Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Ini Mahar Terbaik untuk Pernikahan Menurut Pandangan Islam

Arina Yulistara   |   HaiBunda

Kamis, 21 Aug 2025 23:40 WIB

the ring and its place are held by the bride and groom
Ilustrasi mahar emas/ Foto: Getty Images/Achmad Wahyudi
Daftar Isi

Mahar atau maskawin merupakan salah satu syarat penting dalam pernikahan menurut ajaran Islam. Namun mahar dalam bentuk seperti apa yang terbaik untuk pernikahan berdasarkan pandangan Islam?

Keberadaan mahar bukan sekadar simbol, melainkan hak yang wajib diberikan oleh calon suami kepada calon istri. Islam memandang mahar sebagai bentuk penghormatan terhadap perempuan sekaligus bukti keseriusan laki-laki dalam menjalani kehidupan rumah tangga.

Perintah memberikan mahar juga tertuang dalam surat An-Nisa ayat 4 yang berbunyi;

وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۗ فَاِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْۤـًٔا مَّرِيْۤـًٔا٤

Artinya:

"Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (mahar) itu dengan senang hati, terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.."

Dalam praktiknya, banyak pasangan yang masih bingung menentukan bentuk dan jumlah mahar. Ada yang memilih dalam bentuk uang, barang, hingga perhiasan berharga.

Bagaimana sebenarnya pandangan Islam mengenai mahar yang terbaik? Apakah harus berupa sesuatu yang mewah atau justru sederhana?

Berikut informasi mengenai mahar terbaik untuk pernikahan. 

Mahar sebagai hak perempuan

Kedudukan perempuan dalam Islam begitu dimuliakan, salah satunya dengan hak menerima mahar. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur'an surah An Nisa ayat 4 yang memerintahkan agar mahar diberikan dengan penuh kerelaan.

Artinya, mahar bukan hanya kewajiban formal, melainkan bentuk ketulusan hati seorang suami kepada istrinya. Para ahli fiqih menjelaskan bahwa mahar merupakan pemberian wajib yang dihadirkan sebagai tanda cinta kasih.

Jika seorang suami enggan memberikan mahar, maka ia dianggap berdosa. Dengan demikian, keberadaan mahar menegaskan betapa Islam menempatkan perempuan sebagai pihak yang berhak mendapatkan penghargaan dalam pernikahan.

Mahar paling ideal menurut syariat Islam

Menurut para ulama dan sejumlah literatur fiqih, Islam menekankan bahwa mahar bukanlah sesuatu yang memberatkan. Justru yang paling dianjurkan adalah mahar yang mudah, ringan, dan tidak menjadi penghalang berlangsungnya sebuah pernikahan.

Hal ini sejalan dengan semangat syariat yang mempermudah umat dalam beribadah, termasuk dalam melangsungkan akad nikah. Berdasarkan pandangan Yusuf Hidayat dalam karyanya Panduan Pernikahan Islami, mahar terbaik yang paling mudah dan tidak menyulitkan.

Sebagaimana pesan Nabi SAW yang diriwayatkan dari sahabat Uqbah bin 'Amir, Rasulullah SAW bersabda:

خيْرُ الصَّدَاقِ أَيْسَرُهَا.

Artinya:

"Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan." (HR. Abu Dawud)

Dalam hadits lain, Nabi Muhammad SAW bersabda:

إِنَّ أَعْظَمَ النِّكَاحِ بَرَكَةً أَيْسَرُهُ مُؤْنَةٌ.

Artinya:

"Pernikahan yang paling besar keberkahannya ialah yang paling mudah maharnya" (HR. Ahmad)

Pesan tersebut menegaskan bahwa Islam tidak menyukai mahar yang terlalu tinggi hingga memberatkan calon mempelai pria. Semakin sederhana mahar yang diberikan, semakin besar keberkahannya.

Bentuk mahar yang diperbolehkan

Mahar dalam Islam tidak terbatas pada uang atau perhiasan. Calon suami diperbolehkan memberikan sesuatu yang ia miliki dan bisa membahagiakan istrinya.

Hal ini tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang mengatur mahar, pada pasal 30. Dijelaskan bahwa, "Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada mempelai wanita yang jumlah, bentuk, dan jenisnya disepakati kedua belah pihak."

Dengan adanya kesepakatan, mahar tidak akan menjadi beban yang memberatkan salah satu pihak. Prinsip kerelaan dari istri dan kemampuan dari suami menjadi landasan utama agar mahar membawa keberkahan dalam pernikahan.

Calon suami bisa memberi mahar berupa uang, jasa, atau barang berharga. Kisah pernikahan Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah az-Zahra juga bisa menjadi salah satu contoh. Ali memberikan baju besinya sebagai mahar untuk putri Rasulullah SAW.

Meski sederhana, mahar itu diterima dengan penuh keikhlasan dan pernikahan mereka menjadi salah satu teladan sepanjang masa.

Mahar dalam bentuk jasa dan ilmu

Selain benda, mahar juga bisa berupa jasa. Pada masa Rasulullah SAW, ada sahabat yang menikahkan putrinya dengan seorang pria yang tidak memiliki harta.

Rasulullah kemudian menjadikan hapalan Al-Qur'an yang dimiliki pria tersebut sebagai mahar. Ia menikah dengan syarat mengajarkan hapalan Al Quran kepada istrinya.

Seperti diriwayatkan dari Sahal bin Sa'ad al-Sa'adiy dalam bentuk muttafaq alaih, yang berbunyi;

Rasulullah SAW bersabda, "Apakah kamu memiliki hafalan ayat-ayat Al-Qur'an?"

Lalu ia menjawab, "Ya, surat ini dan surat ini, sambil menghitungnya."

Nabi SAW kembali bertanya, "Kamu hapal surat-surat itu di luar kepala?"

Dia menjawab, ya. Nabi Muhammad SAW mengatakan, "Pergilah, saya kawinkan engkau dengan perempuan itu dengan mahar mengajarkan Al-Qur'an."

Kisah ini menunjukkan bahwa Islam tidak membatasi mahar hanya pada aspek materi. Memberikan ilmu, khususnya Al-Qur'an, pun dapat menjadi mahar yang sah.

Dengan begitu, makna mahar bukan hanya sekadar pemberian fisik, melainkan juga nilai spiritual yang mendatangkan keberkahan. Sementara itu H. Tamba Tuah Matondang, Lc. M.A, Kepala KUA Gunung Putri, mengungkapkan hal senada.

"Jadi, mahar yang terbaik, kata Rasulullah, berikan mahar kepada calon istrimu walaupun itu hadid. Hadid itu adalah cincin besi. Maka sebaik-baiknya mahar kau berikan kepada istrimu akan menjadi hak dia. berikan yang bermanfaat dari hartamu. kata Nabi juga sebaik-baiknya mahar, seberkah-berkahnya mahar yang tidak memberatkan," ujar H. Tamba Tuah Matondang, Lc. M.A, Kepala KUA Gunung Putri, mengutip Instagram @bimasislam.

Mahar yang boleh diutang

Tamba menambahkan, ada pula mahar yang boleh diutang. Namun tentu perlu persetujuan calon istri karena membutuhkan keikhlasannya.

"Ingat, kalau Anda tidak mampu, mahar juga boleh diutang dengan persetujuan calon istri. Karena mahar itu ada yang tunai dan ada yang boleh diutang selama calon istrinya bersedia," ujar Tamba.

Setelah diberikan, mahar murni menjadi milik sang istri. Jadi, suami tidak berhak untuk memintanya kembali.

"Saran saya kepada yang akan menikah, berikanlah mahar sesuai kemampuan kepada calon istrimu, dan itu adalah hak dia mutlak. Jadi nanti setelah diberikan, jangan kau minta lagi, kau pinjam dahulu, mahar itu murni milik istri," ucapnya.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!



(som/som)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda