terinfeksi (kontak dalam 4 hari). Mereka yang positif monkeypox dengan gejala ringan umumnya tidak mendapatkan vaksin.
Cara mencegah agar tidak tertular Mpox
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah monkeypox, Bunda. Berikut langkah-langkahnya:
- Menghindari terkena paparan atau bersentuhan dengan orang yang mengalami gejala, terutama muncul lesi di kulitny
- Menjaga kebersihan tubuh, seperti sering cuci tangan dengan sabun dan air mengalir serta mandi dengan bersih
- Menjalani pola hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan bergizi, rajin olahraga, dan memiliki waktu istirahat yang cukup
Apa Monkeypox bisa sembuh dan reinfeksi?
Monkeypox dapat sembuh jika imunitas tubuh terjaga dengan baik. Meski sudah dinyatakan sembuh, Bunda masih dapat kembali terkena monkeypox atau mengalami reinfeksi.
Penelitian menunjukkan bahwa orang yang sudah terkena monkeypox atau mendapatkan vaksin akan sangat kecil kemungkinan terkena kembali penyakit zoonosis ini. Namun, tak menutup kemungkinan Bunda dapat terinfeksi dengan gejala yang ringan.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ank/rap)TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT

Mom's Life
Mengenal Gejala GERD, Penyebab, dan Cara Mengatasinya hingga Tuntas

Mom's Life
Diabetes Melitus: Kenali Gejala, Penyebab, dan Penanganan yang Tepat

Mom's Life
Adakah Makanan yang Perlu Dipantang Orang dengan Kolesterol Tinggi?

Mom's Life
Pola Makan Pemicu Gagal Ginjal di Usia Muda

Mom's Life
Benarkah Kolesterol Tinggi Termasuk Keturunan atau Faktor Genetik?


5 Foto
Mom's Life
5 Artis Korea yang Aktif Mendukung Hak dan Pemberdayaan Perempuan, Ada Bae Suzy hingga Kim Yo Jung
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda