MOM'S LIFE
Lulusan Teknik Komputer dan Ilmu Komputer Alami Pengangguran Tertinggi, Ini Kata Riset Terbaru
Arina Yulistara | HaiBunda
Jumat, 08 Aug 2025 06:00 WIBAda kabar kurang menyenangkan untuk lulusan Teknik Komputer, Bunda. Berdasarkan riset terbaru, lulusan bidang komputer justru banyak yang menjadi pengangguran.
Seperti diketahui dalam beberapa dekade terakhir, jurusan teknik komputer dan ilmu komputer kerap dipandang sebagai ‘jalan emas’ menuju masa depan cerah. Deretan gaji tinggi, permintaan kerja yang besar, serta popularitas industri teknologi membuat banyak mahasiswa berlomba-lomba mengambil program studi ini.
Berdasarkan data terbaru justru menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Para lulusan dari bidang yang dahulu dianggap paling aman ini kini mengalami tingkat pengangguran yang tertinggi di antara banyak jurusan lainnya.
Kok bisa? Berikut penjelasannya, Bunda.
Riset: lulusan jurusan komputer banyak jadi pengangguran
Mengutip Times of India, menurut laporan Federal Reserve Bank of New York tahun 2025, lulusan teknik komputer mencatatkan angka pengangguran sebesar 7,5 persen. Sementara lulusan ilmu komputer berada di angka 6,1 persen.
Angka tersebut jauh melebihi rata-rata data nasional pengangguran untuk lulusan perguruan tinggi baru yang berada di angka 5,8 persen pada Maret 2025. Ironisnya, jurusan-jurusan yang sering dicap ‘tidak menjanjikan’ seperti filsafat, sejarah seni, bahkan ilmu gizi, kini justru menunjukkan tingkat pengangguran yang jauh lebih rendah.
Untuk waktu yang lama, gelar di bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) dipromosikan sebagai rute paling pasti menuju stabilitas karier dan keamanan finansial. Namun dengan melimpahnya lulusan bidang ini dan perkembangan pesat kecerdasan buatan, fakta tersebut mulai goyah.
Tugas-tugas teknis seperti pemrograman dasar, analisis data, dan perancangan sistem kini mulai digantikan oleh otomasi serta algoritma yang lebih efisien. Pasar tenaga kerja tidak hanya jenuh dengan lulusan teknis, tapi juga mulai menunjukkan pergeseran kebutuhan.
Banyak perusahaan saat ini justru mencari karyawan yang memiliki kemampuan berpikir lintas disiplin, etika kerja yang kuat, dan keterampilan komunikasi baik. Kemampuan berkomunikasi yang justru lebih diasah dalam pendidikan humaniora dan ilmu sosial.
Alasan banyak lulusan jurusan komputer menjadi pengangguran
Lonjakan minat terhadap jurusan teknologi, termasuk teknik komputer dan ilmu komputer, telah menciptakan kondisi kelebihan suplai lulusan di pasar kerja. Dengan banyaknya lulusan dibandingkan jumlah lowongan kerja entry-level, persaingan pun semakin ketat.
Akibatnya, tidak sedikit lulusan baru yang terpaksa menunggu lebih lama bahkan beralih bidang demi mendapatkan pekerjaan. Di sisi lain, jurusan-jurusan yang sebelumnya dianggap 'kurang diminati', seperti ilmu gizi mencatat tingkat pengangguran hanya 0,4 persen, sejarah seni 3 persen, dan filsafat 3,2 persen.
Bahkan untuk jurusan ekonomi dan keuangan yang tergolong elit pun memiliki angka pengangguran yang lebih rendah dibanding jurusan komputer, masing-masing 4,3 persen dan 3,7 persen.
Perubahan prioritas dunia kerja
Pergeseran ini tidak semata-mata karena kelebihan lulusan, tapi juga transformasi besar dalam nilai-nilai industri. Kecakapan seperti penalaran etis, kreativitas, empati, dan kemampuan mengintegrasikan berbagai perspektif kini dianggap sebagai ‘aset masa depan’.
Perusahaan yang dahulu hanya berfokus pada hard skill kini mulai menyadari pentingnya kecerdasan emosional dan keterampilan berpikir kritis, terutama dalam menghadapi implikasi sosial dari teknologi seperti AI.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa untuk menghadapi masa depan kerja yang semakin dinamis, lulusan perlu lebih dari sekadar kompetensi teknis. Mereka harus mampu mengaitkan teknologi dengan konteks sosial dan budaya yang lebih luas, keterampilan yang secara tradisional dibentuk dalam pendidikan humaniora.
Berdampak secara global
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Amerika Serikat, Bunda. Di India dan beberapa negara Asia, tren serupa mulai terlihat.
Menurut data internal, pendaftaran ke jurusan teknik tradisional menurun hingga menyentuh angka 24,5 persen. Sementara minat terhadap jurusan ilmu komputer dan matematika naik signifikan hingga 42,9 persen.
Meski demikian, pasar kerja tidak sepenuhnya mampu menyerap lonjakan tersebut sehingga membuat para lulusan menghadapi ketidakpastian yang sama seperti rekan-rekan mereka di negara lain.
Kebangkitan ilmu humaniora
Di tengah disrupsi teknologi dan otomatisasi, jurusan-jurusan seperti filsafat, antropologi, hingga sastra kembali menunjukkan relevansinya. Dunia kerja modern memerlukan seseorang yang mampu berpikir secara kritis, memahami kompleksitas sosial, serta memberikan perspektif etis terhadap inovasi teknologi.
Ini merupakan keunggulan yang dibentuk dalam ruang kelas ilmu sosial dan humaniora. Dengan demikian, gelar yang dahulu dianggap tidak menjanjikan kini menawarkan keunggulan kompetitif dalam dunia kerja yang menuntut lebih dari sekadar kecakapan teknis.
Data tersebut menyiratkan pesan penting bahwa memilih jurusan kuliah tidak lagi sekadar mengejar profesi dengan gaji tinggi atau status prestisius. Dunia kerja hari ini dan ke depan lebih menghargai fleksibilitas, kemampuan belajar sepanjang hayat, dan kesiapan menghadapi perubahan.
Riset terbaru ini juga membuka mata banyak pihak bahwa tidak ada jurusan yang benar-benar kebal terhadap pengangguran. Bahkan gelar di bidang teknik komputer dan ilmu komputer pun kini menghadapi tantangan serius dalam dunia kerja yang terus berubah.
Dunia membutuhkan lebih dari sekadar ahli teknis, namun manusia yang mampu berpikir luas, bertindak etis, dan bekerja secara disiplin. Masa depan bukan lagi hanya milik mereka yang menguasai teknologi, melainkan mereka yang mampu memahami dan mengarahkan penggunaannya.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!